11 Dongeng Sunda Penuh Pesan Moral untuk Anak

Dongeng Sunda ini ternyata memiliki banyak pesan moral yang bisa dipetik anak, lho!

11 November 2024

11 Dongeng Sunda Penuh Pesan Moral Anak
Freepik

Mengajarkan sesuatu hal yang baik kepada anak memang bisa dilakukan dengan berbagai cara. Selain melalui wejangan yang positif, Mama juga bisa mengajarkan anak melalui cerita dongeng yang penuh pesan moral.

Kini, sudah ada banyak dongeng atau cerita legenda yang bisa dibacakan kepada anak. Salah satu cerita legenda yang memiliki pesan moral berasal dari masyarakat Sunda.

Lebih lengkapnya, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa dongeng Sunda penuh pesan moral yang bisa dibacakan pada anak secara detail.

Yuk, simak kumpulan dongeng Sunda penuh pesan moral di bawah ini!

Kumpulan Dongeng Sunda Penuh Pesan Moral yang Bisa Dibacakan pada Anak

1. Asal-Usul Situ Bagendit

1. Asal-Usul Situ Bagendit
rissaputri1.blogspot.com

Pada zaman dahulu kala, ada sebuah desa di sebelah utara Kota Garut yang penduduknya kebanyakan bekerja sebagai petani. Tanah desa yang subur dan tak kekurangan air sangat membantu petani untuk menghasilkan banyak padi dengan kualitas baik.

Walau begitu, para penduduk di sana ternyata masih hidup dalam kemiskinan. Peristiwa itu terjadi karena adanya tengkulak pelit bernama Nyi Endit. Nyi Endit adalah sosok perempuan kaya raya yang tinggal di desa tersebut.

Sejak suaminya meninggal, dia mendapatkan warisan berupa kekayaan berlimpah. Sayangnya, hal itu justru membuat Nyai Endit jadi kikir dan congkak. Berkat kekayaannya, dia bisa melakukan apa saja.

Itulah yang juga membuat banyak warga desa pinjam uang padanya. Namun, uang yang dipinjam harus dikembalikan dengan bunga yang sangat tinggi. Mirisnya, bila warga desa tak bisa membayar utang, maka pengawal Nyi Endit akan melakukan kekerasan.

Suatu hari, musim paceklik pun datang. Kondisi itu membuat banyak warga desa yang mengalami kelaparan karena hasil panen mereka gagal akibat kekeringan yang melanda. Akan tetapi, kondisi berbeda justru terjadi pada Nyi Endit yang sibuk berpesta tanpa memikirkan warga desa lainnya.

Lalu, datanglah seorang pengemis di tengah pestanya dan menegur Nyi Endit karena dianggap sangat serakah. Nyi Endit pun sempat memerintahkan pengawalnya untuk mengusir pengemis itu. Akan tetapi, si Pengemis bisa membuat pengawal Nyi Endit terlempar hanya dengan sekali gebrakan.

Pengemis itu lalu mengambil sebatang ranting dan menacapkannya ke dalam tanah. Dia menantang Nyi Endit serta para pengawal untuk mencabut sebatang ranting yang tertancap pada tanah tersebut.

"Jika kau berhasil mencabutnya, maka kau termasuk ke dalam orang-orang yang mulia di dunia ini. Namun jika kau tidak berhasil, kau dapat meminta bantuan kepada pengawalmu," kata Pengemis itu.

Nyi Endit tentu saja berusaha mencabut ranting tersebut. Akan tetapi, usahanya tak membuahkan hasil, begitu pula dengan para pengawalnya.

Mengejutkannya, si Pengemis berhasil menariknya dengan mudah. Namun, tanah tersebut seketika mengeluarkan air dalam jumlah yang begitu banyak. Air itu terus-menerus keluar dan menenggelamkan seluruh desa hingga membentuk danau bernama Situ Bagendit.

Nama Situ berarti danau, sementara Bagendit diambil dari nama Nyi Endit. Begitulah cerita asal-usul Situ Bagendit.

Pesan moral:

  • Kisah Situ Bagendit mengingatkan anak bahwa sifat kikir dan sombong akan mencelakai diri sendiri. Lewat cerita ini, anak harus ingat bahwa apa yang ada di dunia ini hanya titipan Tuhan. Jadi, anak harus menjadi sosok yang rendah hati dan suka menolong sesama.

2. Asal-Usul Telaga Warna

2. Asal-Usul Telaga Warna
YouTube.com/TV Anak Indonesia

Suatu hari, ada sebuah kerajaan di daerah Jawa Barat yang dipimpin seorang Prabu yang baik dan bijaksana bernama Suwartalaya. Negeri itu sangat makmur dan tentram, sehingga tak ada satu rakyat pun yang mengalami kelaparan.

Hal tersebut ternyata tidak serta-merta membuat kebahagiaan Prabu menjadi lengkap. Pasalnya, Prabu dan Permaisuri masih merasa kesulitan untuk memiliki keturunan. Padahal, sudah berbagai tabib didatangkan, tapi belum ada satu pun yang berhasil.

