Agresif adalah tindakan atau ancaman yang dimaksudkan untuk merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikologis. Agresif yang dilakukan oleh balita dapat menjadi gejala dari berbagai masalah mendasar. Agresif pada anak dapat terjadi dalam berbagai bentuk.
Amukan, marah, memukul, menendang, atau menggigit, menghancurkan barang-barang, penindasan, serangan verbal, mencoba untuk mengontrol orang lain melalui ancaman atau kekerasan.
Hal ini bisa menyebabkan anak mengembangkan perilaku yang kasar dan tidak sopan.
Inti dari menangani agresif pada balita adalah mencari tahu apa yang mendorongnya terlebih dahulu. Kali ini Popmama.com akan membahas 7 penyebab balita agresif. Yuk simak informasinya di bawah ini!
1. Gangguan mood
Freepik/Demanna
Pertama, apakah ada masalah mood? Jika anak Mama mengalami kondisi bipolar, dalam tahap tumbuh kembangnya, ia sangat sering menjadi agresif. Bipolar sendiri adalah gangguan suasana hati yang ditandai dengan perubahan mood yang cepat.
Seperti awalnya anak sangat bahagia, namun dengan cepat ia berubah murung. Gangguan ini dapat dialami oleh siapa saja, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa
Anak yang mengalami bipolar juga seirngkali kehilangan kendali diri dan menjadi impulsif. Di sisi lain, ketika anak menjadi depresi, meskipun agresif jarang terjadi, ia dapat menjadi mudah tersinggung. Terkadang sifat lekas marah dan pertengkaran juga menyebabkan anak mengamuk.
2. Gangguan psikotik
Freepik/User6873431
Psikosis atau gangguan psikotik juga bisa menyebabkan anak agresif. Misalnya, anak penderita skizofrenia sering merespons rangsangan internal yang dapat mengganggu. Selain itu, anak penderita skizofrenia menjadi tidak percaya atau curiga, atau sangat paranoid. Akhirnya anak menyerang karena ketakutannya sendiri.
3. Frustrasi
Freepik/Bilanol
Anak yang memiliki masalah dengan kognisi (gangguan intelektual), atau komunikasi (seperti autisme) juga dapat mengembangkan perilaku agresif dengan mudah.
Ketika anak mengalami masalah di atas, ia seringkali kesulitan mengatasi kecemasan atau frustrasinya, apalagi anak tidak dapat mengungkapkan perasaannya seperti bagaimana anak lain dapat menyampaikannya.
Dan pada akhirnya balita akan melakukan berbagai perlawanan. Agresif pada balita juga bisa menjadi bentuk impulsif.
Editors' Pick
4. Impulsivitas
Freepik/Joaquincorbalan
Impulsivitas menjadi salah satu penyebab anak sering melakukan perlawanan atau agresif. Secara umum, impulsif lebih sering dialami oleh anak dengan kondisi ADHD. Anak dengan ADHD dapat mengambil keputusan yang kurang tepat dan bersifat impulsif, yang diartikan sebagai penyebab agresif.
Anak dengan masalah impulsivitas sering tidak mempertimbangkan konsekuensi dari tindakannya, yang mungkin dianggap tidak berperasaan atau jahat, ketika sebenarnya anak mengalami kesulitan dalam mengontrol perbuatannya.
5. Gangguan perilaku
Freepik/Dekazigzag
Dengan gangguan perilaku, agresivitas adalah bagian dari gejala gangguan tersebut, yang menjadi salah satu komponen besar. Anak yang tidak memiliki gangguan perilaku, seringkali tidak mempertimbangkan konsekuensi dari tindakannya.
Namun sebaliknya, anak dengan gangguan perilaku sengaja untuk melakukan tindakan negatif. Hal ini membutuhkan penanganan yang berbeda dengan anak yang tidak memiliki gangguan perilaku. Dokter mungkin dapat meresepkan obat dan terapi untuk anak dengan gangguan perilaku.
6. Cedera pada otak
Freepik/User12162562
Terlepas dari penyakit atau gangguan, ada beberapa alasan yang membuat anak memiliki ledakan agresif.
Salah satunya adalah ketika seorang anak mengalami kerusakan lobus frontal. Lobus frontal merupakan bagian pada otak besar yang terbesar, dan terletak di bagian depan otak.
