Pada tahun 2022, Indonesia sempat diramaikan dengan berita penarikan obat sirup yang dapat memicu gagal ginjal. Banyak korban mengalami gagal ginjal akut usai mengonsumsi obat sirop yang kini telah ditarik dari peredaran oleh BPOM
Sudah 2 tahun berlalu, seorang Mama bernama Sri Rubayanti masih berusaha mendapatkan keadilan untuk anaknya yang menjadi korban gagal ginjal akut akibat meminum obat sirop.
Hingga saat ini, pihak terkait belum memberikan tanggung jawab atas kejadian yang menimpa anak dari Sri, Raina. Melalui akun TikTok pribadinya @srirubiyanti1992, Sri membagikan kronologi bagaimana putrinya bisa mengalami gagal ginjal.
Untuk informasi selengkapnya, berikut Popmama.comsiap membahas cerita anak gagal ginjal akut akibat minum sirop PT Afi Farma.
Raina mengalami gagal ginjal akut pada tahun 2022. Sri menceritakan, saat itu anaknya baru berusia 10 bulan dan memiliki berat tubuh 8 kg. Raina mengalami demam yang naik turun selama lima hari.
Dokter menganjurkan Raina meminum obat sirop sehari sekali dengan dosis 0,5 ml. Baru lima kali minum obat, Raina dinyatakan terkena gagal ginjal.
Awalnya, Sri tidak menyadari penyebab gagal ginjal akut pada putrinya adalah karena obat sirop. Raina telah mengonsumsi obat terlarang itu lebih dahulu sebelum BPOM menarik obatnya dari peredaran.
“Waktu itu saya bingung kenapa bisa gagal ginjal. Karena anak saya ini periode awal, sebelum BPOM narikin sirop penyebab gagal ginjal pada anak Raina sudah duluan (minum obatnya). Raina kenanya (gagal ginjal) Juli 2022, pemberitaan (penarikan obat) Oktober 2022 jadi jangka waktunya lumayan lama,” cerita Sri dalam video unggahan TikTok berdurasi 13 menit itu.
Editors' Pick
2. Disuruh berbohong oleh pihak rumah sakit agar bisa dirujuk
Freepik
Mengingat Raina sudah terlebih dahulu mengalami gagal ginjal sebelum pemberitaan mengenai larangan obat beredar, dokter sempat tidak tahu kalau penyebab utama gagal ginjal Raina adalah karena obat sirop.
Diceritakan, Raina mengalami mimisan di hari ke-6 usai mengonsumsi obat sirop. Hal itu membuat sang Mama segera membawanya ke rumah sakit. Namun, sesampainya di sana, pihak rumah sakit justru tidak melakukan penanganan yang cepat dan tepat.
3 hari di ruang perawatan, Raina tidak mengeluarkan urine sama sekali. Setelah pindah ke ruang picu selama 5 hari, masih belum ada progres yang baik dari Raina. Bahkan, dokter juga sudah sampai memberikan obat untuk merangsang urine, namun tak berhasil.
8 hari di rumah sakit, kondisi Raina semakin memburuk dengan mata yang tidak bisa terbuka akibat tubuh yang membengkak. Dari ujung kaki sampai kepala, Raina mengalami pembengkakan karena tidak bisa buang air kecil.
“Baru di hari ke-8 itu mau dirujuk. Kenapa baru dirujuk? Ternyata selama 8 hari itu, kita nggak dikasih tau kalau anak ini sudah gagal ginjal dan harus cuci darah. Di rumah sakit ini memang tidak punya dokter spesialis yang bisa menangani Raina. Sangat disayangkan sekali sudah 8 hari berlalu, baru dikasih tau. Harusnya di hari ke-3 atau 4 beri tahu kalau mang perlu dirujuk,” ungkap Sri.
Menurut Sri, anjuran rujuk dari rumah sakit yang tidak disebutkannya tersebut juga terlampau aneh. Pasalnya, Sri disuruh berbohong dengan kondisi sang Anak kepada RSCM.
“Cara rujuknya rada aneh. Saya disuruh bohong, kalau nggak bohong nanti nggak terima di RSCM-nya. Dokternya bilang kita tidak memfasilitasi ambulans, jadi ke RSCM sendiri. Akhirnya, surat dan berkas ditulis, di resume Raina ditulis sembuh,” lanjutnya.
“Tapi akhirnya saya nggak ke RSCM, tapi ke Rumah Sakit Harapan Kita di daerah Slipi. Pas di sana, saya maunya berbohong sesuai dengan yang disarankan dokter rumah sakit sebelumnya. Tapi, pas saya ke IGD, saya disarankan justru jangan ada yang ditutup-tutupin. Kalau ditutupin, malah pihak rumah sakit nggak akan bisa nanganin Raina,” tambahnya.
Akhirnya, pihak rumah sakit yang baru menerima Raina sebagai pasien untuk ditangani. Dari hasil USG, terkuak bahwa ginjal Raina sudah bermasalah. Raina berada di ruang ICU selama kurang lebih 11 hari.
