10 Kebiasaan yang Tidak Disukai Toddler

Kenali alasan di balik kemarahan dan kerewelan toddler. Adakah rutinitas yang tidak disukainya?

14 April 2025

10 Kebiasaan Tidak Disukai Toddler
Pexels/Vika Glitter

Mencoba hal yang baru adalah tantangan bagi semua orang. Anak-anak utamanya membutuhkan proses untuk bertransisi dari zona nyaman mereka.  Peralihan ini seringkali melibatkan penolakan keras dari diri anak. Toddler yang memang secara alami sudah emosional, menjadi lebih banyak rewel, marah, dan sering menangis. 

Coba Mama amati kembali, kapan saja anak memperlihatkan penolakan? Peristiwa apa yang seringkali membuat mereka marah dan menunjukkan ketidaksukaan? Apakah ada pola tertentu yang ditunjukkan oleh anak dan apakah Mama bisa melakukan sesuatu untuk mengatasinya?

BerikutPopmama.com merangkum 10 kebiasaan yang tidak disukai toddler beserta alasannya. Simak dan cari tahu bersama-sama, yuk, Ma!

1. Tangan yang basah

1. Tangan basah
Pexels/Juan Pablo Serrano

Tangan yang basah, entah karena keringat atau terkena air, menimbulkan permasalahan sensorik pada anak. Hipersensivitas terjadi ketika anak menjadi terlalu sensitif pada peristiwa sensorik tertentu.

Ini terjadi karena sistem saraf tidak dapat menafsirkan sensasi sentuhan dan rangsangan secara akurat, sehingga anak memberikan respons seperti rasa takut, menghindar, dan ingin menarik diri.

2. Meninggalkan tempat yang disukainya

2. Meninggalkan tempat disukainya

Jika seorang anak sudah merasa nyaman di satu tempat tertentu, mereka akan lebih sulit menyesuaikan diri dengan tempat baru. Terlalu sering berpindah-pindah dapat menyebabkan anak merasa cemas, terutama jika perpindahan tersebut bukan atas kehendak mereka sendiri.

Hal ini juga yang sering menjadi alasan mengapa banyak anak mengalami kesulitan berpisah dengan orang tua mereka pada hari pertama sekolah.

Menurut Jack (2010, p.758), "Tingkat keterikatan kepada tempat yang dialami anak bergantung pada kluster yang berkembang pada kognisi positif yang berhubungan dengan pemaknaan tempat-tempat tertentu."

Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak seringkali mengidentifikasi 'tempat spesial' dalam hidup mereka yang memunculkan perasaan positif. Tempat-tempat ini memberikan mereka rasa bahagia, nyaman, dan antusias.

Kenyamanan tersebut dapat diartikan sebagai perasaan akrab dengan kondisi sekitar dan adanya rasa privasi yang dirasakan saat berada di sana.

Chawla (2007) juga menegaskan bahwa anak-anak cenderung merasa terikat pada tempat-tempat tertentu ketika tempat tersebut memberikan pengalaman yang menyenangkan.

Oleh karena itu, meninggalkan tempat spesial ini sering kali menyebabkan anak mengalami stres.

3. Keramas dan mencuci rambut

3. Keramas mencuci rambut
Pexels/cottonbro studio

Senada dengan respons terhadap tangan yang basah, keramas seringkali memberikan efek sensorik yang sulit diterima oleh anak. Ada berbagai hal yang mungkin membuat mereka merasa takut atau tidak nyaman: suara air yang disiramkan, aroma sampo, rasa perih di mata ketika sampo masuk ke dalamnya, air yang mengenai wajah mereka, atau melewati telinga.

Kontak fisik dengan air di area-area yang sensitif pada saraf mereka dapat menyebabkan rasa terganggu pada balita.

