Tren "sad beige mom" yang mengedepankan estetika warna netral dan beige sedang populer di media sosial, karena warna-warna ini dianggap estetik dan cocok untuk foto-foto orangtua.
Para mama yang mengikuti tren ini sering memilih barang-barang anak, seperti pakaian, mainan, dan dekorasi kamar, dengan warna netral seperti krem, cokelat muda, abu-abu, dan putih.
Meski terlihat minimalis dan tenang, ada kritik bahwa estetika ini bisa kurang memberikan stimulasi visual yang dibutuhkan anak. Dunia anak memerlukan lingkungan ceria, penuh warna, dan stimulasi, bukan hanya tampilan yang cocok untuk orang dewasa.
Berikut Popmama.com rangkum mengenai fenomena sad beige mom, anak jadi kurang stimulasi visual?
1. Awal mula tren 'sad beige mom' yang viral
Pexels/Arina Krasnikova
Fenomena sad beige parenting atau pengasuhan dengan warna netral bermula dari seorang kreator TikTok bernama Hayley DeRoche. Di akunnya, DeRoche menyadari bahwa iklan untuk produk anak-anak semakin bergeser ke ranah absurd karena lebih mengedepankan warna netral dan warna kalem.
Mengingat saat ini banyak orangtua yang ingin membuat konten menarik tentang keluarga dan anak, tentunya mementingkan estetika. Warna netral banyak dipilih karena terlihat minimalis dan cocok untuk kamera.
Lantas, apakah ketiadaan warna ini memengaruhi perkembangan anak? Apakah sad beige parenting/ sad beige mom justru menciptakan anak dengan karakteristik murung dan menyedihkan?
2. Apakah sad beige parenting berpengaruh ke perkembangan anak?
Pexels/Ivan Samkov
Menurut dr. Lisa Diard, MD., dikutip dari Cleveland Clinic, menghilangkan warna cerah dari kehidupan anak tidak secara langsung membahayakan mereka.
Perdebatan tentang estetika sad beige mom sebenarnya bukan soal warna, melainkan bagian dari percakapan budaya yang lebih luas tentang apa artinya menjadi orangtua yang baik.
Tren warna krem dan netral dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk budaya pop. Banyak selebritas dan influencer memilih dekorasi minimalis dengan warna netral, yang kini menjadi simbol status dan gaya hidup.
Palet warna ini sering diasosiasikan dengan kekayaan, selera, dan bahkan kebebasan, di tengah banyaknya pengorbanan yang menyertai peran sebagai orangtua.
Editors' Pick
3. Banyak sad beige mom/parents, bentuk egoisme orangtua?
Pexels/Mikhail Nilov
Banyak orangtua memilih warna krem untuk menciptakan estetika rumah yang mendukung self-care, mengekspresikan identitas mereka, dan menciptakan suasana yang damai.
“Memiliki estetika pribadi bukanlah hal berbahaya, bahkan saat mengasuh anak kecil. Di usia dini, mereka tidak peduli apakah kamar mereka berwarna krem,” jelas dr. Diard.
Selain kamar, anak juga terpapar berbagai warna saat berjalan-jalan dengan stroller, menonton film favorit, bermain sensorik, atau melihat pakaian dan aksesori lucu. Bahkan di lingkungan serba krem, bayi tetap tumbuh di dunia penuh warna.
4. Apakah anak membutuhkan warna cerah untuk stimulasi visual?
Pexels/Tatiana Syrikova
Saat bayi lahir, mereka membuka mata sedikit karena sensitivitas terhadap cahaya dan sering menggunakan penglihatan tepi. Seiring waktu, mata mereka berkembang, dan mereka mulai bisa mengikuti objek.
"Sejak lahir, bayi dapat mendeteksi intensitas cahaya yang berbeda, tetapi belum memahami warna. Kemampuan mengenali warna berkembang sekitar usia empat bulan," jelas dr. Lisa.
Sebelum itu, bayi lebih responsif terhadap kontras visual seperti warna primer atau hitam-putih, bukan pada warna itu sendiri. Jika kamar bayi berwarna abu-abu atau merah muda pucat, tidak perlu khawatir.
"Bayi tidak membutuhkan spektrum warna penuh untuk perkembangan visual mereka. Desain rumah tidak memengaruhi perkembangan bayi atau mencerminkan apakah orangtua yang bahagia atau tidak," tambahnya.
5. Pertimbangan tetap estetik tetapi stimulasi visual anak terjaga
Pexels/Lisa Fotios
Dr. Lisa Diard menekankan bahwa tidak ada yang salah dengan warna beige krem jika orangtua menyukainya, tetapi ada dua hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, jangan mengecat mainan anak, seperti yang dilakukan seorang ibu yang mengecat mainan pohon Natal putrinya untuk "menetralkan" warna, ini pula memicu kontroversi.
Kedua, biarkan anak mengembangkan selera mereka sendiri. Menggunakan warna netral saat anak masih kecil masuk akal, tetapi ketika mereka mulai tumbuh, orangtua perlu memberi ruang bagi preferensi anak.
"Ketika anak masuk taman kanak-kanak dan melihat teman-temannya mengenakan gaun neon, mereka mungkin ingin yang sama. Orangtua perlu belajar berkompromi," kata dr. Lisa.
6. Alasan warna penting untuk stimulasi anak, ini tipsnya!
Pexels/Kaboompics.com
Anak-anak membutuhkan stimulasi visual yang beragam untuk perkembangan sensorik dan otak mereka. Warna cerah dan kontras tinggi penting untuk:
Perkembangan visual, membantu anak mengenali pola dan bentuk.
Kemampuan kognitif, karena warna mencolok meningkatkan memori dan fokus.
Kreativitas, dengan merangsang imajinasi dan eksplorasi.
Lingkungan dengan warna netral seperti beige tidak buruk, tetapi dapat memberikan stimulasi visual yang minim saat anak mulai mengenali warna.
Orangtua bisa menciptakan keseimbangan antara warna netral dan stimulasi visual, misalnya dengan menambahkan mainan warna-warni di kamar beige. Selain itu, memilih pakaian cerah atau menambahkan elemen dekoratif seperti poster warna-warni atau lampu unik juga dapat mendukung perkembangan anak, seperti yang disarankan oleh dr. Lisa Diard.
Itulah tadi informasi mengenai fenomena sad beige mom, anak jadi kurang stimulasi visual serta segala kontroversinya. Semoga membantu mama para pecinta beige yang ingin tetap estetik tetapi tidak kehilang stimulasi untuk anak.