7 Teknik Mengatur Kontrol Impuls Anak yang Terlalu Aktif
Mengontrol impuls dengan baik, dapat membantu anak mengembangkan perilaku positif
12 Oktober 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Hampir setiap anak di usia balitamenunjukkan perilaku aktif, seperti senang berlarian, melompat, memukul, atau mengamuk. Kontrol impuls bisa menjadi tantangan seiring dengan perkembangan anak, terutama yang masih kecil.
Namun Mama tak perlu khawatir, ada beberapa keterampilan penting yang dapat dipupuk dan ditingkatkan pada untuk mengatur kontrol impuls anak di usia berapa pun. Jika dibiarkan, kontrol impuls bisa menjadi akar dari banyak masalah perilaku.
Tanpa intervensi yang efektif, perilaku impulsif dapat menjadi normal, menjadi kebiasaan, dan memburuk seiring waktu. Lantas bagaimana cara untuk mengatur kontrol impuls si Kecil?
Berikut Popmama.com telah merangkum, 7 teknik mengatur kontrol impuls anak yang terlalu aktif di bawah ini!
1. Ajari anak dalam memberi label perasaan
Anak-anak yang tidak mengerti atau tahu bagaimana mengkomunikasikan emosi mereka secara efektif lebih cenderung impulsif.
Ia tidak bisa mengatakan, "Aku marah" dan sebaliknya memukul orang lain untuk menunjukkan kekesalannya. Atau si Kecil yang tidak dapat mengucapkan, "Aku merasa sedih," ditunjukkan dengan melemparkan diri ke lantai dan berteriak.
Untuk mengatasi hal tersebut, ajari anak untuk mengenali perasaannya sehingga dapat memberi tahu Mama bagaimana perasaannya dengan benar, daripada menunjukkan nya secara negatif. Mulailah dengan mengajarkan nama-nama emosi, seperti marah, sedih, bersemangat, terkejut, khawatir, atau ketakutan.
Kemudian, bicarakan tentang perbedaan antara perasaan dan perilaku. Pastikan anak tahu tidak apa-apa untuk merasa marah, tetapi ia tidak boleh memukul, menendang, atau meneriaki seseorang saat marah. Ketika anak mampu berbicara dengan positif, ia akan lebih cenderung merasa terdengar dan didukung.
2. Ajarkan keterampilan memecahkan masalah
Meskipun solusi brainstorming terdengar sederhana, pemecahan masalah dapat menjadi salah satu teknik kontrol impuls yang paling efektif. Ajari si Kecil bahwa ada banyak cara untuk memecahkan masalah dan akan sangat membantunya untuk mengevaluasi beberapa perilaku sebelum muncul beraksi.
Misalnya. ketika si Kecil marah karena mainannya sedang dimainkan dengan kakaknya, Mama dapat memberikan beberapa pilihan lain, apakah anak dapat mencoba bermain dengan mainan lain, atau melakukan kegiatan lain seperti bersepeda atau menonton televisi, sambil menunggu kakaknya selesai bermain.
Ajak anak untuk melakukan brainstorming setidaknya lima solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Setelah mengidentifikasi solusi, anak dapat memilih solusi mana yang paling mungkin efektif.
Dengan latihan dan seiring bertambahnya usia anak, ia bisa terbiasa berpikir sebelum bertindak.
Editors' Pick
3. Mengajarkan keterampilan mengelola kemarahan
Kemampuan mengelola kemarahan yang rendah dapat menyebabkan ledakan impulsif. Sehingga, mengajar keterampilan manajemen kemarahan dapat membantu si Kecil dalam menangani emosinya dengan cara yang lebih sehat.
Di sini Mama dapat menunjukkan pada anak beberapa caranya, seperti mengambil napas dalam-dalam atau berjalan di sekitar rumah untuk menghilangkan energi negatif.
Mama bahkan juga dapat memiliki wadah yang diisi dengan alat yang akan membantu anak bersantai, apakah itu buku cerita, selimut, boneka, mainan pop-it, dan masih banyak lagi.
Yang terbaik adalah mengajarkan balita tentang bagaimana cara menenangkan diri, membuat pilihan yang lebih tepat, dan pergi ke ruang tenang (seperti kamar atau ruang bermain) sebelum bereaksi impulsif.
4. Buatlah aturan dan konsekuensi yang jelas
Ketika Mama dapat memberikan struktur dan harapan yang berada dalam aturan yang jelas, ini dapat membantu mengatur kontrol impuls anak, karena si Kecil tahu perilaku apa yang diinginkan darinya.
Sebuah penelitian yang dilansir dari Centers of Disease Control and Prevention (CDC), menunjukkan bahwa anak-anak cenderung berkembang dengan rutinitas dan struktur yang ditawarkan dalam peraturan keluarga.
