Marco Barasuara: Ketakutan Terbesar Menjadi Papa adalah Melihat Putri Saya Tumbuh Dewasa dan Punya Pacar
Produser Raisa yang satu ini ternyata punya cara bonding yang unik dengan putrinya
13 November 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pada edisi spesial Hari Ayah Nasional, Popmama.com mengajak ketiga musisi yang juga menjadi Papa Milenial untuk berbagi cerita seputar parenting.
Mereka adalah Rendy Pandugo, Keybordist Maliq & the Essential, Ilman Ibrahim dan juga drummer Barasuara, Marco Steffiano.
Bukan tanpa alasan, dari dulu hingga saat ini, peran Papa dalam tumbuh kembang anak sangatlah penting.
Dilansir dari Psychology Today, dijelaskan bahwa Fatherhood menjadi sebuah fenomena yang kompleks dan unik dengan konsekuensi besar bagi pertumbuhan emosi dan intelektual anak.
Erik Erikson, pelopor dalam dunia psikologi anak, menegaskan bahwa cinta seorang Papa dan Mama berbeda kualitasnya.
'Love more dangerously', seperti itulah cinta dari para Papa kepada anaknya, karena cinta mereka lebih dipenuhi dengan harapan daripada cinta seorang Mama.
Oleh karena itu, tidak dapat dielakkan lagi kalau seorang Papa sangat memberikan kontribusi yang unik dalam mengasuh anak.
Hal tersebut juga terjadi pada drummer Barasuara yang juga sekaligus menjadi produser musik Raisa, Marco Steffiano.
Dibalik sosoknya yang enerjik ketika sedang berada di atas panggung, ternyata suami dari Indah Devina yang satu ini juga memiliki jiwa 'kebapakan' yang sangat tinggi pada putri semata wayangnya, Chanda Mori Steffiano.
Nah, bagi kamu yang penasaran bagaimana cerita Marco seputar parenting yang ia terapkan pada sang Anak, berikut Popmama.com telah merangkumnya secara lengkap dan eksklusif.
1. Bonding unik a la Marco bersama anak dan istrinya
Bukan zamannya lagi, hanya Mama yang punya hubungan emosional kuat dengan anak. Papa pun bisa, walau Papa tak hamil, melahirkan atau bahkan menyusui.
Menurut penelitian, anak yang dekat dengan Papanya akan cenderung lebih terjaga dari depresi daripada anak yang tidak.
Apalagi, jika sang Papa konsisten sebagai tipe pendengar yang juga senang mengajaknya bicara sejak masih sangat kecil hingga dewasa. Hal tersebut juga dilakukan oleh Marco pada anaknya.
"Kegiatan yang dilakukan bareng Chanda kalau lagi nggak ada Mamanya sebenarnya lumayan ngaco tapi berkesan sih. Kan saya suka banget main PS viva bola atau tembak-tembakan, waktu saya main itu dia suka heboh sendiri lihat gambar dan bunyinya. Selain itu, kebanyakan juga saya suka ajak Chanda main bola lempar, nanti dia bakal senang sendiri meskipun itu mainan cowok," ujar Marco.
Tak hanya itu, Marco juga mengungkapkan bonding unik yang ia lakukan bersama anak dan istrinya.
"Anak saya itu suka jahil seperti Mamanya. Contohnya gini, kan kalau malam dia itu suka nyusu ke Mamanya terus Mamanya suka iseng bilang 'tuh nak, nyusu ke Papa' dia jahil nyuruh Chanda isengin saya karena dia tahu saya orangnya gelian banget, terus Chandanya juga jadi iseng suka gangguin saya. Dari becandaan itu sekaligus jadi cara bonding kita satu sama lain," ungkap Marco lagi.
"Nggak cuma itu, ada juga bonding unik lainnya yang biasa kita lakuin. Jadi gini, saya itu orangnya jijik-an banget dan nggak bisa lihat kotor dikit, nah istri saya itu sudah hafal banget sama sifat saya. Sedangkan kalau anak kecil itu berantakan saat makan kan wajar, tapi saya masih agak geli kalau harus angkat dia abis makan dan lagi berantakan. Nah, saat-saat itulah istri saya suka jahil, dia suka sok-sok repot urus yang lain supaya saya ngurusin Chanda pas lagi berantakan. Jadi kalau badan saya sudah kena nasi bekas Chanda makan, itu saya suka teriak-teriak sendiri dan akhirnya mereka ketawa, bahkan Chanda malah makin iseng nempelin nasi ke tangan saya," kenangnya.
