Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tak hanya terjadi pada orang dewasa saja, namun ini juga bisa terjadi pada anak-anak. KRDT pada anak menjadi masalah yang mengkhawatirkan dan memiliki dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan anak.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya KDRT pada anak, baik dari segi lingkungan keluarga maupun faktor internal yang terkait dengan orangtua
Memahami penyebab KDRT pada anak sangat penting untuk mengatasi masalah ini secara efektif dan melindungi anak-anak dari kekerasan yang merugikan.
Seorang Ibu Marahi hingga Pukul Anak di Stasiun Akibat Ketinggalan Kereta
TikTok/@maharanisbooks
Sebuah video viral di TikTok yang memperlihatkan seorang ibu yang memarahi anaknya karena ketinggalan kereta di Stasiun Purwokerto, Jawa Tengah.
Perempuan tersebut disebut tak hanya memarahi, tetapi juga secara kasar memukul anaknya yang masih kecil sehingga membuatnya menangis.
Reaksi anak yang menangis akibat perlakuan kekerasan dari ibunya tersebut menarik perhatian penumpang lain yang menyaksikan kejadian tersebut.
Dalam video tersebut juga terlihat seorang perempuan lain mendekati anak tersebut dengan tujuan untuk menenangkannya dan memberikan minuman.
Pengunggah video yaitu @maharanisbooks juga mengungkapkan bahwa penumpang lain sudah membelikan tiket baru, agar ibu tersebut tidak melanjutkan perilaku kekerasan terhadap anaknya secara berkelanjutan.
Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) pada anak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada anak dapat memiliki berbagai penyebab yang kompleks.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang penyebab-penyebab KDRT pada anak, dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengambil tindakan pencegahan yang efektif dalam melindungi anak-anak dari kekerasan
Berikut ini Popmama.com telah merangkum beberapa faktor penyebab KDRT pada anak:
1. Pemahaman yang salah tentang pengasuhan anak
Amazon.com
Pemahaman yang salah tentang pengasuhan anak menjadi salah satu penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada anak yang utama.
Hal ini karena orangtua yang memiliki pemahaman yang keliru tentang cara mendidik anak cenderung menggunakan kekerasan fisik sebagai bentuk disiplin.
Tak sedikit yang percaya bahwa dengan memukul atau melukai anak, dapat mengendalikan perilaku anak dan memperoleh kepatuhan.
Namun, pendekatan ini tak hanya merugikan secara fisik dan emosional bagi anak, tetapi juga melanggar hak-hak mereka.
Editors' Pick
2. Lingkungan keluarga yang tidak sehat
Freepik/jcomp
Lingkungan keluarga yang tidak sehat dapat menciptakan kondisi yang rentan terhadap konflik, stres, dan ketidakstabilan.
Misalnya, konflik antara pasangan atau keluarga, penyalahgunaan alkohol atau narkoba, ketidakseimbangan kekuasaan, serta tekanan ekonomi yang tinggi, semuanya dapat menyebabkan ketegangan yang berdampak negatif pada cara pengasuhan pada anak.
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini seringkali menjadi saksi atau korban langsung dari kekerasan.
Ketidakstabilan emosional dan psikologis yang terjadi dalam keluarga yang tidak sehat, juga dapat memicu perilaku agresif dan penggunaan kekerasan sebagai bentuk penyelesaian konflik.
Selain itu, kurangnya dukungan emosional, pengasuhan yang tidak konsisten, dan ketidakamanan dapat mengganggu perkembangan sosial, emosional, dan mental anak, meningkatkan risiko mereka menjadi korban KDRT.
3. Riwayat kekerasan dalam keluarga
Freepik/freepik
Riwayat kekerasan dalam keluarga menjadi salah satu penyebab KDRT pada anak karena perilaku kekerasan cenderung menjadi siklus yang terulang.
Anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana kekerasan telah menjadi pola perilaku yang diterima atau terjadi dalam keluarga, memiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi korban KDRT.
Si Kecil mungkin mengalami trauma fisik, emosional, dan psikologis yang dapat mengganggu perkembangannya.
Selain itu, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan seringkali meniru pola perilaku tersebut dan kemungkinan besar akan menggunakan kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan konflik atau mengekspresikan emosi mereka di masa dewasa.
4. Masalah kesehatan mental atau emosional
Pexels/AndreaPiacquadio
Orangtua yang mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau gangguan emosi mungkin menghadapi kesulitan dalam mengelola emosi mereka dengan baik.
