Manusia pada umumnya mampu mengalami berbagai macam emosi. Kebahagiaan, kesedihan, stres, kemarahan. Setiap emosi yang kita rasakan dan alami adalah nyata. Termasuk pada balita, anak-anak usia sekolah, dan remaja.
Merangkul emosi dan membiarkan diri merasakannya dapat membantu seseorang beradaptasi dengan emosi-emosi ini dan belajar bagaimana mengelola dan memprosesnya dengan cara yang lebih sehat dan positif.
Tapi ada bagian yang sulit, yaitu mampu memproses jenis emosi ini dengan cara yang positif dan sehat. Keterampilan ini perlu dipelajari, karena bukan sesuatu yang kebanyakan orang dapat lakukan tanpa diajarkan sejak usia muda.
Untuk membantu si Kecil tumbuh dengan keterampilan koping dan ekspresi emosi yang sehat, penting untuk mengajari mereka cara-cara positif untuk memproses kemarahan, stres, dan sejenisnya.
1. Ajari anak tentang perasaan dan memberikan nama untuk mengidentifikasi berbagai emosi
Freepik
Apakah mama kerap kewalahan ketika mendiamkan si Kecil yang menangis atau berteriak? Jika iya, penting untuk mencari tahu apa penyebabnya anak berperilaku negatif. Namun bagaimana seorang balita bisa memberi tahu apa yang ia rasakan, jika tidak mengenali perasaan dalam dirinya?
Maka itu langkah pertama untuk mengajarkan anak memproses kemarahan dengan cara yang positif adalah mampu mengidentifikasi emosi.
Ketika balita merasa marah atau kesal, tidak apa-apa untuk membiarkan mereka merasa seperti itu, terlepas dari apakah Mama merasa reaksi emosionalnya dapat diterima atau tidak. Misalnya anak tidak apa-apa untuk marah, asal tidak boleh melempar-lempar mainan.
Sehingga penting untuk membantu anak memahami apa yang ia rasakan, dan memberi nama pada emosi itu.
Sejak anak masih kecil, dorong ia untuk berbicara tentang apa yang dirasakan saat ini, dan akuilah bahwa apa yang ia rasakan adalah normal dan baik-baik saja.
Editors' Pick
2. Tetapkan aturan yang jelas untuk mengekspresikan kemarahan
Freepik/Artfolio
Sama seperti orang dewasa, di saat hatinya "panas", sulit untuk mengendalikan ledakan. Sehingga penting bagi anak-anak dari segala usia untuk memahami bahwa meskipun kemarahan adalah emosi yang normal dan sehat, beberapa ekspresi kemarahan tidak dapat diterima.
Aturan kemarahan setiap keluarga akan berbeda, tergantung pada apa yang dianggap dapat diterima dalam keluarga mama.
Beberapa keluarga mungkin baik-baik saja dengan suara yang meninggi, sementara yang lain menganjurkan metode yang lebih lembut.
Apa pun aturan kemarahan yang ditetapkan, pastikan balita mengerti dengan jelas bahwa seberapa tinggi amarahnya, ia harus bisa menghormati orang lain di sekitarnya.
3. Berikan balita alternatif yang aman dan sehat untuk mengekspresikan kemarahannya
Freepik/Freepic-diller
Sebagai bagian dari aturan kemarahan di rumah, akan sangat membantu untuk membuat daftar cara yang sesuai dengan usia untuk mengekspresikan kemarahan anak dengan sehat dan positif. Tentu, Mama tidak ingin anak tumbuh dengan pemikiran bahwa ia harus menekan emosinya bukan?
Ada beberapa metode yang dapat digunakan balita untuk memproses kemarahannya, aktivitas fisik selalu merupakan pilihan yang baik. Misalnya seperti lompat-lompat, berlari di sekitar halaman belakang, atau memainkan bola stres, atau bahkan meletuskan bubble wrap.
Metode-metode ini tentu akan berhasil juga untuk anak-anak yang lebih besar, tetapi begitu anak cukup besar untuk mengomunikasikan perasaannya, pertimbangkan untuk memberikan jurnal atau buku catatan yang dapat digunakan untuk menuliskan bagaimana perasaannya saat marah.
Anak dapat merobek halaman setelah menuliskan perasaan dan pikirannya.
4. Membuat kreasi "termometer" amarah
Pixabay/Gerd Altmann
Termometer kemarahan adalah alat yang membantu Mama mengenali tanda-tanda kemarahan anak saat meningkat. Gambarlah termometer besar di selembar kertas. Mulailah dari bawah dengan nol dan isi angka hingga 10, di bagian atas termometer.
Pada termometer kemarahan, nol berarti "tidak ada kemarahan sama sekali". Angka 5 berarti "kemarahan sedang", dan 10 berarti "kemarahan terbesar yang pernah ada".
Pada saat si Kecil tidak merasa kesal atau marah, bicarakan tentang apa yang terjadi pada tubuhnya di setiap angka pada termometer.
Balita mungkin mengatakan ia tersenyum ketika berada di level 0 tetapi memiliki wajah cemberut ketika mencapai level 5. Ia mungkin merasa wajahnya menjadi panas saat berada di level 7. Pada saat mencapai 10, ia mungkin merasa seperti monster yang marah.
Menggunakan termometer membantu anak-anak belajar mengenali kemarahan ketika itu terjadi. Akhirnya, balita dapat membuat hubungan bahwa ketika suhu kemarahannya mulai meningkat, istirahat sejenak dapat membantu mendinginkannya.
5. Jadilah teladan pada anak dalam hal mengelola emosi dengan baik
Freepik/Katemangostar
Seperti halnya membesarkan balita, perilaku orangtua dan orang-orang di lingkungan terdekat anak adalah indikator terbesar dari perilaku masa depannya. Si Kecil menonton apa yang Mama lakukan dan berkali-kali, akhirnya mencerminkan tindakan dan perilaku Mama.
Jadi jika orangtua ingin balita bisa mengelola amarahnya dengan cara yang lebih sehat dan positif, maka Mama Papa perlu memberikan contoh itu. Sangat mudah untuk kehilangan kesabaran ketika Mama merasa lelah atau stres atau kewalahan.
Tetapi harus ingat bahwa anak-anak selalu memerhatikan dan belajar dari orangtuanya. Jadi temukan cara yang lebih positif bagi Mama untuk memproses kemarahan.
Menahan diri dari berperilaku negatif, mengkomunikasikan perasaan dan mengapa merasakan hal itu, dan bertanggung jawab atas perilaku sendiri. Berikan contoh, dan anak-anak pasti akan mengikuti.
Nah itulah lima tips mengajarkan balita memproses emosi dengan positif. Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga tidak menikmati perasaan marah atau ledakan kemarahan. Seringkali, mereka bereaksi terhadap frustrasi dan ketidakmampuan untuk mengelola perasaan besarnya sendiri.
Membantu anak belajar merespons kemarahan dan emosi negatif lainnya dengan tepat, akan berdampak positif pada kehidupannya di rumah dan juga di sosial. Jika kesulitan, mintalah bantuan dokter anak atau konselor anak.