Meskipun simpel, hal-hal tersebut sangat membuat Marco bahagia dan bersyukur memiliki keluarga kecil yang kompak satu sama lain.
"Selama ini kita nggak pakai baby sitter, jadi urus berdua aja. Waktu ke Jepang juga pergi cuma bertiga aja. Dari situ saya jadi bersyukur, dengan nggak ada baby sitter, bonding kita berdua ke Chanda jadi lebih intense, kita juga jadi lebih sadar untuk bisa urus anak," tandasnya.
Editors' Pick
2. Pola asuh eksperimen a la Marco dan istri yang sangat milenial
Tiap generasi memiliki pola asuh yang berbeda. Termasuk generasi milenial yang kini memiliki pola asuh yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.
Para orangtua pada generasi pendahulu milenial dinilai cenderung fokus berlebihan terhadap anak dan punya peran besar dalam menentukan masa depan atau hal-hal yang dikonsumsi keturunan mereka.
Namun kini, gaya mendikte para orangtua terdahulu telah ditinggalkan. Kolaborasi dengan anak justru menjadi tren dalam mengasuh anak bagi kaum milenial.
Hal tersebut juga sejalan dengan apa yang diterapkan oleh Marco dan sang Istri, Indah.
"Pola asuh kita lebih ke eksperimen sendiri sih, karena anak saya sendiri jadi lebih ke eksperimen sendiri saja. Toh, saya nggak mungkin menyakiti anak saya, jadi saya nggak mungkin eksperimen yang melebihi atau menyakiti anak saya juga. Sebisa mungkin saya mencari celah yang nyaman untuk dia juga, bukan memaksakan kehendak saya," ungkap Marco.
Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya dan Indah tidak memiliki perbedaan dalam mengasuh anak, mereka lebih banyak bertukar pikiran dan berbagi pendapat dalam mengurus Chanda.
"Kita nggak ada perbedaan dalam mengasuh anak. Ya coba untuk bisa satu visi aja sih, karena kita mikirnya punya dua guru yang berbeda aja bingung kan jadi mendingan satu visi saja. Kalau ada perbedaan, paling ya diobrolin dulu, istri saya juga suka baca buku tentang parenting," tambahnya lagi.
Meski begitu, masalah perbedaan pola asuh masih tetap mereka rasakan. Bukan antara mereka, tapi lebih kepada orangtua mereka atau nenek dan kakek Chanda.
"Saya mengizinkan Chanda untuk nonton YouTube karena nanti pada zamannya teknologi akan lebih canggih, kalau kita nggak ngebolehin mau gimana nanti dia. Tapi memang nggak boleh terlalu sering, semuanya ada porsinya. Cuma beda lagi kalau lagi sama neneknya, hampir semua dibolehin sampai nonton YouTube terlalu lama. Itu sih paling permasalahannya," ungkap Marco.
"Untuk mengatasinya, paling kalau masalahnya ada di Mama dari istri saya, tugas istri sayalah yang menegurnya. Begitupun sebaliknya, kalau masalahnya ada di Mama saya, maka sayalah yang harus ngomong sama Mama saya," ujarnya lagi.
Seperti karakter milenial pada umumnya, kehidupan rumah tangga dan pola asuh Marco bersama sang Istri juga tidak 100% teratur dan terjadwal. Mereka lebih condong mengikuti kemana arah air mengalir.
"Nggak tahu ini baik atau nggak, tapi kehidupan saya dan istri saya itu sangat tidak terjadwal. Jadi tidurnya Chanda pun kita nggak tahu kapan, sangat random, sekarang ini lagi tidur jam 1 malam tapi dua sampai tiga bulan yang lalu dia itu tidur jam 9 malam sampai pagi baru bangun. Tapi dia nggak rewel, karena saya memang kan hidup dari musik jadi jadwalnya juga random, anak dan istri saya juga sudah terbiasa dengan hal itu," ungkap Marco.
