Cegah Stunting Sejak Dini, Peran Rumah Sakit dan Orangtua Dibutuhkan
Pencegahan agar anak tidak terkena stunting perlu dilakukan sejak dini ya, Ma
21 Februari 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh anak karena gizi buruk atau infeksi berulang.
Hal ini juga menjadi salah satu permasalahan pada anak di Indonesia yang diprihatinkan. Pemerintah sendiri menargetkan penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia agar menjadi 14% dari jumlah balita di 2024.
Perlahan-lahan, penurunan stunting berhasil dilakukan sejak 2022. Menurut studi SSGI, prevalensi stunting sudah turun sebesar 2,8% menjadi 21,6%.
Ketika berbicara tentang pencegahan atau penurunan stunting, tentu saja peran rumah sakit dan orangtua sangat dibutuhkan. Untuk itu, berikut Popmama.com sediakan informasi mengenai peran rumah sakit dan orangtua yang dibutuhkan untuk pencegahan stunting sejak dini.
Simak informasi berikut.
Editors' Pick
1. Stunting lebih berisiko terjadi pada anak yang lahir prematur
Anak balita yang ketika masih bayi terlahir sebagai bayi prematur biasanya lebih berisiko terpapar dengan stunting. Pasalnya, anak yang prematur bisa mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan saat belajar, dan juga gangguan perilaku.
"Bayi dengan kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami tengkes," ucap Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo melalui Media Briefing Fresenius Kabi "Kontribusi Rumah Sakit Dukung Aksi Integrasi Percepatan Penurunan Prevalensi Tengkes".
dr. Rinawati juga menjelaskan, berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang terdapat 32,5% kasus balita yang terkena stunting karena dulu terlahir prematur.
2. Rumah sakit dapat melakukan penanganan anak stunting
Upaya penanganan stunting umumnya dilakukan oleh rumah sakit. Misalnya dengan melakukan deteksi dan pencegahan dini malnutrisi, penyediaan terapi nutrisi (parenteral, enteral, dan oral), serta penyediaan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Lies Dina Liastuti.
dr. Lies menjelaskan bahwa rumah sakit melakukan pemantauan pertumbuhan lewat grafik dan memberi dukungan terapi nutrisi. Terapi nutrisi yang dilakukan, misalnya adalah total parenteral nutrition dan bahan pangan khusus.
3. Orangtua harus memerhatikan gizi anak
Selain rumah sakit, orangtua pun memiliki peran untuk mengedukasi diri tentang pemahaman stunting. Orangtua berperan penting dalam memerhatikan konsumsi gizi si Kecil.
Mama perlu memantau apakah komposisi susu formula yang anak dapatkan sudah sesuai atau belum. Untuk anak yang tidak terlahir prematur, komposisi yang dibutuhkan menurut dr. Rinawati adalah:
- 67 kkal energi
- 1.45 g protein
- 35 mg kalsium
- 29 mg fosfor
- 5.2 mg magnesium
- 1 ug vitamin D
- 0.5 mg zinc
Sementara itu, anak yang terlahir prematur membutuhkan komposisi yang lebih besar dari anak yang tidak terlahir prematur. Berikut komposisi yang dibutuhkan:
- 81 kkal energi
- 2.3 g protein
- 99 mg kalsium
- 54 mg fosfor
- 8 mg magnesium
- 2 ug vitamin D
- 1.6 mg zinc
Demikianlah informasi yang perlu Mama perhatikan terkait pencegahan stunting sejak dini pada si Kecil.
Baca juga:
- Gerakan Aksi Gizi Generasi Maju, Usaha Pencegahan Stunting
- Anak dari Orangtua Perokok Cenderung Mengalami Stunting, Benarkah?
- Efektif Mencegah Stunting dengan Memberikan Anak Gizi Protein Hewani