Tantrum pada anak adalah hal yang umum terjadi, terutama pada balita yang masih belajar mengekspresikan perasaan mereka. Ledakan emosi ini bisa berupa tangisan, teriakan, bahkan amukan yang sering membuat orangtua merasa kewalahan.
Namun, memahami penyebab di balik tantrum adalah langkah penting untuk membantu anak mengelola emosinya dengan lebih baik. Vicky Natasha selaku Founder dan CEO Pro Familie mengatakan tantrum pada anak sebaiknya tidak dialihkan dengan pemberian gadget, melainkan memahami tantrum tersebut.
Lantas bagaimana sebaiknya cara terbaik orangtua hadapi anak tantrum? Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya!
1. Orangtua membantu anak mendefinisikan emosinya
Freepik/user15285612
Vicky mengungkapkan untuk anak yang mulai memasuki 'masa tantrum' yakni biasanya dimulai usia 1,5 tahun hingga 4 tahun. Pada masa ini anak sudah bisa berbicara tetapi belum bisa memahami emosinya.
"Akhirnya dia menunjukkan sikap-sikap meledak-meledak, nangis, teriak-teriak, menjatuhkan badan di lantai. 1,5 tahun sampai 3 tahun bahkan ada yang sampai 4 tahun juga," tuturnya kepada Popmama.com.
Perempuan yang kini tinggal di Jerman itu mengatakan kalau orangtua harus bisa mengenali emosi anak. Terutama untuk balita yang baru bisa tantrum, misalnya di usia 1,5 tahun.
2. Bukan mengalihkan tantrum melainkan menunggu selesai
Freepik
Saat anak tantrum, biasanya itu cara anak untuk mencari perhatian. Orangtua hendaknya mengenali penyebab dan kebiasaan tantrum anak. Namun, ingat saat anak tantrum jangan buru-buru membuatnya berhenti menangis ya.
"Kalau anak-anak sudah terlanjur tantrum, harusnya itu dikasih waktu untuk tantrum. Jangan tantrumnya di-stop artinya kalau misalnya ada anak yang nangis teriak-teriak dikasih ponsel, nonton YouTube. Justru itu bukan menyelesaikan tapi hanya memberikan distraksi, malah anak jadi nggak fokus lagi," jelasnya.
Anak mungkin bisa berhenti menangis untuk sementara, namun saat alat distraksinya diambil lagi dia akan kembali tantrum. Pada akhirnya ini tidak menyelesaikan masalah tantrum tadi.
3. Membiarkan tantrum bukan berarti mendiamkan anak
Popmama.com/Krisnaji Iswandani
Ada perbedaan antara mendiamkan anak yang tantrum dan membiarkannya melampiaskan emosi yang ada. Orangtua juga jangan mengabaikan anak saat tantrum, Vicky membagikan caranya.
"Anak tantrum buka didiamkan dalam artian kita kasih dia waktu. Misalnya 'oh kamu kenapa nangis, sini cerita ke Mama '. Di sini orangtua selalu kasih sinyal bahwa kita itu ada. Jadi nanti kalau dia menangisnya sudah reda kalau dan sudah tidak teriak-teriak lagi, tandanya sudah mulai bisa regulasi emosi," pungkas Vicky.
Dari sini orangtua baru mengajak anak ngobrol. Menanyakan alasan mengapa ia tantrum tadi. Cara ini membuat anak merasa didengarkan oleh orangtua. Keberadaannya bukan hal yang memalukan meski sempat tantrum.
"Misalnya karena kesal mainannya dirusak. Ok, kita sebagai orangtua merasa empati, kita menjadi cermin dengan bilang 'kalau mama jadi kamu juga akan sedih atau marah'. Ini agar anak itu merasa kalau perasaannya yang aneh itu punya nama dan bisa belajar untuk diregulasi," terangnya.
Editors' Pick
4. Menjelaskan ke anak kalau perasaan tidak nyaman itu wajar dirasakan
Freepik/karlyukav
Berbeda dengan orang dewasa yang sudah punya kemampuan regulasi emosi, anak-anak perlu bimbingan. Ia butuh mengenali berbagai emosi itu dan penyalurannya agar tepat dan tidak membahayakan dirinya dan orang sekitar.
Tantrum adalah salah satu bentuk penyampaian emosi anak yang tidak nyaman. Orangtua perlu memahami otak anak yang masih bingung dengan berbagai emosi baru yang dirasakannya.
"Pengalaman seperti itu pasti akan juga sedih atau marah. Jadi kita kasih sinyal ke mereka bahwa perasaan itu normal. Mau senang, sedih, marah," jelasnya.