Untuk membantu mengatasinya, Mama bisa mencoba bertanya kepada balita tentang bagian mana yang membuatnya merasa terganggu. Apakah itu karena Mama menyiram air terlalu cepat? Apakah karena sampo yang digunakan memiliki tekstur atau aroma yang kurang menyenangkan? Ada banyak kemungkinan penyebab yang dapat diidentifikasi.

Agar balita lebih terbiasa dengan kegiatan tertentu, Mama perlu memastikan mereka merasa nyaman terlebih dahulu.

4. Menunggu

4. Menunggu
Pexels/cottonbro studio

Tidak ada orang  yang suka menunggu, terutama anak-anak. Di tengah proses perkembangan memorinya, anak-anak belajar memahami apa itu rutinitas.

Untuk anak-anak yang sangat kecil, bahkan belum ada pemahaman tentang waktu yang berlalu. Bagi mereka, menunggu terasa seperti sesuatu yang tak berujung. Konsep waktu belum terbentuk; yang ada hanyalah apa yang sedang terjadi saat ini.

Sebelum usia tiga atau empat tahun, anak-anak memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk membentuk memori episodik yang diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang waktu. Pusat memori, yaitu hippocampus, masih berkembang hingga usia dua hingga empat tahun. 

Meskipun demikian, ketika anak-anak mulai membentuk memori episodik dan belajar bahasa, ingatan mereka cenderung lebih terhubung dengan pengalaman.

Mereka belum memahami struktur waktu yang biasa digunakan oleh orang dewasa, seperti pagi dan sore, hari dalam minggu, atau bulan dalam tahun.

Akibatnya, anak-anak tidak memiliki pemahaman tentang waktu seperti orang dewasa. Bagi mereka, waktu dapat terasa tak berujung karena mereka belum mengerti kapan “besok” atau “minggu depan” akan datang. Itu yang menyebabkan mereka sering rewel ketika diminta untuk menunggu, bahkan meski hanya sebentar.

Editors' Pick

5. Dipilihkan makanan

5. Dipilihkan makanan
Pexels/cottonbro studio

Anak-anak memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap rasa yang kuat, termasuk rasa pahit yang terdapat pada sayuran. Riset dari National Library of Medicine pada tahun 2016 menunjukkan bahwa secara alami anak-anak lebih menyukai rasa manis. 

Namun, masalah utamanya bukan hanya bahwa “anak-anak makan makanan yang mereka sukai,” melainkan lebih kepada “anak-anak tidak makan makanan yang mereka tidak sukai.” 

Artinya, meskipun mereka mungkin masih dapat menerima makanan yang bukan favorit mereka, akan jauh lebih sulit bagi mereka untuk menerima makanan yang mereka tidak sukai sama sekali.

6. Tiba waktu tidur

6. Tiba waktu tidur
Pexels/cottonbro studio

Menurut penelitian National Sleep Foundation, anak-anak berusia 3–5 tahun seharusnya tidur sekitar 11–13 jam setiap malam. Salah satu penyebab anak menolak tidur mungkin berasal dari orang tua yang merasa cemas atau ketika orangtua belum menetapkan rutinitas tidur yang teratu baginya.

Anak-anak membutuhkan rutinitas yang dapat diprediksi agar mereka dapat mengaitkan waktu tertentu dan aktivitas tertentu dengan tidur. Gwen Dewar, PhD dari Parenting Science, mengingatkan bahwa orang tua sebaiknya tidak terlalu kaku dalam mengatur jam tidur anak.

Beberapa anak mungkin mengalami kecemasan untuk tidur sendiri atau ketakutan lainnya. Mungkin anak menghadapi stres baik di rumah maupun di sekolah, atau memiliki masalah fisik yang menyebabkan gangguan tidur.

Penting bagi orang tua untuk mengidentifikasi penyebab utama masalah tidur agar dapat menemukan solusi yang efektif. Kesulitan tidur ini akan semakin terasa, terutama jika anak baru pertama kali belajar tidur sendiri.