Permaisuri pun sering merasa murung dan sampai menangis. Itu tentunya membuat Prabu menjadi ikut sedih. Prabu akhirnya memutuskan untuk pergi bertapa di hutan dengan harapan segera dikaruniai anak.

Beberapa bulan kemudian, sang permaisuri akhirnya mengandung dan melahirkan seorang anak perempuan bernama Putri Gilang Rukmini. Tentu saja, seluruh kerajaan berbahagia menyambut dan menyayangi tuan Putri.

Seiring berjalannya waktu, Putri Gilang Rukmini semakin besar dan akan memasuki usia 17 tahun. Namun, Putri Gilang Rukmini memiliki perangai buruk, yaitu dia terlalu manja. Sifatnya itu disebabkan kasih sayang yang berlebihan dari orangtuanya.

Di hari ulang tahun sang Putri, Prabu menyiapkan pesta yang mewah dengan mengundang seluruh rakyatnya. Tak hanya itu, Prabu juga sudah menyiapkan kalung permata berwarna-warni yang paling berharga yang dibelinya dari pengerajin.

Akan tetapi, kalung yang sudah diserahkan Prabu itu justru dibuang sang Putri ke lantai hingga semua batu permatanya lepas dan pecah. Permaisuri merasa kecewa dengan tindakan tuan Putri. Rakyat pun ikut menangis melihat perilaku sang Putri hingga muncul mata air secara tiba-tiba di tengah kerajaan.

Semakin lama, mata air tersbeut semakin mengalir sampai membentuk danau dengan warna-warni yang menyerupai batu permata. Konon katanya, warna tersebut berasal dari bebatuan kalung sang Putri yang tersebar di dasar danau. Danau itulah yang kemudian dikenal Telaga Warna.

Pesan moral:

  • Dari cerita ini, Mama bisa mengajarkan si Kecil untuk selalu menghargai pemberian dari orang lain dengan hati yang tulus. Selain itu, Mama sebagai orangtua juga seharusnya memberikan kasih sayang secukupnya kepada anak agar mereka tidak tumbuh memiliki sifat yang manja.

3. Bebek Bertelur Emas

3. Bebek Bertelur Emas
YouTube.com/UTAR CHANNEL

Dulu, ada seorang petani yang miskin hidup bersama seekor bebek miliknya. Petani tersebut terkenal sebagai orang yang rajin dan pekerja keras. Itulah yang kemudian membuat pekerjaannya disukai orang lain.

Suatu hari, petani tersebut berdoa kepada Tuhan karena sedang merasa lapar. Dia pun berandai menjadi orang kaya, sehingga bisa makan apa pun. Menariknya, doa tersebut terkabul dan bebek kesayangannya itu bertelur emas setiap harinya.

Kondisi keuangannya pun seketika berubah drastis. Namun, hal tersebut justru membuat petani itu menjadi orang yang pemalas. Saking malasnya si petani itu, dia memutuskan untuk menyembelih bebek tersebut karena enggan mondar-mandir mengambil telur emas satu-persatu.

Pikirnya, dia bisa langsung mengambil seluruh emas yang ada di dalam tubuh bebek tersebut bila dia memotongnya. Namun, bebek itu justru malah mati dan tidak terlihat emas yang dibayangkan si petani itu.

Peristiwa itu juga membuat petani kehilangan seluruh hartanya karena tak pandai mengelola uang. Otomatis, petani itu menjadi miskin kembali karena setiap hari hartanya habis dipakai kebutuhan sehari-hari.

Pesan moral:

  • Dongeng di atas memberikan pelajaran kepada anak untuk selalu bersyukur dan hindari bersikap serakah.
  • Mama juga bisa ingatkan anak untuk jangan gelap mata dan rela melakukan apa pun hanya untuk mencapai kekayaan secara instan. Pasalnya, keserakahan hanya membawa kita kepada kerugian bagi diri sendiri di masa depan.

4. Ciung Wanara

4. Ciung Wanara
Dok. A.R

Dahulu kala, ada sebuah negeri bernama Kerajaan Galuh yang dipimpin seorang raja yang sangat arif, bijaksana serta adil bernama Raja Prabu Permana Di Kusumah. Dia juga merupakan raja sakti, memiliki ilmu tata Negara yang luhur, dan berbudi mulia.

Sang raja juga dikenal oleh masyarakat selalu mencintai penduduk di negerinya, terutama kepada mereka yang termasuk kalangan miskin. Dia pun lebih mementingkan rakyat daripada urusan pribadi.

Dia memiliki dua orang istri bernama Dewi Pangreyep dan Dewi Naganingrum. Keduanya merupakan perempuan yang cantik dan cerdas, tetapi memiliki sifat yang berbeda.

Dewi Pangreyep memiliki sifat pemarah, mudah cemburu dan angkuh, sementara Dewi Naganingrum adalah orang yang penyabar, rendah hati dan baik. Raja pun memperlakukan mereka secara adil, sehingga tak pernah ada perselisihan di antara mereka.

Suatu hari, Raja Prabu Permana Di Kusumah memanggil penasihat kerajaan, Uwa Batara Lengser. Dia ingin mengutarakan kegelisahan dalam dirinya, yaitu suatu hal yang selalu mengganggu hari-harinya selama ini.