Selain itu, agresivitas juga bisa disebabkan oleh jenis epilepsi tertentu. Dalam kasus agresif yang disebabkan oleh cedera, mungkin awalnya tidak ada alasan yang dapat Mama mengerti pada apa yang menyebabkan agresif tersebut, dan untuk mengetahuinya Mama perlu berkonsultasi dengan dokter.
7. Trauma
Freepik/rawpixel.com
Pada akhirnya, ada kalanya agresif pada anak disebabkan oleh stresor atau pengalaman atau situasi yang penuh dengan tekanan dalam situasinya, dan trauma tersebut tidak disebabkan penyakit emosional yang mendasarinya.
Namun penting untuk dipahami bahwa ini jarang terjadi, dan ketika agresif mulai lebih sering terjadi, hal itu dapat menunjukkan masalah emosional yang meningkat.
Nah itulah beberapa penyebab balita yang agresif atau melakukan perlawanan. Penting bagi Mama untuk mengatasi masalah agresif ini sebelum anak beranjak remaja. Untuk mencegahnya, Mama perlu mengetahui cara untuk mengatasi masalah agresif pada balita.
Strategi untuk Mengatasi Balita yang Memiliki Perilaku Agresif
Freepik/Galinkazhi
Dilansir dari health.clevelandclinic.org, seorang psikolog anak Emily Mudd, PhD, merekomendasikan strategi berikut untuk membantu balita dalam mengurangi sifat agresifnya:
Tetap tenang
“Ketika seorang anak mengekspresikan banyak emosi, dan orangtua menghadapinya dengan lebih banyak emosi, itu dapat meningkatkan agresif anak,” ujar Emily. Sebaliknya, cobalah mencontohkan regulasi emosional untuk anak Anda.
Jangan menyerah pada amukan atau perilaku agresif
Misalnya, anak mengamuk di pasar swalayan karena menginginkan makanan tertentu, jangan menyerah dan membelinya. Cara ini bermanfaat untuk menunjukkan pada anak bahwa hal yang dilakukannya yang tidak sopan.
Hargai perilaku baik anak
Hargai perilaku anak yang baik, bahkan ketika anak tidak melakukan sesuatu yang tidak biasa. Misalnya saat waktu makan malam anak sangat tenang dan tidak menolak makanan, katakan pada anak seperti "Mama sangat suka sikapmu saat makan malam."
Camilan dan hadiah tidak diperlukan, karena pengakuan dan pujian memiliki kekuatan tersendiri.
Bantu anak belajar mengekspresikan diri mereka dengan menyebut emosi
Misalnya, Mama mungkin berkata "Mama tahu kamu benar-benar marah sekarang." Ini membantu anak untuk memvalidasi apa yang anak Anda rasakan dan mendorong ekspresi secara verbal, bukan fisik.
Ketahui pola anak dan identifikasi pemicunya
Apakah tantrum terjadi setiap pagi sebelum sekolah? Berusahalah menyusun rutinitas pagi anak. Bagi tugas menjadi beberapa langkah sederhana, dan berikan peringatan waktu, seperti "Kita berangkat dalam 10 menit".
Tetapkan tujuan, seperti tiba di sekolah tepat waktu pada empat hari dari lima hari sekolah. Kemudian beri hadiah kepada anak ketika ia memenuhi tujuan tersebut.
Temukan imbalan yang sesuai
Jangan fokus pada tujuan finansial atau materi. Sebagai gantinya, cobalah hadiah seperti setengah jam waktu khusus bermain bersama Mama dan Papa, pilih camilan yang dimakan keluarga untuk makan malam, atau pilih film apa yang ditonton keluarga untuk jam “bioskop” di malam hari.
Jika si Kecil kesulitan untuk mengendalikan diri, memasukkan strategi-strategi ini ke dalam pengasuhan Mama akan membantu Mama dalam mengendalikan perilaku tersebut.
Namun, jika situasinya tampak tidak terkendali, ingatlah bahwa Mama bukan satu-satunya yang bergumul dengan perilaku anak. Psikolog anak dapat Mama memecahkan masalah emosional dan perilaku anak yang agresif. Semoga informasinya bermanfaat, Ma!