Sebagai orangtua, Mama pasti sering kali merasa harus mengerjakan banyak hal sekaligus, seperti mengurus pekerjaan, memasak, mengatur rumah, hingga mengasuh anak. Namun, tanpa disadari, kebiasaan ini juga bisa memengaruhi si Kecil.
Menurut psikolog anak, Dr. Ethan Benore, multitasking yang berlebihan bisa berdampak buruk bagi anak dan orangtua.
Teknologi memang memudahkan anak melakukan banyak hal sekaligus, tetapi efeknya bisa menurunkan produktivitas serta mengganggu hubungan keluarga.
Agar Mama lebih memahami dampaknya, Popmama.com telah merangkum kenapa mengajarkan multitasking pada anak dapat berdampak buruk? dan cara mengatasinya.
1. Menghambat fokus dan konsentrasi
Pexels/Keira Burton
Ketika anak mencoba melakukan beberapa tugas sekaligus, otaknya harus bekerja lebih keras untuk berpindah dari satu tugas ke tugas lainnya. Ini bisa membuat mereka sulit berkonsentrasi, sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal.
Multitasking juga dapat membuat anak cepat merasa lelah karena otak mereka terus-menerus berusaha menyesuaikan diri dengan tugas yang berbeda. Akibatnya, tugas yang dilakukan menjadi kurang optimal dan cenderung memakan lebih banyak waktu.
Ajarkan si Kecil untuk menyelesaikan satu tugas sebelum beralih ke tugas lainnya. Misalnya, selesaikan PR dulu sebelum bermain game. Berikan contoh nyata dengan menunjukkan bagaimana Mama menyelesaikan satu pekerjaan sebelum beralih ke yang lain.
2. Mengganggu perkembangan otak
Pexels/Monstera Production
Multitasking dapat menghambat kemampuan otak dalam menyerap dan menghubungkan informasi. Ini bisa berdampak pada perkembangan kognitif anak dan mengurangi pemahaman mereka terhadap pelajaran di sekolah.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak yang sering multitasking dengan teknologi cenderung memiliki daya ingat yang lebih lemah dan kesulitan dalam memahami konsep yang lebih kompleks.
Hal ini karena perhatian mereka terpecah antara beberapa tugas sekaligus.
Mama dapat biasakan si Kecil untuk belajar dalam suasana tenang tanpa gangguan seperti TV atau gadget.
Anak yang terlalu sering multitasking dengan gadget cenderung kurang berinteraksi dengan orangtua dan anggota keluarga lainnya. Hal ini dapat mengurangi ikatan emosional dalam keluarga.
Ketika anak lebih fokus pada layar dibandingkan berbicara dengan keluarga, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar keterampilan sosial yang penting, seperti memahami ekspresi wajah dan intonasi suara saat berbicara.
Tetapkan waktu khusus tanpa gadget, misalnya saat makan malam atau sebelum tidur, agar anak tetap terhubung dengan keluarga. Ciptakan kebiasaan berbincang ringan setiap hari agar anak tetap merasa dekat dengan orangtua.
4. Meningkatkan stres dan kecemasan
Pexels/Kaboompics.com
Melakukan terlalu banyak hal sekaligus bisa membuat anak merasa kewalahan dan stres. Mereka mungkin menjadi lebih mudah lelah dan sulit mengontrol emosi.
Multitasking yang berlebihan juga dapat menyebabkan kecemasan karena anak merasa harus menyelesaikan banyak tugas dalam waktu yang bersamaan.
Ajarkan si Kecil cara mengatur waktu dengan baik, termasuk membuat jadwal harian yang seimbang antara belajar dan bermain. Berikan pemahaman bahwa istirahat juga penting untuk menjaga kesehatan mental mereka.
5. Menurunkan kualitas tidur
Freepik/freepik
Paparan teknologi yang berlebihan sebelum tidur bisa mengganggu pola tidur anak. Cahaya biru dari layar gadget dapat menghambat produksi melatonin, hormon yang membantu tidur nyenyak.
Anak yang terbiasa multitasking hingga larut malam, seperti menonton video sambil mengerjakan PR, sering kali mengalami kesulitan tidur dan kurang istirahat. Ini dapat berdampak pada performa mereka di sekolah keesokan harinya.
Hindari penggunaan gadget setidaknya satu jam sebelum tidur dan buat rutinitas tidur yang nyaman untuk anak. Mama juga bisa menggantinya dengan aktivitas yang lebih menenangkan seperti membaca buku atau mendengarkan musik yang lembut.
6. Mengurangi kemampuan memecahkan masalah
Pexels/Mohamed Abdelghaffar
Saat anak terbiasa melakukan banyak hal sekaligus, mereka bisa kesulitan dalam berpikir secara mendalam dan mencari solusi untuk suatu masalah.
Ketika anak tidak terbiasa fokus pada satu tugas dalam satu waktu, mereka cenderung kurang sabar dalam menghadapi tantangan dan lebih cepat merasa frustasi ketika menghadapi masalah yang sulit.
Mama dapt melatih anak untuk menyelesaikan tantangan atau tugas secara bertahap, seperti menyelesaikan satu soal matematika sebelum lanjut ke soal berikutnya. Ajarkan mereka untuk tetap tenang dan mencari solusi secara sistematis.
7. Membatasi rasa kepemilikan dalam keluarga
Freepik/Jcomp
Ketika anak dan orangtua terlalu fokus pada aktivitas masing-masing, rasa memiliki dalam keluarga bisa berkurang.
Padahal, perasaan menjadi bagian dari keluarga sangat penting untuk perkembangan emosional anak.
Mama bisa ajak si Kecil berpartisipasi dalam kegiatan keluarga, seperti memasak bersama atau bermain board game.
Multitasking mungkin terlihat seperti solusi untuk menyelesaikan banyak hal dengan cepat, tetapi bagi anak, ini bisa berdampak negatif pada perkembangan otak, interaksi sosial, dan kesehatan mental mereka.
Dengan membatasi multitasking dan mengajarkan mereka cara fokus pada satu tugas dalam satu waktu, Mama bisa membantu si Kecil tumbuh dengan lebih baik.
Jangan lupa untuk menciptakan waktu berkualitas bersama keluarga dan memberikan contoh yang baik dalam mengelola aktivitas sehari-hari. Semoga bermanfaat, Ma!