Ternyata, Prabu Permana Di Kusumah ingin menjadi seorang pertapa. Uwa Batara tampak terkejut mengetahui hal itu. Sambil bersujud, dia mengatakan bahwa Kerajaan Galuh yang sudah sentosa itu akan berantakan jika ditinggalkan Prabu.

Prabu Permana Di Kusumah berdiri dari singgasananya dan melangkah menuju Uwa Batara Lengser. Dia lalu mengangkat tubuh Uwa Batara untuk bangkit dari sujudnya. Prabu Permana sendiri sangat menghormati orang yang lebih tua seperti Uwa Batara Lengser.

Prabu Permana Di Kusumah kemudian memutuskan untuk pergi bertapa setelah berdiskusi dengan Uwa Batara Lengser. Kerajaan itu kemudian dipercayakan kepada menteri Aria Kebonan yang kemudian dipanggil dengan nama Prabu Barma Wijaya.

Suatu ketika, kedua istri raja hamil secara bersamaan. Akan tetapi, Dewi Pangrenyep melahirkan seorang anak laki-laki lebih dulu yang kemudian diberi nama Hariang Banga.

Sementara itu, Dewi Naganingrum masih mengandung dan anak dalam kandungannya adalah laki-laki. Namun, kelahiran anak Dewi Naganingrum konon akan menjadi ancaman bagi Prabu Barma Wijaya.

Dia pun mengatur siasat dengan menghasut Dewi Pangreyep yang memiliki sifat angkuh dan cemburu. Setelah itu, Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangreyep pun menyusun strategi untuk menyingkirkan anak Dewi Naganingrum.

Dari rencana itu, mereka melakukan strategi dengan menukarkan anak laki-laki tampan Dewi Naganingrum dengan seekor bayi anjing. Sedangkan anak laki-laki Dewi Naganingrum dihanyutkan dalam sebuah peti ke Sungai Citanduy.

Tak hanya itu, Prabu Barma Wijaya masih berusaha menyingkirkan Dewi Naganingrum. Kali ini, dia memerintahkan Uwa Batara untuk membunuh Dewi Naganingrum di hutan larangan. Prabu Barma Wijaya pun menyebarkan fitnah kalau Dewi Naganingrum telah dikutuk.

Namun, Uwa Batara Lengser tidak membunuh Dewi Naganingrum. Dia justru membangunkan gubuk di hutan dan merobek baju Dewi Naganingrum lalu melumuri pakaiannya dengan darah bayi anjing.

Sementara itu, bayi Dewi Naganingrum ditemukan oleh sepasang suami-istri yang sudah tua bernama Aki dan Nini Balangantrang. Mereka meyakini bahwa bayi putih, mungil, dan sangat segar terperangkap di keramba itu adalah keturunan raja. Pasalnya, bayi itu berbeda dengan bayi biasa yang lahir di desanya.

Lantaran merasa tidak memiliki kemiripan dengan anak laki-laki yang diasuhnya, Aki dan Nini Balangantrang tidak memberikan anak itu nama. Seiring berjalannya waktu, bayi itu tumbuh dewasa dan menjadi seorang pemuda.

Suatu hari, pemuda itu mengajak orangtua yang sudah mengasuhnya untuk pergi berburu. Di sana, barulah dia bertemu dengan seekor burung dan monyet yang disebut Ciung dan Wanara. Pemuda itu pun tertarik dengan sebutan dua hewan itu dan menjadikan Ciung Wanara sebagai namanya.

Sampai akhirnya, Ciung Wanara tahu bahwa orangtua kandungnya bukan berasal dari desa di mana dia dibesarkan. Ciung Wanara kemudian berpamitan pada Aki dan Nini Balangantrang untuk pergi ke Galuh dan mencari asal-usulnya.

Untuk kembali ke Galuh, Ciung Wanara menempuh perjalanan yang tidak mudah. Dia bahkan sempat tersesat di hutan terlarang dan bertemu dengan seekor naga jelmaan pertama Ajar Sukaresi, yaitu Nagawiru.

Ciung Wanara menceritakan kisah hidupnya dan perjalanan yang ditempuh olehnya untuk mencari asal-usulnya. Sebelum pergi, dia diberi sebutir telur ayam dari Nagawiru. Dia kemudian mengerami telur itu hingga menetas menjadi anak ayam jantan.

Dengan ditemani seekor ayam jantan yang kuat, Ciung Wanara pun datang ke Galuh. Dia melihat masyarakat Galuh senang dengan hiburan sabung ayam. Namun, hanya ayam Prabu Brama Wijaya yang selalu saja menang.

Ciung Wanara akhirnya menantang Prabu Barma Wijaya untuk melakukan sabung ayam setelah identitasnya sebagai anak Dewi Naganingrum diketahui Uwa Batara Lengser. Atas saran dari Uwa Batara, Ciung Wanara meminta setengah wilayah kekuasaan kerajaan jika dia menang.

Prabu Barma pun menyetujui. Mengejutkannya, Ciung Wanara justru keluar sebagai pemenang dan menjadi raja di daerah yang diserahkan oleh Prabu Barma Wijaya.

