Apa Itu Makanan Organik? Perlukah si Kecil Beralih ke Makanan Organik?
Makanan organik katanya lebih sehat, apakah benar?
26 Mei 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Orangtua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Segala sesuatu yang akan diberikan pada anak dipertimbangkan demi kesehatannya, terutama masalah makanan.
Kecemasan orangtua tampaknya kian hari kian bertambah dalam hal ini. Tak cukup memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan nutrisi anak setiap hari, kini ditambah lagi dengan topik bersih atau kotornya sebuah makanan dan urgensi mengonsumsi produk organik.
Makanan organik digadang-gadang lebih sehat daripada makanan konvensional. Dilansir dari laman babyandchild.ae, peminat makanan organik di Uni Emirat Arab bahkan telah meningkat hampir 40 persen menurut penelitian YouGov 2018.
Namun, produk organik tidak bisa didapatkan dengan biaya yang murah. Belum lagi soal kemudahan mengaksesnya. Ketika tidak bisa mewujudkannya, orangtua akan merasa bersalah lagi.
Sebenarnya, apakah kecemasan ini diperlukan? Lebih lanjut, Popmama.com bahas di bawah ini.
Editors' Pick
1. Apa itu makanan organik?
Makanan organik adalah buah, sayuran, daging, susu, dan produk makanan lain yang ditanam menggunakan metode pertanian khusus yang sesuai standar pertanian organik.
Standar tersebut di antaranya adalah tidak menggunakan pestisida sintetis, gen rekayasa hayati (GMO), tidak ada penggunaan antibiotik rutin untuk peternakan, tidak menggunakan pupuk berbasis minyak bumi, dan tidak menggunakan pupuk berbasis kotoran.
Alasan orang beralih ke makanan organik adalah untuk menghindari pestisida yang biasanya menempel pada makanan konvensional.
Penelitian mengatakan bahwa orang yang beralih ke makanan organik, tingkat bahan-bahan kimia di dalam tubuhnya dapat menurun bahkan hingga 95 persen. Termasuk bahan kimia yang dianggap berpotensi menyebabkan kanker.
Universitas Stanford dalam salah satu meta-analisisnya yang diterbitkan pada tahun 2012 pun menemukan bahwa makanan organik 30 persen lebih kecil kemungkinannya mengandung tingkat residu pestisida yang dapat dideteksi.
Namun, perlu diketahui bahwa tingkat residu pestisida pada makanan non-organik pun berada dalam batas keamanan.
Penelitian ilmiah independen menunjukkan, hampir semua pestisida yang terdeteksi pada makanan yang mereka teliti berada pada level di bawah 1 persen dari Acceptable Daily Intake (ADI) yang ditetapkan regulator pemerintah AS. Ini jumlah yang sangat kecil.
Lagipula, makanan organik tetaplah mengandung pestisida, hanya saja bukan pestisida sintetis, melainkan pestisida alami. Namun, pestisida alami tersebut juga berpotensi berbabahaya bagi kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa “organik” bukan berarti “aman”.
2. Apakah makanan organik benar-benar lebih sehat?
Meta-analisis Universitas Stanford tahun 2012 menunjukkan, kandungan fosfor pada makanan organik lebih tinggi dibandingkan dengan makanan konvensional, walaupun tidak terlalu berpengaruh pada kesehatan. Perbedaan kandungan nutrisi lainnya pun tidak konsisten.
Namun, menurut meta-analisis oleh Universitas Newcastle tahun 2014, makanan organik dapat meningkatkan asupan antioksidan hingga 40 persen. Antioksidan dikatakan dapat menurunkan risiko penyakit kronis.
Selain itu, hewan yang diternak secara organik tidak diberikan antibiotik secara intensif. Hal ini membuat daging yang diproduksi kemungkinan besar lebih menyehatkan.
Jadi, memang benar makanan organik lebih sehat dibanding makanan konvensional.