5 Kesalahan Pengasuhan yang Membuat Anak Self-Centered dan Egois
Seringkali tak disadari, gaya pengasuhan ini menyebabkan anak tumbuh egois dan narsistik lho!
13 Februari 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap orangtua tentu ingin anaknya mendapatkan hal-hal yang terbaik dalam hidupnya, agar sang Anak bisa tumbuh bahagia.
Meskipun tujuannya baik, ada beberapa faktor dalam gaya pengasuhan orangtua ternyata bisa menyebabkan anak mengembangkan kepribadian self-centered pada anak.
Self-centered atau yang kerap disebut narsistik ini adalah ciri-ciri kepribadian seseorang yang berpusat pada diri sendiri.
Anak yang terlalu dimanjakan cenderung tumbuh dengan sifat-sifat yang konsisten dengan materialisme, ketidakbahagiaan, dan egoisme.
Untuk mencegah kepribadian self-centered pada anak, penting bagi para orangtua agar melihat kembali apakah ada gaya pengasuhan yang salah yang selama ini diterapkan.
Berikut Popmama.com telah merangkum beberapa kesalahan pengasuhan yang membuat anak self-centered dan egois. Yuk simak informasinya!
1. Tidak menjadi teladan yang baik pada anak
Seperti kebanyakan hal, penting untuk disadari dan diingat bahwa berapa pun usia seorang anak, ia akan mengamati dan meniru orang-orang terdekatnya.
Pola perilaku orangtua sangat diperhatikan oleh anak, dan ia cenderung akan menirunya bahkan sebelum orangtua sadari. Jika Mama menunjukkan perilaku yang tidak berempati, maka jangan heran jika anak mengembangkan perilaku yang sama pada orang lain.
Oleh karena itu, penting untuk memasukkan semua yang ingin Mama ajarkan dalam perilaku diri sendiri terlebih dahulu, misalnya mempertimbangkan orang lain dan mencoba memahami bagaimana tindakan kita bisa berdampak pada orang lain.
Mengajar dengan memberi contoh adalah salah satu hal yang paling penting untuk dilakukan.
Editors' Pick
2. Memberikan segalanya tanpa mengajarkan berterima kasih
Mama tentu boleh memberikan anak apa pun, namun jangan lupa untuk mengajarkannya bagaimana berterima kasih dengan tulus.
Jika Mama hanya memberikan semua yang anak minta tanpa mengajarkanya rasa terima kasih, itu menanamkan dalam dirinya rasa berhak akan segala sesuatu. Tak menutup kemungkinan anak akan tumbuh suka merebut mainan temannya, hanya karena ia menginginkan barang tersebut
Sangat penting untuk membuat si Kecil belajar bahwa dunia ini tak hanya sekadar tentang dirinya sendiri. Ia juga perlu menyadari bagaimana dirinya termasuk sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar, dan semuanya berjalan dari dukungan dan persetujuan semua orang.
Mengajarinya ungkapan 'terima kasih' atau 'tolong' juga sangat membantu dalam mencegah kepribadian self centered pada anak.
3. Tak memperkenalkan anak pada keterampilan kerja sama
Kerja sama secara sukarela menanamkan rasa kebersamaan pada anak-anak. Keterampilan kerja sama juga penting bagi balita untuk mempelajari nilai-nilai memberi, kebaikan, dan empati dengan menjalin hubungan dengan orang lain.
Bekerja sama dalam sebuah kelompok juga mengajarkan anak seperti apa pengalaman selain pengalamannya sendiri, sehingga ini juga mendorong belajar empati dengan cara yang tepat. Secara tak langsung, ini juga mengajarkan rasa syukur dalam dirinya.
4. Mengatakan "ya" untuk hampir semua hal
Memanjakan anak secara berlebihan dengan selalu mengatakan "ya" adalah langkah pertama untuk mengajarkannya bahwa ia berhak dalam segala sesuatu di dunia ini.
Anak-anak yang tidak pernah disangkal, cenderung tumbuh dengan sikap egois yang berlebihan dan lebih mementingkan diri sendiri, tidak memiliki etos kerja yang kuat, dan bertindak seolah-olah aturan tidak berlaku bagi mereka.
Sehingga terkadang penting untuk mengatakan "tidak" dan memberikan konsekuensi atas tindakan anak yang buruk.
5. Tak membiarkan anak mengetahui apa yang terjadi di sekitarnya
Meskipun membatasi anak pada paparan informasi di berita penting untuk mengurangi kecemasan, ada kalanya memberikan informasi pada anak tentang situasi masyarakat di seluruh dunia sangat penting.
Hal ini untuk menanamkan empati dan mengajarkan anak untuk mempertimbangkan dampak dari perilakunya. Secara tak langsung, ini juga mengurangi sikap egois dan self-centered.
Pada saat seorang anak berusia delapan tahun, ia mulai memahami bahwa perasaan seseorang mungkin tidak semata-mata didasarkan pada apa yang terjadi dengan mereka, namun juga bisa disebabkan oleh perilaku orang lain terhadapnya.
Untuk anak-anak yang lebih besar, Mama dapat meminta bagaimana pendapatnya tentang informasi tersebut dan apa yang ia lakukan jika seandainya ada orang terdekatnya yang mengalami hal-hal yang diberitakan.
Namun pastikan agar tidak memaparkan pemberitaan secara berlebihan dan kombinasikan percakapan dengan membicarakan hal-hal yang menyenangkan, sehingga tak membuat anak cemas akibat terpaku pada berita buruk.
Nah itulah beberapa kesalahan pengasuhan yang membuat anak self-centered & egois. Dengan mengurangi atau menghilangkan gaya pengasuhan di atas, Mama dapat membesarkan individu yang memiliki kepercayaan diri sehat dan tidak egois di masa depan.
Itu menjadi hal yang Mama harapkan dari seorang anak, bukan?
Baca juga:
- 7 Cara Mengembangkan Kepercayaan Diri pada Anak Prasekolah
- 5 Cara Mengajarkan Anak agar Mampu Kerja Sama dalam Kelompok
- 7 Cara Ajarkan Empati pada Anak untuk Cegah Bullying Sejak Dini