Setelah tahu asal-usulnya di masa lalu, Ciung Wanara kemudian merencanakan balas dendam pada Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Mereka dijebloskan ke dalam penjara besi. Di sisi lain, putra Dewi Pangrenyep, Hariang Banga, tak terima orangtuanya dipenjara.

Kemudian, Ciung Wanara dan Hariang Banga berduel. Namun, Prabu Permana Di Kusumah muncul dengan Dewi Naganingrum tampak mengagetkan Uwa Batara dan melerai pergulatan Ciung Wanara dan Hariang Banga. Prabu Permana Di Kusumah pun memberikan keduanya wejangan dan pamali untuk berperang melawan saudara sendiri.

Kebusukan Prabu Barma dan Dewi Pangrenyep pun telah diketahui Prabu Permana dan Dewi Naganingrum. Sebagai karma atas kejahatan mereka, Prabu Barma Wijaya berubah menjadi monyet, dan Dewi Pangrenyep menjadi seekor burung gagak.

Di sisi lain, Hariang Banga diperintahkan melangkah ke timur yang kemudian dikenal dengan nama Jaka Susurah yang mendirikan kerajaan Jawa bersama pengikutnya. Sementara itu, Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh bersama rakyatnya yang disebut orang Sunda. Kedua kerajaan itu pun saling menghargai dan membantu dalam kesulitan.

Pesan moral:

  • Melalui dongeng di atas, Mama bisa mengajarkan si Kecil bahwa perbuatan buruk yang ditutup-tutupi pada akhirnya akan terungkap.
  • Dongeng ini juga memberikan pesan kepada anak agar dirinya harus menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana dan gemar membantu mereka yang tidak mampu. Pasalnya, kekuasaan tidaklah kekal abadi, dan bahkan bisa mencelakai diri sendiri jika dibawa kepada keburukan.
  • Terakhir, dongeng ini juga mengajarkan bahwa sesama saudara tidak boleh bermusuhan. Justru sebagai saudara harus saling bahu-membahu dalam kebaikan.

Editors' Pick

5. Gagak Hayang Kapuji

5. Gagak Hayang Kapuji
YouTube.com/Deli Laswati

Alkisah, ada seekor burung gagak yang mencuri dendeng dari tempat penjemuran. Ketika terbang dengan dendeng di mulutnya, Gagak itu bertemu dengan seekor anjing yang ingin merebut dendeng tersebut.

Setelah sampai di atas pohon, Gagak itu tidak melihat ke arah si Anjing. Sementara itu, Anjing yang ingin merebut dendeng dari Gagak mulai mengeluarkan pujian. Gagak ternyata senang dengan pujian itu dan tanpa sadar mengeluarkan bunyi hingga paruhnya mengaga dan dendeng yang ada di mulutnya terjatuh.

Dalam situasi itulah, si Anjing langsung mengambil dendeng tersebut dan membawanya jauh dari gagak. Di sisi lain, si Gagak menyesal dengan perilakunya sendiri karena itu dia kehilangan makanan kesukaannya.

Dia pun mengerti kalau anjing itu memujinya secara berlebihan karena ingin memakan dendeng miliknya. Gagak itu kemudian terbang ke arah pohon bambu untuk mencari ulat sebagai pengganti dendeng yang sudah diambil si Anjing.

Pesan moral:

  • Dongeng ini mengajarkan anak untuk tidak cepat senang dan terbuai dengan pujian yang dilontarkan orang lain. Pasalnya, bisa saja orang yang memberi pujian telah memiliki niatan yang buruk kepadanya.
  • Selain itu, penting pula untuk mengingatkan anak agar dia selalu waspada terhadap orang lain agar mereka tak mudah mengambil keuntungan dari si Kecil.

6. Lutung Kasarung

6. Lutung Kasarung
Dongengceritarakyat.com

Di sebuah kerajaan, seorang raja bernama Prabu Tapa Agung memiliki anak perempuan, Purbararang dan Purbasari. Meski bersaudara dan memiliki wajah cantik jelita, sifat mereka ternyata jauh berbeda.

Purbararang memiliki sifat dengki, sombong, serakah, dan pemalas. Sementara Purbasari dikenal sebagai putri yang memiliki hati mulia, ramah, rajin, dan rendah hati.

Suatu hari, Prabu Tapa Agung yang sudah semakin tua ingin turun dari takhtanya dan berencana memilih Purbasari untuk memimpin kerajaan meneruskan dirinya. Itu diputuskan setelah Prabu sudah mengamatinya selama puluhan tahun dan merasa Purbasari pantas menggantikannya.

Mengetahui itu, Purbararang tentu saja marah. Dia merasa, dirinyalah pantas menggantikan sang papa karena merupakan putri tertua daripada Purbasari.

Di hadapan seluruh pembesar kerajaan dan ketujuh putrinya, Prabu Tapa Agung menyerahkan takhtanya kepada Purbasari. Sang Prabu lalu meninggalkan istana kerajaannya untuk memulai kehidupan baru.

Di sisi lain, Purbararang tampak marah dan tidak setuju takhta Kerajaan Pasir Batang diberikan kepada Purbasari. Setelah satu hari sejak penobatan, Purbararang berencana mencelakai Purbasari. Dia pun menghubungi tunangannya, Indrajaya, untuk meminta bantuan nenek sihir.

