7 Hal Yang Harus Dihindari agar Anak Tidak Menjadi Keras Kepala
Harus diterapkan!
2 Mei 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pola asuh memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Apalagi pada anak usia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi demikian pesat pada usia tersebut.
Maka dari itu, dalam mengasuh anak butuh kehati-hatian, Ma. Sebab jika salah pengasuhan akan berdampak pada karakter anak di kemudian hari.
Salah satu dampak dari salah pengasuhan yaitu membuat anak menjadi seseorang yang keras kepala.
Mengutip dari PsychMechanics, keras kepala adalah ciri kepribadian di mana seseorang menolak untuk mengubah pikiran tentang suatu keputusan yang telah mereka buat. Seseorang yang memiliki bersikap seperti ini mengharuskan segala permintaannya terpenuhi.
Jika sudah memiliki karakter keras kepala seperti itu, sudah susah lagi untuk mengubahnya, Ma. Maka, lebih baik untuk menghindari karakter tersebut pada diri anak.
Agar anak mama tidak menjadi sosok yang keras kepala, berikut Popmama.com rangkumkan 7 hal yang harus Mama hindari saat mengasuh anak agar mereka tidak menjadi sosok yang keras kepala di masa depan.
Simak informasi penting ini yuk, Ma!
1. Selalu menuruti permintaan anak
Anak pada usia balita masih belum dapat mengerem keinginannya. Apa yang ia lihat dan ia suka pasti langsung ingin memilikinya. Karena belum dapat memenuhi keinginannya, si Kecil biasanya meminta pada Mama.
Nah, agar tidak menjadi sosok yang keras kepala di masa depan, Mama tidak boleh selalu menuruti keinginan anak ya, Ma.
Namun, jika hal yang diinginkan anak mama adalah hal pokok untuk kebutuhannya, Mama boleh menurutinya.
Akan tetapi, jika hal yang diminta seperti mainan atau makanan manis, Mama harus mempertimbangkannya.
Mama dapat memberikannya target permintaan kepada si Kecil untuk meminta hal yang sifatnya hanya untuk kesenangan belaka.
Misalnya dalam sebulan boleh membeli satu mainan, dalam seminggu boleh makan es krim satu kali, atau dalam sehari boleh memakann permen 3 bungkus.
Beritahu juga target permintaan tersebut pada anak. Sehingga saat ia sudah mencapai target namun masih merengek meminta barang yang diinginkan, Mama dapat menolaknya dengan halus.
Contoh penolakan saat anak meminta mainan, "Maaf ya, Nak. Untuk saat ini kesempatanmu untuk membeli mainan sudah habis."
2. Sering membentak anak jika melakukan kesalahan
Membuat kesalahan adalah hal yang wajar lho, Ma. Apalagi kesalahan tersebut dibuat oleh anak-anak yang memang masih berada di masa pertumbuhan yang masih perlu banyak belajar dan belum paham banyak hal.
Saat anak membuat salah, tak jarang para orangtua akan membentak anak dan berharap mereka tersadar terhadap kesalahannya.
Padahal, membentak anak saat melakukan kesalahan hanya dapat meninggalkan kesedihan dan perasaan jengkel pada diri anak.
Jika anak melakukan kesalahan, coba beri ia pemahaman dulu ya, Ma. Beri tahu padanya bahwa yang dilakukannya itu salah dan tidak baik jika diulang lagi.
Misalnya, anak laki-laki bermain bola dalam rumah dan mengenai suatu barang kaca sampai pecah.
Mama dapat memberinya pemahaman, seperti "Nak, bermain bola itu di tempat yang lapang, coba deh liat para atlet sepak bola, mereka main di lapangan. Kalau main di dalam rumah membahayakan. Jangan diulang lagi, ya?"
Hal tersebut juga akan menenangkan si Kecil. Sebab, jika dia melakukan kesalahan, tanpa disadari anak akan merasa takut lho, Ma. Jadi, jangan membentak anak, ya!
Editors' Pick
3. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang cenderung keras dan mengharuskan anak mengikuti segala hal yang diucapkan oleh orangtua. Tujuan orangtua menerapkan pola asuh ini ialah agar anak menjadi disiplin dan menjadi anak yang baik sesuai apa yang orangtua inginkan.
Memang sih, anak mama jadi nurut dengan apa yang diucapkan oleh Mama namun hal tersebut hanya membuat anak menjadi jengkel dan meninggalkan kesan buruk pada diri anak.
