Anak Dokter Richard Alami Autisme, Yuk Kenali Gejalanya
Didiagnosis autisme, Dokter Richard anggap itu sebagai berkah sang anak
18 Juni 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Belakangan ini publik dikejutkan oleh Dokter Richard Lee yang mengaku bahwa anak ketiganya, Kenzo Sebastian Lee, didiagnosis autisme. Kabar tersebut ia bagikan melalui saluran YouTube-nya beberapa waktu lalu.
Dalam video tersebut, ia juga menceritakan awal mula kondisi anak ketiganya dan memberikan penjelasan agar informasi yang beredar tidak simpang siur di masyarakat. Ia pun membantah bahwa tidak ingin menutupi kondisi anaknya tersebut.
"Jadi memang benar, anak ketiga saya autis. Sebenarnya tidak ada keinginan untuk menutup-nutupi dan juga tidak ada keinginan untuk bercerita. Tapi, karena ini sudah viral ke mana-mana, sudah diberitakan juga oleh beberapa media, jadi saya pikir harus saya klarifikasi," katanya di saluran YouTube dr. Richard Lee, MARS.
Kabar tentang anak ketiga Richard Lee yang mengidap autisme pertama kali mencuat ketika ia secara tidak sengaja mengungkapkannya dalam percakapannya dengan Inge Anugrah. Saat itu, Inge mengaku sebagai lulusan S2 di bidang anak berkebutuhan khusus.
Kenzo lahir dengan keadaan normal dan tidak ada masalah apapun selama kehamilan. Namun, sang istri, Reni Effendi telah menyadari ada yang berbeda dari anak ketiganya. Ia merasa perkembangan Kenzo berbeda dengan anak pertama dan kedua.
"Kenzo lahirnya normal. Anak pertama lahir normal, anak kedua lahir normal, dan anak ketiga lahir normal tidak ada masalah dalam kandungan atau kelahiran. Sampai akhirnya di tahun ketiga dia ulang tahun, dia belum bisa berbicara," kata Richard Lee.
Awalnya Dokter Richard hanya menyangka bahwa Kenzo mengalami speech delay (telat berbicara karena pandemi, sehingga sosialisasinya berkurang. Akan tetapi, Reni menegaskan bahwa dirinya telah mengetahui kondisi anaknya sejak usia 1,5 tahun.
"Sebenarnya aku sudah tahu dari umur 1,5 tahun. Sudah dibawa juga ke dokter dan sudah diterapi dari umur dua tahun, tapi memang tidak ada kemajuan. Mungkin di Indonesia terapi untuk anak kebutuhan khusus ini sulit, apalagi di daerah kayak Palembang," ujar Reni sambil menangis.
Kenzo didiagnosis mengidap autisme pada usia sekitar 2-2,5 tahun. Meski sempat menyangkal, Reni terus melanjutkan terapi untuk sang anak. Namun, pada akhirnya, Kenzo tetap tidak dapat berbicara hingga usia kini sudah hampir menginjak usia 4 tahun.
"Aku sampai dia umur 3,5 tahun ini masih menyangkal bukan autis dia ini. Dia ini cuma speech delay, tapi ujung-ujungnya aku harus menerima kenyataan kalau anak aku autis dan aku mulai mempelajari tentang anak autis agar tak tergantung dengan terapis," kata Reni.
Sementara sang suami, Dokter Richard justru merasa tidak kecil hati sedikitpun. Ia menganggap Kenzo merupakan anugerah yang luar biasa.
“Saya selalu bilang ke dia (Reni) gak apa-apa telat ngomong, yang paling penting adalah dia komplit dan dia sehat,” paparnya.
Nah sebenarnya, penting bagi orangtua mengenali tanda-tanda awal autisme pada anak sejak dini. Sebab, hal tersebut sangat berguna untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut dan bagaimana penanganan yang efektif bagi anak penyandang autis.
Agar tidak bingung, yuk simak informasi yang telah Popmama.com rangkum dari berbagai sumber mengenai gejala gangguan autisme seperti yang dialami anak ketiga Dokter Richard. Simak sampai akhir ya!
1. Mengenal autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD)
Autis/autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang menyebabkan adanya masalah pada kinerja sel otak satu dan yang lainnya. Akan tetapi, kelainan ini bukanlah penyakit, Ma, melainkan kondisi saat otak bekerja dengan cara yang berbeda dari orang lain.
Umumnya, anak dengan ASD sering memiliki masalah dengan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku atau minat yang terbatas atau berulang, hingga mengalami kesulitan memahami apa yang orang lain pikirkan dan rasakan.
Tidak hanya itu, anak dengan ASD juga memiliki cara belajar, bergerak, atau cara memperhatikan yang berbeda, sehingga mereka sulit untuk mengekspresikan diri. Baik dengan kata-kata atau melalui gerak tubuh, ekspresi wajah, dan sentuhan.