Nenek sihir itu kemudian memberikan boreh atau zat berwarna hitam yang dibuat dari tumbuhan kepada Purbararang. Lalu, Purbararang langsung menyemburkan boreh ke wajah Purbasari. Akibatnya, seluruh tubuh Purbasari terdapat bercak hitam mengerikan.

Kondisi itu membuat Purbararang memiliki kesempatan emas untuk menyingkirkan Purbasari dari istana dan menghentikannya menjadi ratu.

"Orang yang dikutuk hingga memiliki penyakit mengerikan ini tidak pantas menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang. Sudah seharusnya dia diasingkan ke hutan agar penyakitnya tidak menular," perintah Purbararang.

Ketika Purbasari diasingkan di hutan, sebuah masalah besar terjadi di khayangan. Seorang pangeran bernama Guruminda tak berkenan menikahi bidadari khayangan seperti yang diperintahkan mamanya, Sunan Ambu.

Penolakan itu karena Guruminda hanya ingin menikah dengan perempuan yang kecantikannya setara Sunan Ambu. Mamanya lantas menjelaskan kalau sosok perempuan yang secantik dirinya hanya akan ditemui di dunia manusia.

Akan tetapi, Guruminda turun ke dunia manusia dalam wujud penyamaran berupa lutung atau sejenis monyet. Sunan Ambu pun memberikan nama baru untuknya, yaitu Lutung Kasarung. Guruminda yang menjadi Lutung Kasarung kemudian bertemu Purbasari di hutan.

Dia sering membantu Purbasari mencari makan di hutan. Namun, setelah tinggal berbulan-bulan, penyakit Purbasari tak kunjung sembuh. Dia pun mengajak Purbasari ke sebuah telaga yang airnya harum dan bening.

Purbasari lalu membasuh dirinya dengan air di telaga tersebut. Ajaibnya, penyakit yang ada di kulit Purbasari hilang seketika. Kulitnya kembali bersih dan tidak ada lagi bintik-bintik.

Kabar tentang kembalinya kecantikan Purbasari sudah diketahui Purbararang. Dia tampak tidak percaya akan berita ini karena yakin bahwa boreh yang disemburkan pada Purbasari mengandung kutukan yang sangat jahat dan kuat.

Dia lantas mengajak Indrajaya untuk melihat kebenaran berita tersebut. Betapa terkejutnya ia saat melihat kecantikan Purbasari telah kembali. Purbararang jelas khawatir dan menantang Purbasari untuk beradu rambut panjang.

"Jika rambutku lebih panjang dibandingkan rambut Purbasari, maka leher Purbasari harus dipenggal oleh algojo kerajaan," tantang Purbararang.

Namun, Purbararang menelan kekalahan karena rambutnya tidak sepanjang Purbasari yang rambutnya sampai sepanjang tumit. Rambut Purbararang diketahui hanya sampai sebetis saja panjangnya.

Tak hilang akal, Purbararang pun memberikan tantangan baru untuk Purbasari. Kali ini, dia mengajak Purbasari untuk adu ketampanan wajah tunangan mereka. Mendengar tantangan itu, Purbasari bingung karena dia belum memiliki tunangan.

Dia kemudian memilih Lutung Kasarung menjadi tunangannya. Tiada disangka, Lutung Kasarung yang sudah menjadi tunangan Purbasari muncul dalam wujud lelaki tampan. Inilah yang kemudian membuat Purbararang menyerah dan mengakui seluruh kesalahannya.

Pesan moral:

  • Dari cerita rakyat di atas, Mama dapat mengajarkan kepada si Kecil kalau kebaikan dan kebenaran akan selalu menang melawan kejahatan. Selain itu, sifat iri hati dan dengki sebaiknya dibuang jauh-jauh karena itu akan mendatangkan hal yang negatif pada diri sendiri.

7. Sangkuriang

7. Sangkuriang
Youtube.com/TV Anak Indonesia

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang mama bernama Dayang Sumbi yang tinggal dengan anaknya, Sangkuriang. Mereka tinggal di sebuah desa bersama seekor anjing kesayangan mereka bernama Tumang.

Sebelum hidup bersama anaknya, Dayang Sumbi menikah dengan titisan dewa yang sudah dikutuk menjadi hewan dan dibuang ke bumi. Tanpa disadari, sebenarnya Sangkuriang juga tinggal bersama papanya yang berubah menjadi anjing.

Sangkuriang pun tumbuh menjadi pemuda dengan paras memesona serta tubuh yang gagah dan kuat. Dia bahkan tumbuh menjadi anak pemberani yang senang berburu dan selalu ditemani oleh Tumang yang merupakan papa kandungnya sendiri.

Suatu hari, Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk mencarikannya kijang karena dia ingin memakan hati kijang saat itu. Sangkuriang ditemani Tumang berburu ke hutan untuk mencari kijang sesuai keinginan Dayang Sumbi.

Ketika berada di hutan, Sangkuriang melihat ada seekor kijang yang tengah merumput. Sangkuriang pun meminta Tumang untuk mengejar kijang itu. Akan tetapi, Tumang yang biasanya penurut malah justru menolak perintah Sangkuriang.

