Anak dari Orangtua Perokok Cenderung Mengalami Stunting, Benarkah?
Peneliti di UI berkata rokok berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembang si Kecil
7 Agustus 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Meskipun rokok dapat mengurangi rasa stres sang perokok, pernahkah perokok memikirkan dampak yang ditimbulkan dari rokok terhadap orang-orang di sekitarnya? Apabila Mama adalah salah satu perokok aktif, berhentilah merokok ya!
Karena dari riset dan penelitian Universitas Indonesia, anak dari orangtua yang merupakan perokok cenderung mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan. Kok bisa?
Faktor utama dari gangguan perkembangan anak adalah kurangnya gizi. Ketika anak mengalami kekurangan gizi dan menghirup asap rokok, ini akan menghambat proses tumbuh kembangnya, terutama pada berat dan tinggi badan.
Selain itu, polusi udara yang disebabkan oleh rokok dapat membuat rata-rata individu di Indonesia kehilangan 1,2 tahun usia harapan hidup.
Kali ini,Popmama.com sudah merangkum fakta mengenai anak dari orangtua perokok cenderung mengalami stunting. Simak informasi berikut, ya.
Editors' Pick
1. Orangtua lebih memprioritaskan rokok daripada kebutuhan anak
Ketua peneliti dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, Ph.D memberikan pernyataan bahwa riset dilakukan dengan memperoleh lebih dari 7.000 data orang tua dan anak selama puluhan tahun melalui Indonesia Family Life Survey 2018. Pihaknya juga melakukan penelitian langsung yang di Demak Jawa Tengah.
Teguh berkata bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan orangtua yang merokok secara aktif memiliki anak yang tumbuh kembangnya terganggu. “Dari situlah kami mendapati bahwa orang tua yang merokok, cenderung anaknya stunting,” ujar Teguh.
Salah satu faktornya adalah orangtua lebih memprioritaskan membeli rokok dibanding makanan untuk keluarga. Hal tersebut tentu saja mengakibatkan permasalahan gizi pada anak si perokok.
“Daripada untuk anaknya, uang malah digunakan untuk beli rokok. Saat turun langsung meneliti di Demak, saya terenyuh sekali melihat kondisi anak-anak yang mengalami stunting hanya karena keputusan orang tua yang tidak rasional memikirkan diri sendiri dibandingkan anaknya," tegas Teguh.
2. Kenaikan cukai rokok dapat mengurangi stunting pada anak
Kenaikan cukai rokok tentu saja dibutuhkan sebagai solusi agar keinginan seseorang membelinya hilang, menurut Teguh.
Selain itu, Teguh juga ingin berpesan kepada masyarakat agar lebih memprioritaskan gizi dan juga pendidikan anak. Khususnya ketika keluarga menerima bantuan pemerintah (Program Keluarga Harapan/PKH), seluruh penerima bantuan harus menandatangani klausul bantuan sosial dan bantuan sama sekali tidak boleh digunakan untuk membeli rokok.
“Lebih baik berhenti merokok saja, itulah tujuan utamanya dari kenaikan cukai. Penelitian kita juga menunjukkan, masih ada perokok yang rasional, artinya ketika rokok mahal, ada yang berhenti dan ada yang mengurangi rokoknya sehingga tujuan akhirnya akan tercapai, yakni cukai akan mengurangi stunting,” ucap Teguh.
Teguh benar-benar berharap sumber daya yang diberikan pemerintah bagi masyarakat kurang mampu tidak akan digunakan untuk membeli rokok. Menurutnya, hal ini akan mengurangi stunting pada anak.
3. Polusi oleh transportasi, kegiatan industri, dan rokok mengganggu perkembangan anak
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) yang juga merupakan Direktur Utama RS Persahabatan ikut menyampaikan bahwa peningkatan aktivitas industri dan transportasi membawa ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Pasalnya aktivitas tersebut dapat meningkatkan polusi udara yang merupakan salah satu faktor risiko seseorang terdampak penyakit. Polusi tersebut akan memengaruhi kualitas kehidupan seseorang.
“Akibat pajanan polusi udara, rata-rata individu di Indonesia mengalami kehilangan 1,2 tahun usia harapan hidup dikarenakan kualitas udara di Indonesia gagal memenuhi kriteria konsentrasi PM2,5 yang ditetapkan oleh WHO,” ia melanjutkan. “Penduduk di kota besar seperti Jakarta dapat kehilangan sekitar 2,3 tahun usia harapan hidup apabila terpajan dengan level polusi udara yang sama secara terus menerus.”
Polusi udara juga bisa disebabkan oleh asap rokok. Hal ini dikarenakan asap rokok memiliki kandungan yang mirip dengan gas penyebab pencemaran udara dari hasil industri. Asap rokok setidaknya mengandung 85% gas dan 15% partikel yang terhirup oleh manusia. Selain mengurangi usia harapan hidup, polusi ini dapat mengganggu perkembangan anak.
Maka dari itu, Mama dan anggota keluarga yang merokok harus berhenti ya. Jangan sampai perkembangan si Kecil akan terhambat, karena hal ini akan berdampak pada kehidupan masa depannya.
Baca juga:
- Peneliti UI Sebut Perokok Anak di Indonesia Terbanyak Kedua di Dunia
- Mengapa Perokok Pasif bisa Berisiko Terkena Paru-Paru? Ini Buktinya
- Waspada! Residu Asap Rokok Bisa Membunuh Bayi