"Jadwal makan Chanda juga nggak teratur, misalnya dia baru bangun jam 11 pagi, sarapannya kan kelewat ya sudah nggak apa-apa makan siang aja. Toh, anak juga kalau lapar minta makan. Sejauh ini pertumbuhannya juga nggak mengganggu dia sih, jadi kita nggak gimana-gimanasih," tambahnya lagi.
"Jangankan itu, belanja bulanan pun kita nggak setiap awal bulan karena kita juga sudah biasa nggak teratur, jadi kita punya cara sendiri untuk bisa tertata rapi walaupun kita nggak teratur," tambahnya lagi.
Meskipun terkesan tak terarah, namun gaya parenting a la milenial ini memiliki manfaat tersendiri. Diantaranya adalah lebih berkembangnya kreativitas anak, membuat anak lebih percaya diri, membuat anak lebih nyaman berada dekat dengan orangtua, dan pastinya meminimalisir stres pada orangtua karena sikap luwes dalam mengasuh anak-anaknya.
3. Tak perlu budget besar, ternyata begini cara Marco hilangkan penat pekerjaan dan urusan rumah tangga
Tak hanya Mama yang membutuhkan me time, menjadi seorang Papa yang harus bekerja dan mengurus anak juga perlu me time khusus.
tersebut juga dilakukan oleh Papa milenial, Marco Steffiano guna menghilangkan penat.
"Me time sebagai Papa dan suami sih biasanya saya cuma main PS atau tidur. Saya nggak butuh liburan, yang penting main PS atau tiduran sendirian biar bisa menenangkan diri," ungkapnya.
Selain me time, Marco juga menyediakan waktunya untuk bermain bersama keluarga sekaligus teman-temannya.
Itulah mengapa, ia dan grup musiknya, Barasuara beberapa kali mengadakan playdate bersama keluarga.
"Kita beberapa kali suka playdate sama anak-anak band saya, Iga, Risa, Puti, sama anak manajer saya. Biasanya di backstage atau ngumpul di rumah salah satu teman kita," ujarnya.
"Manfaat playdate buat anak itu lebih ke cara dia bersosialisasi. Saya saat ini mengedepankan sosialisasi untuk anak, karena saya sendiri termasuk orang yang kurang bersosialisasi dan saya merasakan betapa pentingnya bersosialisasi biar dia nggak canggung kalau ketemu orang kayak Papanya," tambahnya lagi.
4. Marco banyak belajar dari istri dalam mengurus anak
Marco mengaku bahwa semenjak ia menikah dan punya anak, dirinya jadi lebih banyak belajar dan beradaptasi. Bahkan, kini ia rela mengurangi waktu mainnya bersama teman-teman.
"Waktu akhirnya jadi Papa, nggak ada hal yang bikin saya kaget soalnya saya sadar kalau memang step inilah yang akan saya lalui jadi harus bisa beradaptasi, paling beradaptasinya saja yang harus pelan-pelan. Kalau sebelum menikah, fokus saya cuma ke musik tapi setelah berkeluarga ya keluarga saya lah yang nomor satu," ujarnya.
"Sekarang main sama teman-teman jadi agak berkurang, karena teman-teman juga sudah pada berkeluarga. Nongkrong juga sudah mulai berkurang, paling pas abis rekaman saja saya izin ke istri untuk nongkrong sebentar. Atau ajang kumpulnya pas main online bareng, jadi ngobrolnya ya disitu," tambahnya lagi.
Tak hanya itu, ia juga mengaku bahwa dirinya banyak belajar parenting dari sang Istri, termasuk bermain sensory play bersama sang Anak, Chanda.
"Dulu istri saya itu guru di taman kana-kanak, jadi dia tahu permainan sensory play yang bisa dimainkan oleh Chanda. Contoh permainannya, istri saya ngajak Chanda untuk rasain tekstur benda, main di rumput, ngambil bola yang diselotip, terus ngambil bintang dari senter. Jadi ketika lagi nggak ada istri, saya bisa contoh kegiatan yang dia lakuin sama Chanda sekalian mendidik dia," ungkapnya bangga.
"Karena sering dilatih sensory play sama Mamanya, terasa banget manfaatnya meski Chanda belum pernah masuk baby school. Dia pertumbuhannya juga saya rasa cukup baik, motoriknya juga terasah. Meskipun begitu,saya nggak pernah membandingkan dia dengan anak-anak lain, asal dia ada pertumbuhan, berat badannya nggak turun, dan dia nggak sakit saja saya sudah senang," ungkapnya lagi.
