7 Kesalahan Umum Orangtua saat Mendisiplinkan Anak Balita
Mendisiplinkan anak bukan berarti menghukumnya ya, Ma!
20 September 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mengasuh seorang anak terkadang bisa seperti tugas yang sangat berat. Terlebih lagi ketika balita memiliki jiwa bak seorang ilmuwan, yang harus mencoba-coba untuk memahami apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, atau apa yang ia mampu lakukan dan apa yang tidak.
Ketika mendapati si Kecil melakukan kesalahan, cara mendisiplinkannya bisa membingungkan orangtua.
Seringkali upaya untuk mendisiplinkan anak menjadi bumerang, menyebabkan lebih banyak kesalahan seperti berteriak, mengancam dan sebagainya.
Dengan memperbaiki kesalahan pada pengasuhan dapat membantu orangtua membesarkan anak yang disiplin dan berperilaku baik. Berikut Popmama.com akan membahas beberapa kesalahan saat mendisiplinkan anak yang paling umum dan bagaimana cara memperbaikinya.
1. Memarahi anak dengan emosi yang meledak-ledak
Mendisiplinkan seseorang membutuhkan komunikasi, dan tidak ada yang menghentikan komunikasi lebih cepat daripada emosi. Sebagai orangtua, tentu Mama sudah memahami ini dalam kehidupan orang dewasa.
Pertengkaran yang saling menyulut satu sama lain dengan pasangan atau kerabat, jarang menyelesaikan konflik, ini tidak berbeda dengan anak-anak.
Mendisiplinkan balita dengan emosi yang meledak-ledak dapat menghilangkan kemampuan orangtua dalam mengambil perspektif. Di sini Mama tidak dapat melihat sesuatu dari sudut pandang anak mengapa ia melakukan tindakan tersebut.
Tak jarang kemarahan orangtua dapat melangkahi batas ke dalam tindakan kekerasan. Karena anak yang lebih kecil belajar secara efisien dari menyaksikan perilaku orangtuanya, maka ini menjadi risiko besar untuk membesarkan anak yang agresif.
Selain itu, memarahi anak dengan keras tak dapat membantu anak memahami di mana kesalahannya. Sebaliknya, bersikap tenang, bertanya pada anak, dan memikirkan solusi bersama-sama, dapat membantunya untuk menemukan kesalahannya dan mencoba untuk tidak mengulanginya lagi di waktu lain.
2. Berbicara atau menjelaskan terlalu banyak
Memberikan penjelasan panjang lebar dan mendetail tentang perilaku negatif balita bukanlah ide yang baik. Anak-anak, bahkan anak sekolah dasar yang semakin baik dalam memerhatikan, dapat dengan mudah kehilangan jejak diskusi jika terlalu detail.
Sebaliknya, penting untuk bersikap sejelas mungkin dan uraikan menjadi kalimat dasar yang mudah dimengerti sesuai usia anak.
Dengan balita, Mama cukup nyatakan apa perilaku yang salah dan mengapa itu salah. Sedangkan untuk anak yang lebih besar, bicarakan apa yang salah dan diskusikan kemungkinan skenario yang bisa menjadi pilihan yang lebih baik.
Editors' Pick
3. Tidak konsisten dalam menerapkan aturan
Mama menegur balita karena tidak membersihkan mainannya, tetapi mengabaikannya ketika kamar anak berantakan selama berhari-hari. Ini menunjukkan sebuah aturan yang sangat tidak konsisten.
Salah satu cara terbaik untuk membantu anak memperbaiki perilaku buruknya adalah dengan memberikannya instruksi yang jelas tentang apa yang diharapkan darinya.
Untuk mengatasinya, Mama dapat memberikan anak arahan yang jelas dan sederhana serta daftar harapan yang realistis. Misalnya, jika ingin anak membersihkan kamarnya setiap minggu, tandai di kalender dan buat "hari membersihkan kamar".
Atur anak untuk melakukannya, dan jika ia tidak menindaklanjuti, beri serangkaian konsekuensi yang konsisten. Jangan memberikan tingkat hukuman yang berbeda untuk kesalahan yang sama. Penting untuk konsisten dalam menegakkan aturan.
4. Menganggap bahwa disiplin itu adalah cara untuk menghukum
Seringkali orangtua lupa bahwa tujuan mendisiplinkan anak adalah untuk memberikan pedoman dan batasan yang tegas. Disiplin berarti menetapkan batasan dan harapan sehingga anak tahu apa yang diharapkan darinya.
Penting bagi orangtua untuk kembali memikirkan bagaimana memandang disiplin. Tujuan utama dari mendisiplinkan anak juga untuk mengajarkan anak belajar mengatur diri sendiri sehingga ia tidak perlu dihukum.