"Jika engkau tidak menuruti perintahku, niscaya aku akan membunuhmu," ujar Sangkuriang.

Ancaman itu ternyata tak dipedulikan Tumang hingga akhirnya membuat Sangkuriang semakin kesal dan marah. Dia lalu membunuh Tumang dan mengambil hati anjing itu untuk diberikan kepada Dayang Sumbi sebagai pengganti hati kijang yang tak berhasil didapatkan.

Dayang Sumbi baru tahu hati itu adalah hati suaminya setelah memasak dan memakan hati itu. Mengetahui itu, Dayang Sumbi pun murka kepada Sangkuriang. Dia pun mengambil gayung yang terbuat dari tempurung kelapa dan memukul kepala Sangkuriang.

"Tumang itu papamu, Sangkuriang!" ujar Dayang Sumbi.

Sangkuriang ternyata marah dan sakit hati terhadap Dayang Sumbi. Dia berpikir, Dayang Sumbi lebih menyayangi Tumang daripada dirinya. Akhirnya, Sangkuriang pergi mengembara ke arah timur tanpa berpamitan.

Dayang Sumbi kemudian menyesal atas perbuatannya kepada Sangkuriang. Dia memohon ampun kepada para dewa atas kesalahannya itu. Mendengar permohonan Dayang Sumbi, para dewa menerima permintaan maaf itu dan mengaruniakan kecantikan abadi kepada Dayang Sumbi.

Sementara itu, Sangkuriang yang mengembara tanpa tujuan pasti, telah tumbuh menjadi lelaki dewasa dengan paras dan tubuh yang memikat banyak perempuan. Tanpa disadari, dia kembali ke tempat di mana dulu dilahirkan setelah mengembara bertahun-tahun.

Sangkuriang berhenti di salah satu pondok untuk meminta air minum. Akan tetapi, dia justru terpesona dengan kecantikan Dayang Sumbi. Dia tak tahu kalau perempuan berparas menawan itu adalah mama kandungnya sendiri.

Begitu pula dengan Dayang Sumbi. Dia tak sadar kalau lelaki yang gagah nan sakti di hadapannya saat itu adalah Sangkuriang, anaknya sendiri. Dari situlah tumbuh benih-benih cinta, sampai akhirnya mereka merencanakan pernikahan.

Sebelum melangsungkan pernikahan, Sangkuriang mengganti namanya menjadi Jaka. Dia hendak berburu ke hutan dan Dayang Sumbi pun membantu Jaka untuk mengenakan penutup kepala.

Namun, akhirnya Dayang Sumbi menyadari bahwa calon suaminya itu adalah anaknya sendiri, Sangkuriang. Itu diketahui setelah Dayang Sumbi melihat ada luka di kepala calon suaminya itu. Luka itu mengingatkannya pada Sangkuriang yang telah meninggalkannya dulu,

Setelah melihat bekas luka itu, Dayang Sumbi kemudian menceritakan kepada lelaki itu kalau dirinya adalah Dayang Sumbi, orangtua kandung dari Sangkuriang. Namun, Sangkuriang telah dibutakan oleh hawa nafsu, sehingga tak lagi peduli dengan penjelasan Dayang Sumbi.

Untuk menghentikan pernikahan itu, Dayang Sumbi memberikan syarat kepada Sangkuriang. Dia meminta kepada Sangkuriang untuk membuat bendungan pada Sungai Citarum dan di danau itu ada perahu yang besar.

Permintaan itu menjadi berat bagi Sangkuriang karena Dayang Sumbi meminta permintaan itu sudah harus selesai dikerjakan sebelum fajar terbit. Tanpa ragu, Sangkuriang justru menyanggupi permintaan Dayang Sumbi.

Sangkuriang pun memulai pekerjaannya untuk membuat perahu dengan menebang pohon besar. Setelah perahu besar selesai dibuat, lelaki itu memanggil para mahkluk halus untuk membantunya membendung aliran Sungai Citarum.

Pekerjaan Sangkuriang ternyata membuat Dayang Sumbi menjadi cemas. Dayang Sumbi lantas mencari cara untuk menggagalkan rencana pernikahan dengan anak kandungnya sendiri. Akhirnya, dia meminta pertolongan kepada para dewa.

Setelah berdoa, Dayang Sumbi mendapat petunjuk untuk menebarkan boeh rarang (kain putih hasil tenunan). Setelah itu, Dayang Sumbi berkeliling dan memaksa ayam jantan berkokok di waktu yang masih malam hari.

Mendengar suara ayam berkokok membuat para jin yang membantu Sangkuriang jadi ketakutan. Mereka kemudian menghilang dan meninggalkan Sangkuriang dengan pekerjaan yang belum selesai.

Itu tentu saja membuat Sangkuriang sangat marah karena merasa dicurangi Dayang Sumbi. Dia pun meyakini kalau fajar belum tiba dan masih ada waktu untuk menyelesaikan danau itu.

Dengan murkanya, dia menjebol bendungan di Sanghyang Tikoro dan aliran Sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur hingga menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air yang tadinya memenuhi danau itu jadi surut.