Di hari ke-14, Raina langsung operasi untuk pasang akses agar bisa cuci darah. 14 Juli 2022, Raina keluar dari ruang ICU untuk pindah ke ruang perawatan.
Selama 24 hari pemulihan, tubuh Raina yang tadinya bengkak perlahan sudah kembali membaik.Tubuh bengkak akibat gagal ginjal sempat membuat berat badan Raina yang tadinya 8 kg menjadi 12,6 kg.
“Pemberitaan keluar Oktober 2022. November itu ada teman saya telepon kayaknya anakmu karena obat ini. Dia bilang, ‘coba deh cek obat yang anak minum sama yang sudah ditarik sama BPOM’. Ternyata, pas BPOM keluarin daftarnya dan Raina minum obat itu. Benar aja, dia gagal ginjal karena sirop ini. Yang memproduksi obatnya ternyata bermasalah,” ujar Sri.
Sri pun tidak ragu untuk membeberkan kalau obat sirop yang membuat anaknya mengalami gagal ginjal merupakan obat buatan PT Afi Farma. Tak hanya Raina, ternyata banyak korban lainnya yang harus cuci darah akibat mengonsumsi obat dari PT Afi Farma.
4. Penjelasan BPOM RI tentang penarikan obat sirup anak karena dapat memicu gagal ginjal
Freepik/8photo
Pada Oktober 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengumumkan beberapa obat sirop yang dilarang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Pengumuman itu dibuat karena adanya hasil temuan Kemenkes terkait kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.
Melalui laman resminya, BPOM RI juga memberikan penjelasan tentang isu obat sirup yang berisiko mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG). BPOM menginformasikan hal-hal sebagai berikut:
BPOM sebelumnya telah menyampaikan penjelasan mengenai sirup obat untuk anak yang terkontaminasi DEG dan EG di Gambia, Afrika, pada Rabu, 12 Oktober 2022 yang dapat diakses melalui tautan https://www.pom.go.id/penjelasan-publik/penjelasan-bpom-ri-tentang-sirup-obat-untuk-anak-di-gambia-afrika-yang-terkontaminasi-dietilen-glikol-dan-etilen-glikol, dan Sabtu, 15 Oktober 2022 melalui tautan https://www.pom.go.id/penjelasan-publik/penjelasan-bpom-ri-tentang-sirup-obat-untuk-anak-di-gambia-afrika-yang-terkontaminasi-dietilen-glikol-dan-etilen-glikol-2.
BPOM kembali menegaskan bahwa obat sirup untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India. Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia dan hingga saat ini, produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM.
BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG. Namun demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan, BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
Kementerian Kesehatan telah menjelaskan bahwa penyebab terjadinya gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) belum diketahui dan masih memerlukan investigasi lebih lanjut bersama BPOM, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan pihak terkait lainnya.
BPOM mendorong tenaga kesehatan dan industri farmasi untuk aktif melaporkan efek samping obat atau kejadian tidak diinginkan pasca penggunaan obat sebagai bagian dari pencegahan kejadian tidak diinginkan yang lebih besar dampaknya. BPOM juga berkoordinasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya dalam rangka pengawasan keamanan obat (farmakovigilans) yang beredar dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia.
BPOM juga melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, dan pengujian sampel secara bertahap terhadap produk obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG. Hasil pengujian produk yang mengandung cemaran EG dan DEG tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi. Selanjutnya, untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan Izin Edar dan/atau pencabutan Izin Edar.
Semua industri farmasi yang memiliki obat sirup yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, diminta untuk melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan/atau bahan baku jika diperlukan.
BPOM mengajak masyarakat untuk menggunakan obat secara aman dan selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Menggunakan obat secara sesuai dan tidak melebihi aturan pakai;
Membaca dengan seksama peringatan dalam kemasan;
Menghindari penggunaan sisa obat sirup yang sudah terbuka dan disimpan lama;
Melakukan konsultasi kepada dokter, apoteker atau tenaga kesehatan lainnya apabila gejala tidak berkurang setelah 3 (tiga) hari penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas pada upaya pengobatan sendiri (swamedikasi);
Melaporkan secara lengkap obat yang digunakan pada swamedikasi kepada tenaga kesehatan;
Melaporkan efek samping obat kepada tenaga kesehatan terdekat atau melalui aplikasi layanan BPOM Mobile dan e-MESO Mobile.
BPOM juga mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kefarmasian atau sumber resmi serta selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat.
5. Daftar obat sirop yang tidak memenuhi syarat
Freepik/user18526052
Untuk daftar obat sirop yang tidak memenuhi syarat dan dicabut izin edarnya, Mama bisa mengetahuinya lewat laman resmi di https://www.pom.go.id/sirop-dicabut/.
Itu dia ulasan mengenai cerita anak gagal ginjal akut akibat minum sirop PT Afi Farma. Sampai saat ini, Mama Sri masih mencari keadilan untuk putrinya yang tidak mendapat pertanggungjawaban dari pihak terkait.