5 Ciri-Ciri Anak Mama Tidak Percaya Diri
Apakah si Kecil punya satu dari 5 ciri tidak percaya diri ini?
6 Mei 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mama mungkin pernah mendengar si Kecil berkata, “Maa, aku nggak berani,” atau “Ma, kayaknya aku nggak bisa deh.” Ketika pernyataan itu terucap begitu sering dari bibir mungilnya, ini waktunya Mama untuk lebih perhatian pada si Kecil.
Ada kemungkinan ia merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri, khususnya kurang percaya diri. Pada usia 4-5 tahun, mendapati anak kurang percaya diri sebetulnya wajar. Ada saat-saat ketika ia merasa kurang mampu, atau khawatir teman-teman tidak mau mengajaknya bermain.
Masalahnya, jika Mama dan Papa kurang peka pada situasi ini bisa semakin menyuburkan rasa kurang percaya diri dalam diri anak. Bahkan, kadang orang tua turut andil dalam “menumbuhkan” ketidakpercayaan anak pada dirinya sendiri.
Lalu, apa saja sih ciri anak tidak percaya diri? Berikut Popmama.com memberikan jawabannya untuk Mama.
1. Pemalu
Anak yang tidak percaya diri cenderung pemalu. Tak jarang ia juga menghindari bertemu dengan orang baru atau kesulitan saat berada pada situasi yang asing baginya.
Mama bisa mudah menemukan si Kecil bersembunyi di balik tubuh Mama saat diajak berkenalan dengan orang asing. Atau ia lebih banyak berdiam diri di pinggir area playground daripada tertarik mencoba permainan baru maupun bermain dengan anak-anak sebayanya.
Ya, benar Ma bahwa sikap malu-malu itu kadang terlihat wajar. Faktanya, ada anak yang memang cenderung “lama panasnya” alias slow-to-warm-up saat berada di situasi baru.
Namun, jika ia tak kunjung tertarik berbaur atau terus menolak bermain meski sudah Mama ajak, maka Mama perlu menganggap sikap pemalunya ini sebagai tanda tidak percaya diri.
Editors' Pick
2. Insecurity
Anak yang tidak percaya diri kerap merasa tidak aman atau mengalami insecurity. Ia bisa merasa cemas berlebihan jika tidak menemukan Mama, Papa, atau pengasuhnya di dekatnya.
Bagi si Kecil, ia merasa lebih aman apabila terus menerus berada di dekat orang yang menjaganya. Boleh jadi Mama merasa hal ini wajar. Sayangnya, ketika ia beranjak besar dan mulai bersekolah, tentu hal ini perlu dikikis perlahan. Bagaimanapun juga, Mama tidak bisa terus-terusan mendampingi anak saat berada di kelas.
Di sisi lain, perasaan tidak aman ini juga membuat anak terlalu bergantung pada Mama, Papa, atau pengasuhnya. Si Kecil cenderung tidak tertarik berteman, atau malah tidak punya teman sama sekali. Ia lebih suka berada di rumah.
Kalau dibiarkan berlarut-larut, sikap demikian akan membuatnya sulit mengambil keputusan. Apa-apa harus bertanya dulu pada Mama, tanpa bisa memutuskan sendiri mana yang baik bagi dirinya sendiri.