Anak Sering Berulah Bukan Berarti Nakal, Simak Penjelasan Ilmiahnya!

Bukan nakal, anak sering kali butuh perhatian tetapi tidak tau cara mengungkapkannya

6 April 2025

Anak Sering Berulah Bukan Berarti Nakal, Simak Penjelasan Ilmiahnya
Freepik

Setiap orangtua pasti pernah kesal saat anak terlihat "sengaja" berulah, seperti berteriak, merusak barang, atau mengganggu orang sekitarnya.

Tapi tahukah Mama? Perilaku yang sering dikira "nakal" ini sebenarnya bentuk komunikasi anak yang belum bisa mengungkapkan perasaan dengan kata-kata, Ma.

Menurut banyak psikologi anak, perilaku mencari perhatian adalah cara alami anak menunjukkan bahwa mereka butuh interaksi, kasih sayang, atau bantuan. Inilah mengapa banyak ahli menyarankan para orangtua untuk selalu memenuhi tangki cinta anak agar senantiasa terpenuhi.

Untuk lebih jelasnya, berikut Popmama.com rangkumkan dari berbagai sumber mengenai penjelasan di balik sikap berulah anak yang sering dikira "nakal."

1. Bukan nakal, anak berupaya mencari perhatian

1. Bukan nakal, anak berupaya mencari perhatian
Lovevery.com

Dalam penelitian yang dilakukan Child Development Journal (2020) tentang perkembangan kognitif anak, didapatkan hasil bahwa orak anak yang masih di bawah usia 7 tahun itu belum memahami konsep "baik" atau "nakal".

Jadi, bagi anak-anak di bawah usia tersebut, orangtua yang memarahi mereka justru dinilai sebagai bentuk perhatian yang mereka butuhkan.

Sejalan dengan itu, penelitian lainnya yang dilakukan Journal of Child Psychology and Psychiatry (2018)  juga membuktikan bahwa 90% perilaku "negatif" anak usia 2-10 tahun sebenarnya bukan berarti mereka nakal, Ma, melainkan upaya mendapatkan perhatian orangtua.

Editors' Pick

2. Kurangnya quality time dengan orangtua

Anak yang jarang diajak ngobrol atau bermain biasanya lebih sering membuat ulah sebagai cara "memanggil" orangtua.

Sebagai contoh seperti salah satu scene pada drama Korea terbaru berjudul "When Life Gives You Tangerines", ketika karakter IU yang memerankan seorang mama tengah menata rambut anaknya yang sembari bertanya mengapa ia sering merepotkan sang Mama saat pagi hari.

Dengan kepolosannya, sang anak menjawab bahwa ia melakukan hal tersebut agar bisa mendapatkan banyak waktu bersama sang Mama sebelum berangkat bekerja. Mendengar jawaban anaknya, IU yang memerankan karakter Oh Ae Soon pun langsung tersentuh dan memeluk anaknya.

Sama halnya dengan scene yang ditayangkan di drama tersebut, dokter sekaligus psikolog anak, Andreas T dalam unggahan di Instagram-nya @andree_achoo menjelaskan bahwa, "Scene ini menyadarkan kita bahwa setiap perubahan perilaku anak pasti ada alasannya. Kalau anaknya sudah besar, dia bisa cerita. Tapi kalau masih balita, mereka sering nggak sadar kenapa bisa bertingkah seperti itu."

3. Tangki cinta anak kurang diperhatikan

3. Tangki cinta anak kurang diperhatikan
Pexels/Ketut Subiyanto

Lebih lanjut, dr. Andreas menjelaskan bahwa dalam buku "The Whole Brain Child", perilaku anak dalam scene drama tersebut dinamakan efek dari memori implisit.

Di mana kondisi ini membuat otak anak tanpa sadar membentuk pola bahwa mereka tidak suka dimarahi, diteriaki, apalagi dihukum, tapi akhirnya anak mendapat perhatian dengan cara yang mungkin bikin orangtua menggelengkan kepala.

dr. Andreas menambahkan bahwa perilaku anak seperti ini bukan berarti mereka melakukan kesengajaan, Ma, tapi mereka hanya nggak tau bagaimana sih cara lain mengatakan pada orangtuanya bahwa mereka butuh perhatian.

Dari contoh tersebut, kita juga disadarkan bahwa setiap anak memiliki tangki cinta yang perlu dipenuhi setiap harinya. Jadi, di tengah kesibukan yang orangtua lakukan, dr. Andreas menambahkan bahwa sudahkah kita mengisi tangki cinta untuk anak?

Sama seperti kendaraan yang butuh bensin, anak juga butuh "isi ulang" cinta setiap hari melalui pelukan, obrolan, atau sekadar main bersama. Dengan memenuhi tangki cinta anak, perilakunya bisa lebih positif karena merasa aman dan diperhatikan. 

4. Anak meniru komunikasi yang mereka lihat

4. Anak meniru komunikasi mereka lihat
Freepik

Seperti kita ketahui bahwa anak adalah peniru ulung, terutama dalam hal komunikasi. Nah, jika Mama atau Papa hanya memerhatikan atau merespons anak saat mereka berperilaku negatif saja, anak pun akan belajar bahwa cara terbaik untuk mendapat perhatian orangtua adalah bertindak "nakal".

Penelitian Harvard tentang Parent-Child Communication (2019) membuktikan bahwa anak cenderung mengadopsi gaya interaksi yang paling sering mereka lihat di rumah. Jadi, kalau Mama atau Papa sering bereaksi saat si Kecil rewel daripada saat tenang, maka anak beranggapan bahwa berteriak atau merusak barang adalah cara efektif untuk berkomunikasi.

Jangan langsung dimarahi, Ma, anak yang sering berulah ini adalah bentuk komunikasi mereka untuk mendapat perhatian orangtua meskipun caranya mungkin sering bikin kita merasa kesal.

Solusinya, cobalah beri perhatian lebih saat anak bersikap baik, seperti memuji ketika mereka sabar atau membantu menyelesaikan pekerjaan bersama. Dengan begitu, anak belajar bahwa perilaku positif justru lebih dihargai.

Jadi, daripada langsung memberi label "nakal", yuk coba luangkan waktu 10 menit sehari untuk bermain atau mendengarkan cerita anak. Dengan konsisten melakukan ini, perilaku yang sering dianggap menjengkelkan orangtua ini akan hilang dengan sendirinya ketika anak merasa diperhatikan.

Perlu diingat bahwa bagi anak kecil, perhatian orangtua adalah kebutuhan dasar yang mereka perlukan setiap harinya, bukan sekadar keinginan belaka ya, Ma, Pa.

Baca juga:

The Latest