Ketika mendisiplinkan seorang anak, Mama perlu menunjukkan kepadanya bagaimana membuat pilihan yang baik, memilih perilaku yang tepat, dan pada akhirnya baik untuk diri sendiri dan orang lain.
Dengan menunjukkan bagaimana cara Mama mampu menangani perilaku buruk balita secara positif, yaitu dengan cara penuh kasih dan konstruktif (menekankan pembelajaran daripada hukuman), Mama juga mengajari anak bagaimana suatu hari nanti ketika ia berinteraksi dengan orang lain yang berperilaku buruk.
5. Tidak memberikan contoh sesuai dengan ucapan
Mama memberi tahu balita untuk tidak berbohong, tetapi secara rutin Mama berbohong untuk keluar dari hal-hal yang tidak ingin dilakukan, seperti berpura-pura sakit agar tidak menghadiri pertemuan di tempat kerja. Atau bahkan, meneriaki anak untuk menyuruhnya berbicara dengan baik satu sama lain.
Mendisiplinkan anak bisa menjadi masalah jika orangtua tidak memerhatikan perilakunya sendiri dan lupa bahwa anak selalu meninjau setiap ucapan dan gerakan dari orangtua, dan belajar bagaimana berperilaku dengan menggunakan orangtua sebagai teladan.
Sebisa mungkin, jadilah contoh yang baik dari perilaku yang Mama ingin anak tiru. Jika sesekali melanggar salah satu aturan, jangan ragu untuk meminta maaf dan jelaskan kepada anak mengapa Mama berperilaku seperti itu.
Lalu yakinkan anak bahwa Mama bisa menanganinya dengan lebih baik, dan bicarakan tentang bagaimana Mama dapat melakukan sesuatu secara berbeda di lain waktu.
6. Memberikan ancaman kosong
Ancaman bukanlah bentuk disiplin, karena tidak menawarkan wawasan apa pun tentang mengapa perilaku yang anak lakukan buruk. Ini juga tidak memberi balita cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, dan tidak terhubung dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan.
Ancaman lebih sering digunakan sebagai cara untuk menghukum, atau membuat balita ketakutan untuk merubah perilakunya. Ancaman kosong memang dapat membuat perilaku anak berubah dengan cepat, tetapi itu tidak berlaku dalam jangka panjang.
Hal ini karena lama kelamaan seorang anak akan menjadi bijak dan mengerti bahwa ancaman itu menakutkan, tetapi jarang terjadi atau tidak akan pernah terjadi, dan itu membuat ancaman menjadi tidak efektif.
Lebih buruk lagi ketika ancaman ini merusak hubungan mendasar antara orangtua dan anak. Ancaman untuk berhenti mencintai, atau ancaman bahwa anak akan kehilangan rumah atau keselamatannya, bisa sangat merusak.
Dilansir dari Fatherly, penelitian telah menunjukkan bahwa ancaman seperti itu menyebabkan stres, depresi, perilaku yang lebih buruk, dan intimidasi.
7. Menggunakan teknik disiplin yang sama pada setiap anak
Dalam hal disiplin anak, satu ukuran tidak cocok untuk semua. Apa yang berhasil pada kakak, mungkin tidak berhasil untuk adik. Berulang kali menggunakan pendekatan yang sama untuk mengoreksi perilaku anak mungkin tidak bekerja dengan baik untuk masing-masing anak.
Ingatlah bahwa anak-anak, seperti halnya orang dewasa, memiliki kepribadian, temperamen, dan kebiasaan mereka sendiri.
Satu anak mungkin lebih keras kepala daripada yang lain, atau lebih mungkin mengalami frustasi ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan. Maka cobalah pendekatan yang berbeda untuk menyesuaikan teknik disiplin untuk setiap anak.
Misalnya, anak mama yang lebih besar mungkin bisa melakukan rutinitas tanpa perlu diingatkan, sedangkan si Kecil mungkin memerlukan bagan, jadwal, dan pengawasan yang lebih ketat agar ia tetap pada jalurnya.
Itulah beberapa kesalahan umum orangtua saat mendisiplinkan anak dan bagaimana cara memperbaikinya. Walaupun sulit, mendisiplinkan anak adalah salah satu bagian penting dari menjadi orangtua.
Ketahuilah bahwa kesalahan adalah hal yang wajar ketika berusaha untuk membesarkan anak yang sehat dan bahagia. Namun dengan memperbaikinya, maka akan membantu orangtua untuk membimbing anak dengan lebih tepat dan mengurangi risiko bumerang yang negatif.
Baca juga:
- Tanpa Disadari, ini 7 Kesalahan Orangtua yang Merusak Masa Kecil Anak
- 5 Kesalahan Orangtua saat Anak Bertengkar dengan Temannya
- 5 Kesalahan Orangtua yang Tidak Tepat Saat Memberi Instruksi pada Anak