Anak Suka Memukul Diri Sendiri, Ketahui Penyebabnya Ma
Bisa jadi, anak merasa stres atau frustasi
30 Juli 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Menjaga perasaan atau perilaku anak-anak dalam keadaan baik mungkin adalah hal yang tidak mudah. Terkadang, orangtua akan menemui situasi kemarahan anak karena sesuatu.
Tidak hanya menangis atau merengek, amarah dalam diri anak pun bisa saja disalurkan dengan memukul dirinya sendiri. Perilaku seperti ini tentu saja mengkhawatirkan.
Selain menyakiti diri sendiri, Mama juga akan berpikir dampak lain yang mungkin timbul. Apalagi, jika perilaku memukul diri sendiri ini tumbuh menjadi kebiasaan pada anak.
Lalu, apakah kebiasaan memukul diri sendiri ini terjadi karena rasa marah dalam diri anak saja? Atau ada kah hal lain yang menjadi penyebabnya? Berikut Popmama.com berikan penjelasannya.
1. Merasa stres bahkan frustasi
Usia anak-anak merupakan masa yang penuh dengan eksplorasi. Anak mama dan papa akan aktif bergerak untuk bermain sambil belajar banyak hal.
Ketika orangtua berusaha membatasi atau menghentikannya, anak pun bisa marah. Kemudian stres dan mungkin merasa frustasi karena merasa tidak terima.
Mengutip Parental Question, hal ini mungkin saja menjadi penyebab anak suka memukul dirinya sendiri. Sama halnya dengan orang dewasa, ketika anak stres atau frustasi mereka cenderung sulit mengatasinya sehingga melampiaskan rasa melalui pukulan pada diri sendiri.
Penyebab dari stres atau frustasi ini tak hanya datang dari orangtua, Ma. Anak bisa saja mengalaminya karena penyebab lain, seperti masalah dengan saudara kandung atau mungkin teman sebayanya.
Editors' Pick
2. Belum bisa memroses emosi
Meskipun anak terus tumbuh dan berkembang setiap harinya, bukan tidak mungkin bahwa mereka belum bisa memroses emosi dengan baik, Ma. Hingga terkadang, berakhir dengan memukul dirinya sendiri tanpa henti.
Melansir Healthline, perilaku suka memukul diri sendiri mungkin menjadi cara bagi anak untuk mengatasi perasaan atau emosi besarnya. Terlebih, anak-anak seringkali tidak memiliki kemampuan bahasa atau pengendalian diri untuk berhenti.