Meita Irianty Aniaya Anak di Daycare karena Khilaf, Ini Kata Psikiater

MI mengaku khilaf aniaya anak di daycare, kondisi psikologis pelaku masih diperiksa

1 Agustus 2024

Meita Irianty Aniaya Anak Daycare karena Khilaf, Ini Kata Psikiater
Instagram.com/infodepok_id; x.com/cingreborn

Kepolisian Resor Metro Depok berhasil menangkap pemilik daycare, Meita Irianty atau MI. Ia sebelumnya diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang anak berusia 2 tahun di tempat penitipan anak miliknya.

Penangkapan ini dilakukan setelah adanya laporan dari orangtua korban yang mendapati anaknya mengalami luka memar dan trauma akibat kekerasan yang dilakukan oleh tersangka.

Kasus ini mencuat ke publik setelah video rekaman CCTV yang memperlihatkan tindakan kekerasan tersebut viral di media sosial. Adapun rekaman CCTV itu diterima oleh orangtua korban pada 24 Juli 2024 lalu dari guru yang bekerja di daycare milik pelaku.

Psikiater Jiemi Ardian dalam videonya menjelaskan kemungkinan alasan pelaku melakukan hal tersebut. Salah satu kemungkinan yang disebutkan karena mungkin ada trauma masa lalu.

Sementara itu, Meita Irianty sudah ditangkap polisi pada Rabu (31/7/2024) pukul 22.00 WIB oleh Polres Metro Depok.

Berikut Popmama.com rangkum alasan Meita Irianty aniaya anak di daycare kata psikiater Jiemi Ardian.

1. Pelaku Meita Irianty sudah ditangkap

1. Pelaku Meita Irianty sudah ditangkap
Freepik/wirestock
Ilustrasi

Setelah sebelumnya viral terduga MI yang menganiaya anak 2 tahun di daycare miliknya di Depok pada 11 Juni 2024 lalu. Korban mengalami luka memar karena perbuatan terduga pelaku.

Setelah sebulan lebih berjalan dan orangtua korban, Rizki Dwi Utari (28) melaporkan MI ke polisi beserta bukti rekaman CCTV dari guru yang bekerja di daycare itu. Akhirnya pada Rabu (31/7/2024), Kapolres Metro Depok, Kombes Arya Perdana, mengonfirmasi penangkapan terhadap MI di rumahnya sekitar pukul 22.00 WIB.

Penangkapan ini didasarkan pada keterangan empat orang saksi dan bukti rekaman CCTV yang menunjukkan MI melakukan kekerasan terhadap korban.

Arya menjelaskan bahwa penangkapan dilakukan setelah gelar perkara kasus ini pada Rabu sore. Status MI langsung dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan, yang menandakan bahwa bukti-bukti yang ada sudah cukup kuat untuk menetapkan MI sebagai tersangka.

2. Kasus semakin disorot karena pelaku adalah influencer parenting

2. Kasus semakin disorot karena pelaku adalah influencer parenting
x.com/cingreborn

Selain sebagai pemilik daycare di Depok itu, MI rupanya juga dikenal sebagai influencer parenting. Ini yang membuat publik semakin marah dengan kasus penganiayaan tersebut.

Namun, saat ditangkap polisi MI mengakui perbuatannya di depan penyidik dan akan menghadapi proses hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sebelumnya di media sosial X/Twitter sendiri nama Meita Irianty atau MI sudah viral terlebih dahulu.

Editors' Pick

3. Alasan pelaku menganiaya korban masih diselidiki

3. Alasan pelaku menganiaya korban masih diselidiki
Instagram.com/depok24jam

Setelah ditangkap, MI langsung diperiksa oleh polisi. Arya menyebut motif khusus pelaku MI menganiaya korban masih perlu didalami. MI juga akan di tes kondisi kejiwaannya.

Kendati begitu, Arya mengatakan bahwa pelaku telah mengaku memukul hingga menendang korban karena khilaf. Pelaku tidak menyebutkan alasan atau motif lain di balik perbuatannya.

