Bagaimana Cara Mendisiplinkan Anak dengan Lembut? Yuk Cari Tahu!
Disiplin lembut menekankan pada sikap yang saling menghormati antara Mama dan anak
30 September 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Disiplin yang lembut adalah salah satu dari lima jenis disiplin utama. Perbedaan disiplin lembut dan disiplin positif adalah, sikap yang saling menghormati antara orangtua dan anak. Dasar dari disiplin yang lembut adalah bahwa ini berfokus pada penggunaan disiplin dan bukan hukuman.
Namun ini juga serupa dengan disiplin positif, di mana orangtua yang menggunakan disiplin lembut tidak memukul atau menggunakan segala bentuk hukuman fisik.
Orangtua juga tidak mempermalukan atau merendahkan anak, tetapi sebaliknya, memberikan konsekuensi negatif dengan penuh hormat yang tetap mencegah perilaku buruk di masa depan.
Seperti apa manfaat dan penerapan disiplin lembut pada anak? Yuk simak informasinya yang telah Popmama.com rangkum dari Very Well Family di bawah ini!
Apa Manfaat Menerapkan Disiplin Lembut pada Anak?
Dilansir dari Very Well Family, disiplin yang lembut atau gentle discipline tidak hanya berfokus pada perilaku hari ini. Sebaliknya, ini membantu orangtua melihat jangka panjang. Mama mampu mengenali keterampilan yang dibutuhkan anak dan menemukan strategi disiplin yang akan mencapai harapan.
Misalnya, jika balita perlu belajar tanggung jawab, Mama mungkin perlu menawarkan lebih banyak tugas untuk memastikan anak memperoleh keterampilan tanggung jawab yang si Kecil butuhkan, seperti merapikan mainan setelah jam main, mematikan air setelah mandi, dan lain-lain.
Disiplin yang lembut melibatkan keterampilan baru, sehingga anak-anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara fisik dan mental, serta bertanggung jawab.
Setelah mengetahui apa manfaat disiplin lembut, simaklah bagaimana cara penerapannya ya Ma!
1. Mengajarkan anak apa yang harus dilakukan
Disiplin yang lembut berfokus pada mengajari anak perilaku yang sesuai. Misalnya, ketika si Kecil yang memanggil nama orang dewasa di keluarga tanpa sebutan hormat seperti Mama, Papa, Tante, Om, dan lain-lain, tak hanya mendapatkan time-out atau waktu untuk menyadari kesalahan diri.
Sebaliknya, anak juga perlu diajarkan untuk menggunakan kata-katanya dengan cara yang baik. Seperti setelah waktu time out-nya selesai, Mama dapat mengatakan "Jika kamu mau menyapa (anggota keluarga), jangan lupa untuk menyebutkan (sebutan hormatnya). Itu akan membuat mereka lebih senang"
Disiplin yang lembut mengajarkan anak bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang sesuai secara sosial. Anak juga akan belajar bagaimana membuat keputusan sendiri dengan tepat di lain waktu.
Editors' Pick
2. Akuilah perasaan anak
Bukan mengabaikan perasaan emosi anak yang menyebabkan perilaku buruk, disiplin yang lembut perlu mempertimbangkan perasaan anak.
Jika balita sedang kesal, hindari untuk berkata, "Kamu seharusnya tidak terlalu sedih karena sesuatu yang begitu kecil." Sebaliknya, Mama yang akan memakai disiplin yang lembut harus mengajari anak cara mengatasi emosi yang tidak nyaman itu.
Mama perlu berbicara dengan anak tentang perasaannya dan menganggapnya serius. Seperti, "Maaf jika kamu merasa sedih/kecewa/marah, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya?"
Anak merasa diakui ketika ia melihat bahwa orangtuanya mempertimbangkan perasaannya. Ketika ada masalah, anak perlu belajar pemecahan masalah. Dan ini harus dilakukan bersama-sama dan berikan anak kesempatan untuk memberi masukan.