7. Diperintah

7. Diperintah
Pexels/RDNE Stock Project

Anak usia 1–4 tahun masih belajar cara membangun empati dan mencoba melihat perspektif orang lain. Mereka sedang berada dalam tahap perkembangan di mana mereka mulai belajar tentang kemandirian dan kontrol atas diri mereka sendiri.

Ketika diberikan perintah, mereka mungkin merasa bahwa kebebasan mereka dibatasi atau merasa kehilangan kendali atas pilihan mereka. Hal ini juga berkaitan dengan keinginan mereka untuk mengekspresikan otonomi dan eksplorasi, yang merupakan bagian normal dari perkembangan psikologis anak.

8. Berganti baju

8. Berganti baju
Pexels/August de Richelieu

Mengganti pakaian sering kali menjadi tantangan bagi toddler. Menurut Psikolog Klinis Dr. Daniel Weisberg, hal ini adalah bagian normal dari perkembangan mereka, dan peristiwa ini tidak hanya terjadi pada anak-anak yang neurodivergen. 

Pada dasarnya, anak-anak sedang mencoba untuk mengekspresikan kemandirian mereka. Meskipun mereka ingin mandiri, anak-anak sering kali belum memiliki keterampilan yang cukup untuk mengerjakan hal-hal kecil seperti mengancingi baju dan mengencangkan resleting pada pakaian. 

Akibatnya, mereka mudah merasa frustrasi saat berhadapan dengan tantangan tersebut.

9. Mengucap salam perpisahan

9. Mengucap salam perpisahan
Pexels/George Pak

Mengucap salam perpisahan menjadi hal yang sulit bagi anak karena mereka masih dalam tahap perkembangan emosi dan sosial. Anak-anak memiliki keterikatan emosional yang kuat terhadap orang-orang dan tempat yang mereka kenal, sehingga berpisah sering kali memunculkan rasa kehilangan, kecemasan, atau ketidakpastian.

Selain itu, kemampuan anak untuk memahami konsep waktu masih terbatas; mereka belum sepenuhnya mengerti bahwa perpisahan sering kali bersifat sementara.

Ketidakpastian ini juga dapat diperburuk oleh rasa takut terhadap perubahan. Rasa aman sudah mereka peroleh dari  lingkungan yang mereka kenal.

Jika anak merasa tidak siap secara emosional untuk berpisah dengan kondisi itu, mereka cenderung menjadi lebih enggan untuk mengucapkan salam perpisahan. 

Ini jugalah yang menyebabkan mengapa di awal-awal anak masuk sekolah, kadangkala orangtua diminta untuk menemaninya hingga pulang sekolah.

10. Belajar berbagi

10. Belajar berbagi
Pexels/cottonbro studio

Anak-anak cenderung egois dan tidak mudah berbagi barang yang dimilikinya karena sifat egosentris mereka. Sifat ini adalah perilaku normal  yang terjadi secara alami dalam tahap perkembangan. Seiring berjalannya waktu, mereka mulai belajar memahami perspektif orang lain.

Perilaku egosentris ini biasanya muncul pada anak-anak berusia antara 2 hingga 7 tahun, namun akan berangsur-angsur berkurang seiring bertambahnya usia mereka. Semakin besar, mereka akan mulai mengenal arti empati, dan berbagi dengan orang lain bukan lagi hal yang dipermasalahkan.

Poin-poin di atas adalah 10 kebiasaan yang tidak disukai toddler beserta alasannya versi Popmama.com. Jika toddler mengalami hal serupa, tenang saja, Ma. Seperti halnya manusia pada umumnya, toddler juga membutuhkan waktu untuk belajar.

Baca juga:

7 Alasan Anak Menangis Tanpa Sebab

Ketahui Penyebab Anak Tantrum dan Rewel di Tempat Keramaian

14 Bahasa Isyarat Bayi dan Artinya, Pahami agar si Kecil Tidak Rewel

The Latest