Sebagai informasi, orangtua MK (2), korban penganiayaan Meita Irianty mengadukan kasus ini ke KPAI dan melaporkan ke Polres Depok pada Senin, 29 Juli 2024. Laporan teregistrasi dengan nomor LP/B/1530/VII/2024/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA.

4. Emosi yang meletup-letup dan punya trauma mungkin jadi alasan

4. Emosi meletup-letup pu trauma mungkin jadi alasan
x.com/cingreborn

Pada akun Instagram dan Tiktok Psikiater Jiemi Ardian menyebut seseorang bisa menjadi pelaku kekerasan meski awalnya ia adalah korban. Video singkat itu menjelaskan tidak menghilangkan 'dosa' pelaku yang sudah melakukan kekerasan kepada korban meski dulunya ia juga korban itu sendiri.

"Seseorang bisa jadi adalah korban tapi seseorang bisa jadi adalah pelaku. Tapi ketika seorang korban sudah melakukan tindakan yang keliru, tindakan tersebut tetap tidak bisa dibenarkan dan tetap perlu mendapatkan hukuman. Sekalipun awalnya dia adalah korban. Trauma nya tetap valid untuk dipulihkan, tapi perilaku kelirunya juga valid untuk mendapatkan hukuman," jelas Jiemi di akun Instagramnya.

Adapun dalam videonya, ia menyebut salah satu trigger seseorang bisa melakukan kekerasan karena pernah mengalami trauma di masa lalu dan tidak dibenahi. Sehingga ketika mendapatkan trigger seperti bayi menangi dan lain-lain tidak bisa meregulasi emosinya dengan baik.

"Benar bisa jadi seseorang mengalami trauma makanya emosinya meletup-letup nggak jelas. Sehingga trigger terkecil pun membuat dia meledak. Sehingga korban dari trauma bisa menjadi pelaku trauma. Thats the point. Korban bisa menjadi pelaku juga, kita tidak bisa melepaskan hal ini. Bisa jadi ia mengalami sesuatu, menjadi korban tapi ketika dia melakukan hal itu kepada orang lain sebenarnya ia adalah pelaku," jelasnya.

5. Sekalipun pelaku pernah menjadi korban, hukuman tetap diberikan

5. Sekalipun pelaku pernah menjadi korban, hukuman tetap diberikan
Freepik/wirestock
Ilustrasi

Meski pada dasarnya pelaku di masa depan juga korban di masa lalu, jangan sampai proses hukum buta melihat kesalahan pelaku. Menurut Jiemi, hukuman tetap diberikan tetapi juga sembari mengobati luka trauma jika memang itu penyebabnya.

"Sudah tidak relevan lagi dia sebagai korban. Dia perlu dihukum, kepastian hukum harus ada," tegasnya.

6. Jika pelaku dulunya korban, pengobatan tetap harus dilakukan

6. Jika pelaku dulu korban, pengobatan tetap harus dilakukan
Freepik

Namun, meski diberikan hukuman jika alasan utama pelaku dulu pernah mengalami trauma maka kita tidak bisa mengabaikan itu. Trauma yang pernah dialami dulu saat menjadi korban juga perlu dibenahi.

"Lantas bagaimana kalau dia adalah korban? Kalau dia adalah korban trauma maka pemulihan tetap perlu dilakukan. Konteksnya bukan berarti kalau dia sakit, punya trauma dan melakukan hal itu (kekerasan) itu tidak bisa (tidak dihukum). Hal yang jahat tetap jahat tapi keadaan dia adalah korban tetap juga dan perlu dipulihkan. Poinnya adalah keadilan tetap ditegakkan dan rasa sakit tetap perlu disembuhkan," tuturnya.

Itulah tadi alasan Meita Irianty aniaya anak di daycare kata psikiater. Semoga ini bisa menjadi informasi tambahan atas kasus pemilik daycare yang aniaya anak 2 tahun kemarin. 

Baca juga:

The Latest