5. Gadget jadi salah satu penyebab tantrum untuk gen Alpha?
Freepik
Perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri membuat kehidupan sehari-hari semakin mudah. Anak-anak yang lahir tahun 2010 dan setelahnya sudah awam dengan berbagai gadget yang ada, termasuk kecanggihan internet.
Sebagai orangtua membatasi atau tidak memakai sama sekali juga tidak mungkin.
Karena anak juga perlu ikut berkembang agar tidak gagap secara teknologi. Namun, jangan sampai kecanduan karena ternyata tantrum berlebihan bisa berawal dari gadget itu sendiri.
"Ada satu faktor anak tidak bisa meregulasi emosi dan juga tantrum yang berlebihan itu karena gadget. Kenapa? Karena pertama jadi tidak eksplor lingkungannya. Sedikit-dikit main tablet atau handphone yang dia tidak bergerak," pungkas Vicky.
Ia menyebut kalau tantrum anak adalah emosi dan juga energi mereka yang tidak tersalurkan. Oleh karenanya ketika tidak cukup bergerak atau tidak seimbang kebutuhannya dengan apa yang dikeluarkan, mereka jadi lebih meledak-ledak.
6. Tantrum bisa terjadi ketika anak terpapar video yang tidak sesuai umurnya
Popmama.com/Krisnaji Iswandani
Penyebab selanjutnya yang dijelaskan Vicky masih berkaitan dengan penggunaan gadget tadi. Namun, di sini anak sudah lebih jatuh terdalam yakni karena sudah melihat tayangan yang bukan seusianya.
"Anak usia dini mereka harus memproses semuanya di otak dan kalau ada informasi yang belum cocok untuk mereka itu bisa membuat mereka jadi overthinking dan tidak paham. Tadi itu maksudnya apa ya? Ini membuat mereka jadi stres dan itu bisa memicu tindakan tantrum atau faktor tantrum jadi lebih meledak-ledak yang nantinya susah untuk diregulasi," jelasnya.
7. Jangan langsung beri gadget saat anak tantrum!
Freepik
Meski gadget menjadi salah satu penyebab anak tantrum yang berlebihan, orangtua juga tidak bisa menghilangkannya dari kehidupan anak. Terpenting adalah bagaimana melatih anak meregulasi emosinya saat tantrum itu terjadi.
"Kalau baru tantrum langsung dikasih gadget, jadinya terbiasa. Kalau saya merasa sedih atau tidak nyaman, saya mau gadget. Jadi itu seperti solusinya dan akan ketergantungan," pungkasnya.
Padahal jika orangtua mau mendengarkan anak, membantunya memahami emosinya masa tantrumnya si Kecil paling hanya 5-10 menit saja. Mungkin ada yang lebih lama hingga 30 menit tapi ini pentingnya keberadaan orangtua dianggap oleh anak.
"It takes time dan kita disitu fungsinya hanya untuk menemani anak kita. Karena saya juga guru TK di Jerman bagaimana mereka bisa handle with their emotion itu yang paling penting. Merasakan semua emosi mereka. Lalu dari situ baru kita regulasi, co-regulasi artinya," jelas Vicky.
8. Orangtua membantu anak melabeli emosinya sendiri
Pexels/Alex Green
Langkah selanjutnya yang bisa orangtua lakukan adalah dengan membantu anak melabeli atau memberi nama emosinya. Inilah fungsi betapa pentingnya proses kedekatan secara emosional antara orangtua dan anak.
"Jadi gadget itu hanya untuk distraksi saja sebenarnya, bukan membantu. Penting sekali ya untuk memberi tahu anak soal emosinya, kalau emosi dia itu valid, tidak apa-apa kayak gini. Dan yang paling penting kita harus bisa memberikan nama segala emosi-emosi itu. Karena mereka masih belum tahu, kalau saya perasaan kayak gini tuh nama itu perasaannya seperti apa," jelas Vicky.
Orangtua di sini mesti sabar tetapi jangan menganggap anak juga bodoh. Karena secara kerja otak sama dengan dewasa hanya saja mereka masih kecil dan belum banyak pengalaman layaknya orang dewasa.
"Kita harus membantu. Oh, kalau seperti ini, itu namanya kamu lagi bosan, atau kamu ngantuk, atau kamu lagi capek, atau kamu lagi marah, sedih, kecewa, dan sebagainya. Sejak saat dini sudah dikenalkan emosi-emosi ini. Bahkan saat anak itu masih bayi kita bisa mulai membacakan buku-buku yang berkaitan," tuturnya.
Itulah tadi informasi mengenai cara terbaik orangtua hadapi anak tantrum. Semoga bisa membantu mama dan si Kecil ya!