Beri tahu anak apa harapan Mama, sebelum ia memasuki situasi baru. Misalnya, anak peru memahami perlunya menggunakan suara pelan dalam ruangan di perpustakaan, rumah sakit, atau berjalan di toko kelontong. Jika anak telah mengetahui apa saja yang diinginkan, maka akan lebih kecil kemungkinannya untuk berperilaku buruk.
Selain itu, jelaskan konsekuensi negatif jika anak melanggar aturan, sehingga anak dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang perilakunya.
5. Dorong anak untuk melakukan berbagai aktivitas fisik
Dorong si Kecil untuk bermain di luar dan memastikan bahwa ia mendapat banyak latihan. Sebuah penelitian di tahun 2016 dalam jurnal, Journal of Attention Disorders mengatakan bahwa seorang anak yang memiliki kesempatan untuk berlari, melompat, dan memanjat, akan lebih siap untuk lebih disiplin sebelumnya.
Maka itu penting bagi setiap orangtua untuk membatasi waktu layar anak dan dorong ia untuk secara fisik aktif bila memungkinkan. Cari waktu luang untuk bermain permainan bersama anggota keluarga lainnya juga.
Apakah itu bermain melempar bola, bermain lompat tali, atau engklek, akan mengarahkan energi anak ke dalam tindakan positif, dan mencegah perilaku yang impulsif. Bahkan permainan seperti lampu hijau lampu merah akan mengajarkan anak tentang kontrol impuls sambil bersenang-senang.
Dengan latihan, anak dapat melatih otaknya untuk memiliki kontrol diri yang lebih baik. Tapi pastikan Mama dapat membuat aktivitas fisik ini menyenangkan ya!
6. Berikan contoh bagaimana cara Mama dalam mengontrol impuls diri sendiri
Si Kecil akan belajar banyak tentang kontrol impuls dengan memerhatikan kedua orangtuanya. Memberikan contoh adalah cara yang tepat untuk menunggu dengan sabar dan mentolerir kepuasan tertunda.
Menunjukkan teknik kontrol impuls, bisa dengan mengatakan hal-hal seperti, "Mama benar-benar ingin membeli laptop baru, tetapi Mama akan menghemat uang untuk liburan kami mendatang."
Berbicara dengan diri sendiri juga akan mengajarkan anak bagaimana mengembangkan dialog internal yang akan membantu mereka mengelola impuls.
Dilansir dari Very Well Family, para peneliti di Universitas Toronto menemukan bahwa berbicara dengan diri sendiri memainkan peran utama dalam membantu anak-anak mengelola perilaku impulsif mereka.
Berikan contoh self-talk pada anak dengan mengatakan hal-hal seperti, "Ini adalah antrian yang panjang, tetapi kita harus menunggu dengan sabar."
7. Berkonsultasi dengan dokter anak
Ketika Mama telah melakukan semua cara di atas dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan, cobalah untuk segera berkonsultasi dengan dokter anak. Karena tak menutup kemungkinan jika anak memiliki kondisi ADHD.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) berdampak pada sekitar 11 persen anak-anak di dunia. Kontrol impuls, masalah perhatian, kesulitan mengingat, dan kesulitan mengikuti petunjuk adalah gejala umum ADHD.
Anak-anak dengan ADHD memerlukan dukungan ekstra untuk mengembangkan keterampilan ini. Sehingga jika Mama merasa anak mungkin menderita ADHD, segera hubungi dokter anak untuk evaluasi.
Terkadang dokter akan merekomendasikan pengobatan, seperti pemberian obat-obatan, terapi, dan dukungan struktural. Seringkali berbagai metode koping digunakan untuk membantu anak-anak dengan otak yang beragam saraf berkembang.
Nah itulah beberapa teknik mengatur kontrol impuls pada anak yang terlalu aktif. Adalah normal bagi anak kecil untuk secara fisik impulsif, seperti memukul, melompat dari furnitur, atau berlari, adalah masalah kontrol impuls yang umum.
Dengan latihan dan disiplin yang konsisten, kontrol impuls harus meningkat dari waktu ke waktu.
Namun, jika anak tampaknya berjuang lebih dari anak-anak lain seusia mereka, segera bicarakan dengan dokter anak. Kondisi yang mendasarinya, seperti ADHD, dapat mengganggu kemampuan anak untuk mengelola perilaku impulsif, tetapi pengobatan dapat sangat membantu.
Baca juga:
- Sering Impulsif, 5 Zodiak Anak yang Suka Bikin Mama Kewalahan
- Ketahui 5 Penyebab Anak Impulsif, Bertindak Tanpa Berpikir
- Psikolog: Teror Pelemparan Sperma, Impulsif atau Ekshibisionisme?