3. Mengajarkan anak apa konsekuensi dari pilihannya
Tentu penting bagi setiap orangtua untuk menekankan keamanan fisik dan emosional anaknya. Namun ini tak bisa dilakukan terus-menerus hingga anak dewasa ya Ma. Sebaliknya, anak perlu diajari untuk mengevaluasi risiko dan mempertimbangkan apakah pilihannya aman atau tidak.
Misalnya dengan bertanya, "Apakah kita akan berjalan di pinggir atau di tengah jalan raya?". Jika balita membuat pilihan yang buruk, orangtua perlu menunjukkan apa saja konsekuensi potensialnya. Anak juga perlu diajari alasan yang mendasari aturan.
Mama bisa berkata, “Kami berjalan di pinggir karena ada banyak mobil yang melintas, kita harus berhati-hati agar tidak tertabrak.”
Orangtua yang menggunakan disiplin yang lembut tidak akan menekankan anak pada sebuah keputusan tanpa memberi tahu alasannya, seperti mengatakan, "Karena Mama bilang begitu, ya kamu ikuti saja."
4. Menetapkan aturan dan harapan jelas sebelumnya
Segala situasi bisa dijadikan sebagai pengalaman belajar bagi balita yang diasuh dengan disiplin lembut. Perjalanan ke toko swalayan, ke rumah sakit, naik mobil, atau bermain, dapat digunakan untuk mengajari anak berbagai keterampilan.
Dengan menerapkan disiplin lembut, orangtua perlu membuat aturan dan harapan jelas sebelumnya. Misalnya ketika akan mengunjungi seseorang ke rumah sakit, anak perlu diberi tahu seperti:
“Kami akan mengunjungi (nama seseorang) di rumah sakit hari ini. Kita perlu berbicara dengan pelan-pelan karena orang-orang di rumah sakit sedang merasa tidak enak badan dan beberapa dari mereka tidur. Kita juga harus berjalan dan tidak mengganggu mereka.”
Selain itu, balita yang penuh penasaran juga perlu diberi kesempatan untuk bertanya, dan diberitahu konsekuensinya jika melanggar aturan.
Ketika anak menyadari aturan dan harapan sebelumnya, itu memberikannya pilihan. Ia menjadi tahu apa yang akan terjadi dan juga konsekuensi negatifnya jika berperilaku buruk.
5. Menerapkan konsekuensi positif dan negatif secara seimbang
Disiplin yang lembut juga tidak boleh disamakan dengan pola asuh yang serba mengizinkan. Sebaliknya, orangtua menawarkan konsekuensi negatif yang efektif. Tetapi penting untuk dicatat bahwa setiap konsekuensi memiliki tujuan tertentu.
Misalnya, konsekuensi negatif tak boleh diberikan saat Mama sedang marah atau frustrasi. Sebaliknya, setiap tindakan disipliner berfungsi sebagai kesempatan bagi seorang anak untuk belajar. Misalnya pada anak balita, pengalihan adalah teknik disiplin yang umum.
Alih-alih berteriak atau mengirim anak ke kamarnya karena berulang kali berperilaku negatif, Mama perlu melibatkan anak dalam aktivitas baru untuk menghentikan perilaku tersebut.
Konsekuensi logis dan konsekuensi alami sering digunakan untuk mencegah terulangnya perilaku negatif. Waktu tenang dapat digunakan sebagai cara untuk mengajar anak untuk beristirahat ketika mereka marah atau kesal.
Serta seimbangkan juga dengan konsekuensi positif, yang memperkuat perilaku baik. Sistem pujian dan hadiah sering digunakan untuk mendorong perilaku baik atau untuk membantu anak mengatasi masalah perilaku tertentu.
Pujian dan banyak perhatian positif perlu diberikan untuk memperkuat pilihan dan perilaku anak yang baik.
Kini Mama telah mengetahui apa manfaat dan bagaimana cara menerapkan disiplin lembut pada anak balita. Namun perlu diketahui Ma, bahwa cara mendisiplinkan anak bisa berbeda-beda, tergantung dari karakteristik anak, tempramen orangtua, dan situasinya.
Sehingga penting untuk menerapkan berbagai jenis disiplin untuk mengetahui teknik apa yang paling memengaruhi perilaku anak.