Sebab, pola asuh otoriter membuat anak melihat bahwa orangtuanya keras kepala, apa yang diinginkannya harus diikuti. Pada akhirnya anak pun akan ikut menjadi seseorang yang keras kepala.
4. Sering menargetkan sesuatu tanpa memberi apresiasi pada anak saat ia bisa mencapainya
Kadang sebagai orangtua menginginkan anaknya menjadi juara kelas. Untuk memenuhi target tersebut, tak sedikit orangtua yang mencarikan tutor untuk anak atau mendaftarkan anak ke tempat les.
Melihat semangat orangtua untuk menjadikannya juara kelas, anak akan semangat belajar sekuat tenaga agar hal tersebut tercapai.
Namun, terkadang setelah semua itu tercapai orangtua lupa untuk mengapresiasikan keberhasilannya. Hal tersebut bisa membuat anak kecewa lho, Ma!
Wujud rasa kecewa anak bisa berupa jadi sosok yg keras kepala.
Coba mulai apresiasi pencapaian anak yuk, Ma! Mama bisa mulai dengan selalu mengucapkan selamat dan memujinya jika ia berhasil mencapai targetnya.
"Selamat ya Nak, kamu hebat bisa mencapai target tersebut. Terima kasih untuk kerja kerasnya selama ini. Mama dan Papa bangga banget sama kamu!"
5. Selalu berbicara dengan nada keras pada anak
Anak adalah peniru ulung. Apa yang Mama lakukan akan diikuti olehnya dengan baik. Jika Mama berbicara dengan nada keras, mereka pun akan mengeraskan suaranya untuk menyelesaikan masalah.
Daripada saling berteriak untuk menyelesaikan masalah, cobalah untuk berbicara baik-baik dengan anak, Ma.
Misal, anak tidak menghabiskan makanannya padahal ia sendiri yang menakar jumlah makanannya.
Daripada mama berteriak, "Kamu makan ga pernah dihabiskan, buang-buang makanan saja. Anak boros!" lebih baik ucapakan, "Nak, kok ga dihabiskan makanannya? Udah kenyang ya? Lain kali kalau mau makan ambil sedikit dulu, ya? Kalau kamu nanti masih merasa kurang baru nambah lagi. Kalau mengambil terlalu banyak di awal dan tidak habis, jadinya mubazir lho."
6. Tidak adanya kedekatan antara orangtua dan anak
Salah satu penyebab utama yang membuat anak tidak dekat dengan orangtua adalah kurangnya komunikasi dari kedua belah pihak. Hal tersebut membuat anak tidak mendengarkan apa yang dikatakan orangtua terlebih untuk mematuhi arahan orangtuanya.
Maka dari itu, penting sekali untuk meluangkan waktu dan membangun komunikasi dengan anak walaupun sebentar.
7. Kurang perhatian dari orangtua
Terkadang mungkin para orangtua terlalu sibuk bekerja hingga lupa untuk memberikan perhatian pada anak-anaknya.
Namun, ada juga beberapa orangtua menganggap anaknya kini sudah semakin besar sehingga bisa melakukan segalanya sendiri dan tidak terlalu memperhatikannya lagi. Padahal Ma, sampai kapan pun anak butuh perhatian dari orang tua lho.
Dampak dari kurangnya perhatian orangtua pada anak yaitu sikap keras kepala yang tumbuh dalam diri anak-anak.
Anak akan susah dinasihati atau diarahkan oleh orangtua. Anak berkemungkinan memikirkan hal seperti ini, "Untuk apa aku mengikuti arahan Mama Papa mereka tidak peduli denganku, yang aku lakukan ini sudah benar."
Penting sekali untuk Mama dan Papa menghindari perilaku di atas. Sebab, jika anak terlanjur menjadi sosok yang keras kepala akan sudah tidak bisa lagi diberitahu.
Anak akan berpegang teguh dengan apa yang ia yakini dan meganggap apa yang dipikirkan itu benar.
Maka dari itu, sebelum terlanjur, yuk hindari perilaku yang dapat membuat anak menjadi keras kepala!
Baca juga:
- Seringkali Melakukan Kekerasan pada Anak, Ini 7 Tanda Pola Asuh Toxic
- 4 Jenis Pola Asuh yang Populer dan Dampaknya pada Anak
- Ini Dia 5 Pola Asuh Tradisional yang Sebaiknya Mama Terapkan Sekarang