Ketika mereka mengalami ketegangan atau stres yang berlebihan, mereka mungkin kehilangan kendali dan menggunakan kekerasan fisik atau emosional sebagai mekanisme pelepasan emosi.
Kondisi kesehatan mental yang tidak terkelola dengan baik juga dapat menyebabkan orangtua menjadi tidak sabar, rentan terhadap kekerasan, dan kurang mampu memberikan perhatian dan kasih sayang yang sehat kepada anak.
5. Kesulitan finansial
Freepik/master1305
Ketika orangtua menghadapi kesulitan finansial, tak menutup kemungkinan mereka merasa frustrasi, putus asa, dan tidak mampu mengatasi ketidakpuasan mereka.
Hal ini dapat memicu kemarahan, ketegangan, dan konflik di rumah tangga, yang pada gilirannya dapat berujung pada kekerasan fisik atau emosional terhadap anak.
Selain itu, situasi ekonomi yang buruk juga dapat menghalangi akses terhadap sumber daya yang penting untuk kesejahteraan anak, seperti perawatan medis, pendidikan, dan tempat tinggal yang layak, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko terjadinya KDRT.
6. Ketidakseimbangan kekuasaan
Freepik/Racool_studio
Ketidakseimbangan kekuasaan menjadi salah satu penyebab KDRT pada anak yang sedikit dibahas sebelumnya di atas.
Ketika salah satu pihak memiliki kontrol yang berlebihan dan dominan dalam hubungan, misalnya orangtua terhadap anak, hal itu menciptakan kesempatan bagi penyalahgunaan kekuasaan.
Orangtua yang menggunakan kekerasan untuk memperkuat dominasi atas anak, cenderung mengontrol dan membatasi kehidupan anak secara berlebihan.
Ketika ini berlanjut terus, dapat menghilangkan ruang bagi anak untuk menyuarakan pendapat, mengembangkan identitas pribadi, dan mengekspresikan kebutuhan serta keinginannya secara sehat.
Hal ini dapat mengakibatkan anak merasa tak berdaya, tertekan, dan merasakan perlakuan yang tidak adil, yang pada gilirannya dapat memicu KDRT fisik, emosional, atau verbal.
Dampak KDRT pada Anak
Freepik/master1305
KDRT pada anak memiliki dampak yang serius dan merugikan bagi perkembangan dan kesejahteraannya. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat terjadi pada anak korban KDRT:
Masalah kesehatan mental dan emosional: Anak yang mengalami KDRT cenderung mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, trauma, atau gangguan perilaku. Mereka mungkin mengalami stres kronis, rendahnya harga diri, perasaan bersalah, dan ketidakmampuan dalam mengatur emosi.
Gangguan perkembangan: KDRT dapat menghambat perkembangan sosial, kognitif, dan emosional anak. Mereka mungkin mengalami keterlambatan dalam bahasa, kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat, atau mengalami masalah dalam belajar dan berprestasi di sekolah.
Sikap agresif atau perilaku berbahaya: Anak yang menjadi korban KDRT cenderung menunjukkan perilaku agresif atau berbahaya, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Mereka dapat menginternalisasi atau mengexternalisasi trauma yang mereka alami, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kekerasan atau penyalahgunaan narkoba dan alkohol di masa depan.
Gangguan fisik: Kekerasan fisik dalam KDRT dapat menyebabkan cedera fisik pada anak, seperti memar, luka, atau patah tulang. Mereka juga berisiko mengalami gangguan tidur, gangguan makan, atau masalah kesehatan kronis yang terkait dengan stres kronis.
Siklus kekerasan: Anak yang tumbuh dalam lingkungan KDRT memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami atau terlibat dalam kekerasan di kemudian hari. Mereka mungkin memperburuk siklus kekerasan dengan menjadi pelaku kekerasan dalam hubungan atau keluarga mereka sendiri.
Itulah informasi seputar penyebab kdrt pada anak yang perlu dipahami. Kesadaran akan penyebab KDRT pada anak menjadi penting untuk membantu masyarakat mencegah dan melindungi anak-anak dari kekerasan.
Dengan memahami faktor-faktor yang berperan, orangtua dan keluarga juga dapat bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak, di mana kekerasan tidak diterima dan hak-hak anak dihormati sepenuhnya.