Selain bermain sensory play di rumah, Marco dan istri juga beberapa kali membawa Chanda ke kebun binatang untuk mengenalkan jenis-jenis hewan pada sang Anak.
"Chanda suka banget hewan, jadi kita suka ajak dia ngeliat hewan di kebun binatang atau akuarium. Gajah, ikan, jerapah, badak tuh dia sudah tahu dan sudah bisa ucapin itu sedikit-sedikit," ujar Marco.
"Selain itu, manfaatnya lebih ke waktu dia untuk bersenang-senang aja sih. Ngeliat dia bisa senang aja tuh saya sudah senang. Ngeliat dia terkesima ketemu gajah dalam bentuk asli saja itu sudah menjadi sesuatu yang menarik buat saya," tambahnya.
5. Marco punya standar khusus untuk calon pacar anaknya
Tak hanya rasa bahagia yang ada di dalam hati Marco, rasa takut saat memiliki anak pun hingga kini ia rasakan.
Ia mengaku bahwa ketakutan terbesar menjadi seorang Papa adalah melihat putri kesayangannya tumbuh hingga akhirnya ia memiliki kekasih hati.
"Ketakutan terbesar saya menjadi Papa adalah takut kalau Chanda cepat besar dan dia punya pacar. Kalau yang lain-lain saya nggak takut sih, cuma saya lumayan cemburuan saja sama anak dan istri. Makanya saya sempat takut tadinya punya anak perempuan," ungkap Marco.
Sebagai Papa yang menginginkan hal terbaik untuk sang Putri, Marco pun memiliki standar khusus untuk laki-laki yang mau mendekati anaknya.
"Nggak ada kriteria calon pacara Chanda nanti, asal jangan bodoh saja. Bodoh itu kan luas ya, mau dia nilainya jelek di sekolah sebenarnya nggak masalah, tapi yang penting itu logikannya sebagai manusia jalan dan sopan santunnya ada. Jangan sok asik aja gitu haha," tandasnya.
Terakhir, inilah harapan Marco untuk sang Putri kelak ia besar nanti.
"Buat saya yang penting Chanda itu bisa sayang dan respek sama orangtuanya, saya nggak akan menuntut apapun ke dia, nggak perlu dia memanjakan orangtuanya, yang penting dia tahu kalau orangtuanya bekerja keras untuk dia. Saya nggak pengin nanti saat dia beranjak remaja, dia jadi benci sama orangtuanya yang suka mengatur, yang ingin saya tanamkan itu rasa cinta dari orangtuanya ke dia," tutupnya.
Nah, itulah kelima fakta menarik dan menyentuh dari seorang musisi, Marco Steffiano. Sekali lagi, selamat Hari Ayah Nasional untuk Marco dan seluruh Papa di luar sana.
Semoga dapat terus menginspirasi!
Special Edition: #MillennialPapa of the Month Edisi November 2019 – Rendy Pandugo, Marco Steffiano - Barasuara, Ilman Ibrahim - Maliq & D'Essentials
Production - Popmama.com
Editor in Chief - Sandra Ratnasari
Fashion & Beauty Editor - Onic Metheany
Lifestyle Editor - Novy Agrina
Fashion Stylist – Natasha Ghea Permata
Reporter – Sarrah Ulfah, FX Dimas Prasetyo
Social Media - Sekar Retno Ayu
Photographer - Michael Andrew
Asst. Photographer - Jun Peterson
Videographer - Rama Rafael
Art Designer – Astika Alivia Pramesti
Makeup & Hair Do – Linda Kusumadewi
All Wardrobe - UNIQLO Indonesia, Studio MORAL, Gingersnap, Kim & Kin, Mothercare
Location- IDN MEDIA HQ
Baca juga:
- Hari Ayah, Putri Marino Berharap Chicco Jerikho Bisa Seperti Papanya
- Marco Barasuara: Sejak Punya Anak, Jadi Pengin Cepat Pulang
- Spesial Hari Ayah - Millennial Papa of the Month November 2019: Rendy Pandugo, Marco "Barasuara" & Ilman "Maliq & D'Essentials"
Popmama Star
Spesial Hari Ayah 2019
Rendy Pandugo, Marco Steffiano - Barasuara, Ilman Ibrahim - Maliq & D'Essentials