Editors' Pick
2. Gejala gangguan autisme yang perlu dikenali
Gejala gangguan autisme cukup beragam dan tiap anak yang mengalami kondisi ini dapat menunjukkan gejala yang berbeda-beda. Biasanya, tanda gejala gangguan autisme dapat diamati pada tahun ketiga setelah lahir. Namun, tidak sedikit juga yang sudah mengidap autis sejak lahir.
Gejala umum yang dapat terlihat lebih awal pada anak pengidap autisme adalah menurunnya kemampuan kontak mata atau tidak merespon saat dipanggil, bahkan mengalami hambatan saat melakukan aktivitas sehari-hari.
Adapun gejala gangguan autis yang biasanya muncul pada penyandang autisme adalah sebagai berikut.
1. Mengalami gangguan komunikasi
Anak yang mengalami kondisi autisme pasti memiliki kesusahan dalam hal berkomunikasi. Beberapa anak mungkin dapat berbicara sedikit, tetapi bisa pula tidak bisa berbicara sama sekali.
Tidak hanya itu, anak penyandang autisme juga mengalami kesulitan dalam menulis, membaca, memahami bahasa isyarat, dan melakukan aktivitas sehari-hari.
Berikut adalah ciri-ciri yang bisa dikenali:
- Menghindari atau menolak kontak fisik dengan orang lain.
- Tidak merespons ketika namanya dipanggil, meskipun kemampuan indera pendengarannya normal.
- Tidak bisa memulai atau meneruskan percakapan, bahkan hanya untuk meminta sesuatu.
- Tidak menunjukkan ekspresi wajah seperti senang, sedih, marah, dan terkejut.
- Tidak bisa memahami pertanyaan atau petunjuk sederhana.
- Enggan berbagi, berbicara, atau bermain dengan orang lain.
- Memiliki nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot.
- Lebih senang menyendiri.
- Menggunakan sedikit atau bahkan tidak menggunakan gerakan sama sekali.
2. Mengalami gangguan interaksi sosial
Selain sulit berkomunikasi, gejala gangguan autisme juga akan mengalami sulitnya bersosialisasi. Biasanya, anak dengan autisme sering kali terlihat asyik dengan dunianya sendiri, sehingga sulit terhubung dengan orang-orang di sekitarnya.
Anak penderita autisme juga terlihat kurang responsif atau sensitif terhadap perasaannya sendiri maupun orang lain. Karena itulah, anak dalam kondisi ini sangat tidak mudah berteman, bermain, dan berbagi dengan orang lain, sekalipun teman sendiri.
Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut.
- Tidak berbagi minat dengan orang lain, misalnya, menunjukkan objek yang mereka sukai.
- Tidak menunjukkan ketertarikan.
- Tidak memperhatikan ketika orang lain terluka atau marah.
- Tidak memperhatikan anak-anak lain dan ikut bermain.
- Tidak berpura-pura menjadi orang lain layaknya anak dalam kondisi normal yang sering kali berpura-pura menjadi guru atau pahlawan super, saat bermain.
- Tidak menyanyi, menari, atau berakting
3. Mengalami gangguan perilaku atau minat yang terbatas/berulang
Anak dengan gangguan autisme memiliki pola perilaku khas yang biasanya ditunjukkan. Berikut contoh perilaku atau minat yang terbatas/berulang.
- Menjajarkan mainan atau benda lain dan menjadi kesal saat pesanan diubah.
- Mengulangi kata atau frasa berulang-ulang (disebut echolalia).
- Bermain dengan mainan dengan pola atau cara yang sama setiap saat.
- Difokuskan pada bagian objek (misalnya, roda).
- Marah, menangis, atau tertawa tanpa alasan yang jelas atau karena perubahan kecil.
- Memiliki minat obsesif.
- Harus mengikuti rutinitas tertentu.
- Memiliki reaksi yang tidak biasa terhadap suara, bau, rasa, tampilan, atau rasa benda.
- Hanya menyukai atau mengonsumsi makanan tertentu.
- Hanya menyukai objek atau topik tertentu.
- Melakukan tindakan atau gerakan tertentu secara berulang, seperti mengayun tangan atau memutar-mutarkan badan.
- Melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri, seperti menggigit tangan dengan kencang atau membenturkan kepala ke dinding.
- Sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara, tetapi tidak merespons rasa sakitnya.
- Adanya kelainan pada sikap tubuh atau pola pada gerakan, misalnya selalu berjalan dengan berjinjit.
Selain itu, terdapat pula beberapa gejala lainnya yang dialami oleh anak penyandang autis, misalnya:
- Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD)
- Epilepsi
- Depresi
- Gangguan bipolar
- Keterampilan bahasa yang tertunda
- Keterampilan gerakan yang tertunda
- Keterampilan kognitif atau belajar yang tertunda
- Perilaku hiperaktif, impulsif, dan/atau lalai
- Kebiasaan makan dan tidur yang tidak biasa
- Masalah gastrointestinal (misalnya, sembelit)
- Suasana hati atau reaksi emosional yang tidak biasa
- Kecemasan, stres, atau kekhawatiran yang berlebihan
- Kurangnya rasa takut atau lebih banyak rasa takut dari yang diharapkan