Selain itu, Sangkuriang dengan kekuatan saktinya menendang perahu yang sudah dibuat hingga jauh dan jatuh terlungkup. Perahu itu menjelma menjadi sebuah gunung yang kemudian sampai hari ini disebut sebagai Gunung Tangkuban Parahu.

Sangkuriang pun tahu kalau semua adalah siasat Dayang Sumbi yang ingin menggagalkan pernikahan dengannya. Dengan amarah yang terus meluap, Sangkuriang lalu mengejar Dayang Sumbi hingga menghilang di bukit.

Bukit yang menjadi tempat hilangnya Dayang Sumbi pun berubah menjadi Gunung Putri. Sementara Sangkuriang yang tak berhasil menemukan Dayang Sumbi akhirnya menghilang ke alam gaib.

Pesan moral:

  • Dari cerita Sangkuriang, Mama dapat mengajarkan kepada anak bahwa tidak baik untuk melakukan segala cara dalam mencapai sesuatu.
  • Selain itu, cerita ini juga mau menyampaikan bahwa mengikuti hawa nafsu bukanlah hal yang baik. Justru mengikuti hawa nafsu akan mendatangkan hal buruk pada diri sendiri.

8. Si Kabayan

8. Si Kabayan
Youtube.com/DNanda A A

Alkisah, ada seorang pemuda bernama Kabayan yang dikenal sebagai seseorang yang memiliki ide cerdik, tetapi pemalas. Si Kabayan sudah menikah dengan seorang perempuan bernama Nyi Iteung. Mereka berdua diketahui tinggal bersama di rumah Nyi Iteung.

Suatu hari, Kabayan diminta mertuanya untuk memetik buah nangka yang sudah matang. Awalnya, Si Kabayan malas menuruti mertuanya. Dengan berat hati, dia pun mengiyakan permintaan mertuanya itu dan berangkat menuju pohon nangka yang berada di pinggir sungai.

Setibanya di sana, Kabayan berusaha mengambil satu buah nangka yang sudah tua dan besar. Namun, Kabayan tak kuat untuk mengangkatnya karena buah itu terlalu besar. Dia lalu mendapatkan solusi dengan menghanyutkan nangka itu di air sungai.

"Pulang duluan ya, 'kan sudah besar," kata Kabayan kepada nangka itu.

Sesampainya di rumah, mertua Kabayan merasa bingung melihat Kabayan yang pulang dengan tangan hampa. Dia lantas bertanya kepada Si Kabayan soal kemana perginya buah nangka yang diinginkannya itu.

"Mana nangkanya? Kok kamu pulang tidak membawa apa-apa?" tanya mertuanya.

"Lho, belum datang ya? Padahal tadi aku sudah memintanya untuk berjalan duluan ke rumah. Ternyata buah nangka itu belum sampai juga," ucap Kabayan.

Mertua Si Kabayan masih bingung dengan penjelasan Kabayan dan memintanya untuk memberikan penjelasan kembali.

"Jadi, tadi aku sudah memetik nangkanya, tetapi karena terlalu berat, aku menghanyutkannya di sungai agar pulang sendiri," jelas Kabayan.

"Kamu jangan bercanda! Tidak ada ceritanya, nangka bisa pulang sendiri," ucap mertuanya dengan kesal.

"Hah, yang bodoh itu nangka, sudah tua masa nggak tahu jalan pulang," kata Kabayan sambil pergi.

Pesan moral:

  • Dari kisah di atas, Mama bisa mengingatkan si Kecil kalau kemalasan hanya akan mendatangkan kerugian, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Di sini, Mama juga bisa mengingatkan anak untuk selalu rajin dan giat sedini mungkin.
  • Selain itu, ajarkan kepada anak untuk mencari solusi terbaik dari masalah yang mereka hadapi. Ingatkan mereka untuk memastikan dahulu solusi yang ingin diambil logis atau tidak.

9. Sasakala Gunung Geulis

9. Sasakala Gunung Geulis
google.com/maps/Dhafa Rizi

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami-istri yang sudah lama menikah, tetapi belum juga memiliki anak. Selama siang dan malam, suami itu tak kunjung berhenti meminta kepada Tuhan. Akhirnya, dia mendapatkan petunjuk lewat mimpi.

Petunjuk itu mengarahkan dia untuk pergi ke sebuah gunung di sebelah timur desanya dan bertapa di lereng gunung tersebut. Saat pagi hari tiba, dia pun menceritakan mimpi tersebut kepada istrinya. Sang istri pun meminta suaminya untuk mengikuti petunjuk itu.

Suami itu kemudian berangkat mencari gunung yang akan dijadikan sebagai tempat untuk bertapa. Setelah menemukan gunung, dia lalu bertapa selama 40 hari, 40 malam. Di malam terakhir, dia didatangi seorang putri cantik. Putri itu ternyata merupakan makhluk gaib penghuni gunung itu.

Melihat kecantikan putri tersebut, si suami langsung melupakan niat awal dia bertapa di gunung itu. Suami tersebut kemudian menikah dengan putri cantik yang dijumpainya di gunung. Mengejutkannya, putri itu adalah jelmaan dari ular besar.

