Dalam pertemanan anak, pasti ada yang namanya pertengkaran antara si Kecil dan temannya. “Drama” pertemanan ini bisa berlangsung singkat atau lama, tergantung bagaimana situasi saat kejadian itu.
Tak jarang pula pertengkaran itu melibatkan kontak fisik, seperti saling mendorong atau memukul. Ujungnya, anak mendeklarasikan hubungan pertemanan dengan si A atau si B sudah berakhir. “Aku nggak mau main dengan dia lagi!” begitu kata si Kecil.
Sebagai orang tua, Mama tentu perlu memperhatikan pada masalah ini. Pertemanan anak usia sekolah bisa menimbulkan drama yang mungkin tidak Mama duga sebelumnya.
Namun, tanpa Mama sadari, ada beberapa kesalahan yang kerap dilakukan orangtua saat menangani situasi tersebut. Kali ini Popmama.com coba merangkumnya untuk Mama.
1. Coba menyelesaikan masalah mereka
Freepik/Katemangostar
Kadang masalah si Kecil dan temannya tampak sepele di mata kita sebagai orang dewasa. Rasanya lebih mudah jika Mama turun tangan langsung dan mengatasi perdebatan mereka.
Namun, solusi yang Mama berikan tak selamanya membuahkan hasil manis. Bisa jadi masalah mereka sebetulnya tidak sesederhana itu di mata mereka.
Lebih baik, Mama dorong anak untuk berusaha memecahkan masalahnya sendiri. Ketika ia menemui jalan buntu, barulah ia dapat bertanya pada Mama meminta saran.
Editors' Pick
2. Memaksa anak tetap berteman
Freepik/Freepic.diller
Jujur saja, kerap ada rasa khawatir terlintas ketika anak bertengkar hebat dengan temannya. Mama pasti cemas, apakah ia masih punya teman lain untuk bermain bersama?
Atau hanya mereka teman-teman si Kecil di sekolah? Kecemasan itu kerap mendorong Mama untuk berkata, “Tapi tetap temenan dengan mereka bisa dong?” sehingga terkesan memaksa anak tetap bersama teman-temannya.
Padahal, anak juga butuh waktu jeda untuk memikir ulang pertemanannya itu. Mama bisa mengajak anak berdiskusi plus minus pertemanan anak dengan beberapa temannya tersebut.
Lalu, bahas bagaimana keseruan pertemanan mereka, apa yang ia suka dan tidak suka. Cara ini bisa membuat anak belajar mengenal lebih dekat pula teman-temannya sendiri.
3. Menganggap anak sebagai korban
alysonschafer.com
Nah, asumsi ini sering banget muncul ketika Mama mendengar anak bertengkar dengan temannya. Mama beranggapan, “Oh, anakku dicurangi temannya,” atau “Si A pukul anakku!” tanpa mendengarkan kronologis kejadian mereka.
Benar Mama pasti ingin membela si Kecil jika ia dipukul atau diperlakukan tidak menyenangkan oleh temannya. Namun, sudahkah Mama menyimak bagaimana cerita pertengkaran mereka?
Sebelum menilai siapa yang benar atau salah, simak dulu penjelasan anak. Lalu, tutup dengan pernyataan, “Sepertinya masing-masing punya kesalahan. Makanya pertengkaran itu terjadi. Menurutmu, apa yang bisa kamu lakukan sekarang?”
4. Mengabaikan komentar menyakitkan
Freepik/Ksandrphoto
Anak mungkin bercerita pada Mama, bahwa temannya meledek atau menjelek-jelekkan dirinya. Kadang tanpa disadari, orang tua kerap mengecilkan arti ledekan teman sebagai bahan lucu-lucuan atau bercanda semata.
Padahal, meski ledekan itu terdengar lucu, tetap saja anak akan tersinggung dan sakit hati. Daripada mengatakan, “Ah, temanmu itu Cuma bercanda, begitu saja kok nangis,” lebih baik katakan, “Pasti sedih ya dibilang begitu? Sini Mama peluk dulu.”
Lalu, coba ulik pernyataan teman si Kecil itu dan ubah menjadi sesuatu yang positif bagi anak.
5. Membiarkan bullying terjadi
Freepik/Prostooleh
Bagaimana jika terjadi sebaliknya: Mama curiga atau tahu bahwa anak atau kelompok teman yang ia ikuti bertindak sebagai pelaku bullying?
Jangan diam saja, Ma. Ajak anak berbicara lebih lanjut mengenai bullying dan dampak buruk perilaku itu pada diri anak dan teman yang menjadi korban. Bangun empati anak, bagaimana jika ia yang berada di posisi korban?
Begitu pula dengan ujaran, “Kalau dipukul, kamu balas saja!” karena itu mengarah pada tindakan kekerasan. Alih-alih berkata demikian, Mama bisa meminta anak untuk menghindar saat ada teman melakukan hal tersebut padanya. Bantu ia untuk berani berkata “Tidak” secara tegas pada hal-hal yang bisa merugikan dirinya sendiri.
Cara ini dapat membangun kesadaran anak mengenai pertemanan sehat, tanpa harus saling melukai satu sama lain, baik secara fisik maupun mental.
Demikian 5 kesalahan yang sering dilakukan orangtua saat menghadapi pertengkaran anak dengan teman. Mama perlu tahu, anak pasti mengandalkan Mama untuk membantunya melewati drama pertemanan itu. Jadi, bersikap bijak dan merespons tepat dapat menolong anak untuk menemukan solusi atas masalah pertemanannya.