Setelah lama menunggu hingga berbulan-bulan suaminya tak kunjung pulang, istri itu menghampiri suaminya. Namun, dia terkejut dan takut saat menemukan suaminya sedang dililit ular besar.

Dengan rasa sayang kepada suaminya yang besar, istri itu akhirnya membulatkan keberanian dan mencari cara untuk menyelamatkan suaminya dari jeratan ular itu. Istri itu akhirnya menjerat ular itu dan mencari kuda lalu menyeretnya ke lereng gunung.

Sesampainya di sebuah tempat, kuda itu diikatkan pada sebatang pohon. Si Suami yang diam-diam mengikuti, melihat kalau istrinya akan membunuh ular itu. Dia segera menghalangi perbuatan istrinya. Pasalnya, wujud yang dilihat suami itu bukanlah ular besar, tetapi seorang perempuan cantik.

Kesal dengan tindakan suaminya yang berusaha menghalangi, istri itu lantas membunuh ular dan suaminya. Beberapa hari kemudian, jasad suaminya dan bangkai ular itu hilang tak berbekas.

Konon, jasad suaminya sudah berubah wujud menjadi ular yang hidup di gunung tersebut. Gunung itulah yang kini dikenal banyak orang dengan nama Gunung Geulis.

Pesan moral:

  • Lewat dongeng ini, Mama bisa mengajarkan kepada anak kalau ketidaksetiaan dapat mendatangkan malapetaka.
  • Selain itu, Mama juga bisa mengajarkan kepada anak untuk lebih mengendalikan dirinya terhadap godaan. Pasalnya, jika diri sendiri tidak bisa pegang kendali untuk hadapi godaan, maka nantinya akan ada bencana yang bisa datang menghampiri.

10. Sireum Jeung Japati

10. Sireum Jeung Japati
YouTube.com/ErTanti Crafts

Dahulu kala, ada semut yang terjatuh ke dalam air saat minum di sisi sungai. Kala itu, ada seekor merpati yang baik hati menolongnya dengan menyodorkan daun sebagai pegangan. Daun tersebut ditarik merpati hingga ke tepi sungai agar si semut bisa naik ke permukaan.

Setelah semut itu berhasil, dia menyampaikan terima kasih dan melanjutkan kembali perjalanan masing-masing.

Beberapa hari kemudian, semut tersebut melihat ada seorang pemburu yang sedang mengincar merpati yang sudah menyelamatkannya. Sebagai bentuk balas budi, semut itu menggigit kaki pemburu dan memperingatkan merpati kalau ada bahaya.

Pesan moral:

  • Dari cerita di atas, si Kecil mau diingatkan untuk saling tolong-menolong sesama yang sedang mengalami kesulitan. Kebaikan itu nantinya akan kembali kepada kita di waktu yang tidak terduga.

11. Si Peucang Jeung Biruang

11. Si Peucang Jeung Biruang
Youtube.com/Alfira Putri Febryanis

Kisah dongeng fabel ini mengisahkan seekor Beruang yang suka mendengarkan musik. Beruang berwarna coklat ini ternyata juga turut menjadi target untuk dikerjai oleh Kancil.

Suatu ketika, Beruang melihat ada anak gembala yang sedang memainkan seruling bambu. Dia lalu pergi ke hutan untuk menceritakan pengalamannya kepada si Kancil.

Saat si Kancil sedang beristirahat setelah pergi jalan-jalan, dia mendengar adanya suara derit bambu. Suaranya pun cukup merdu. Saat itu, muncul ide di benak Kancil untuk mengerjai Beruang.

Si Kancil kemudian mengajak Beruang untuk pergi ke tempat tersebut. Lalu, Kancil menyuruh Beruang untuk menjulurkan lidah dan menempelkannya pada celah pohon bambu itu.

Ketika angin bertiup, bambu itu kemudian berderit dan membuat lidah Beruang jadi terjepit. Alhasil, Beruang menjerit kesakitan. Dia kemudian sadar kalau sedang dikerjai oleh Kancil. Walau begitu, dia tidak marah karena dapat menikmati suara derit bambu sampai tertidur.

Pesan moral:

  • Dongeng di atas menceritakan kisah pertemanan antara Beruang dan Kancil. Melalui dongeng ini, Mama bisa mengajarkan kepada anak untuk hindari mengerjai teman. Pasalnya, teman bisa mengalami celaka akibat dikerjai.
  • Selain itu, Mama juga bisa mengajarkan kepada anak untuk tidak terburu-buru marah atau bereaksi negatif saat anak menghadapi kesulitan atau sedang dipermainkan. Terkadang, ketika anak bersikap tenang dan positif, nantinya mereka bisa menemukan sisi baik atau keindahan dari situasi yang tak menyenangkan itu.

Jadi, itulah kumpulan dongeng Sunda penuh pesan moral yang bisa dibacakan kepada anak. Melalui dongeng di atas, ada banyak pelajaran berharga yang bisa diajarkan. Dengan begitu, ini bisa menjadi cara yang menarik bagi Mama untuk mengajarkan hal baik kepada mereka.

Baca juga:

The Latest