8 Fakta Tentang Anak yang Berbohong
Ma, terkadang mereka nggak tahu lho kalau sedang berbohong
13 November 2018
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Orangtua tentu mengharapkan anaknya tumbuh dengan karakter yang baik. Salah satu karakter yang diharapkan adalah jujur.
Akan tetapi, Mama mungkin tidak tahu bahwa dalam proses pertumbuhan dan pekembangan anak, ia akan mencoba bersikap yang tidak baik juga, termasuk berbohong.
Para pakar psikologi menemukan bahwa ada masanya anak memiliki kebiasaan berbohong karena berbohong adalah bagian dari perkembangan anak, Mama sebaiknya dapat menentukan cara yang sesuai untuk menghadapi situasinya dengan bijaksana.
Nah, Popmama.com akan memberikan fakta mengapa anak berbohong.
1. Berawal dari dorongan natural
Saat anak Mama mengungkapkan hal-hal yang tidak sesuai dengan fakta, Mama tentu bertanya-tanya cara ia mulai mempelajari kebiasaan berbohong yang tidak terpuji. Padahal, nilai-nilai kejujuran dan ajaran mengenai moral baik selalu ditanamkan sejak dini.
Nyatanya, hal tersebut sangat normal terjadi karena sebuah studi menemukan bahwa berbohong menjadi bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi secara alami.
Tanpa harus belajar atau melihat contoh mengenai tindakan berbohong, si Kecil sudah bisa berbohong sejak usia 3 tahun.
Hal ini disebabkan karena ia sudah dapat mengalami atau merasakan dorongan untuk melakukan sesuatu sendiri, termasuk menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan faktanya.
2. Bagian dari proses perkembangan anak
Sebagaimana disebutkan di atas, berbohong merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak.
Hal ini membuat sikap berbohong itu sendiri menjadi sesuatu yang sangat normal dan harus Mama lalui dengan sebaik-baiknya karena hal yang normal, Mama justru harus waspada jika anak Mama tidak bisa berbohong ketika menginjak usia 3 tahun.
Hal ini diungkapkan oleh Michael Brody M.D., psikiater anak asal Amerika Serikat., sebagaimana dilansir dari Parenting.com.
Pasalnya, Michael Brody M.D berpendapat bahwa di usia ini, si Kecil telah memasuki tahap di mana kemampuan otaknya telah berkembang untuk berimajinasi atau menciptakan sebuah karangan cerita yang bertolak belakang dari fakta, sepeti mengatakan sosok teman imajinasi, perjalanan ke dunia ajaib dan semacamnya.
Ternyata cukup unik juga ya, cara otak si Kecil berkembang. Sementara, ketika si Kecil menceritakan sosok imajinasinya, Mama dapat mendengarkan dengan baik segala 'cerita karangan' yang ia buat ya.
Seru juga lho kalau Mama menambahkan sedikit bumbu pada ceritanya, misalnya saat ia cerita tentang sosok peri yang ia temui, Mama dapat bilang ia pasti peri yang kamu temui berasal dari negeri yang sangat indah, penuh dengan musik riang.
Setelah beranjak dewasa dan mulai memahami banyak hal, tak ada salahnya Mama memberitahu kebenaran bahwa sosok peri yang pernah ia ceritakan dan Mama kembangkan ceritanya itu sebenarnya tidak pernah ada.
Hal ini mengatisipasi agar si Kecil tak menceritakan 'cerita karangan' tersebut terlalu luas ke banyak orang. Mama nggak mau kan si Kecil dianggap pembohong oleh teman-temannya saat ia terus menceritakan segala imajinasinya saat kecil.
3. Berhubungan erat dengan kreativitas
Ada kalanya, anak Mama menceritakan suatu hal dengan sangat meyakinkan sehingga teman-teman atau orang lain yang mendengarnya dan percaya kepadanya.
Mereka, bisa mengungkapkan secara detil cerita mereka dan terlihat sangat-sangat nyata. Namun, ternyata hal tersebut adalah situasi dan sosok-sosok di dunia imajinasi anak Mama.
Bagaimana jika Mama mengalami hal ini? Apakah artinya Mama bisa memarahinya dan memberitahunya kalau ia telah berbohong atau membiarkannya saja? Sebab cerita yang diungkapkan anak Mama adalah buah kreativitas dan imajinasinya?
Menurut pandangan Michael Brody M.D., “Tidak ada yang salah saat anak Mama mengutarakan fantasinya. Hal tersebut merupakan bagian dari perkembangan kreativitas anak yang memang terjadi secara normal pada usia 3-5 tahun."
Hal ini didukung oleh psikolog anak, Dr. Elizabeth Berger, yang mengungkapkan bahwa sikap tersebut merupakan bagian dari perkembangan anak dalam menciptakan ide-ide baru yang positif, sebagaimana dilansir dari parenting.com.
Editors' Pick
4. Menjadi tanda IQ yang tinggi
Proses membuat sebuah kebohongan adalah kompleks. Berbohong membutuhkan kemampuan berpikir, ide-ide baru, konsistensi, dan dramatisasi.
Ini yang disebut psikolog bahwa kemampuan anak untuk berbohong adalah pertanda baik untuk proses tumbuh kembangnya.
Masih dilansir dari sumber yang sama, para pakar menemukan fakta bahwa semakin kreatif khayalan kebohongan yang dapat diungkapkan oleh seorang anak, maka semakin baik pula kemampuan berpikirnya.
Angela Crossman, Ph.D., profesor di bidang psikologi di Amerika Serikat, menemukan fakta bahwa anak-anak dengan IQ tinggi cenderung suka berbohong. Tentu saja kebohongan yang dibuat melibatkan imajinasi yang tinggi.
5. Berbohong agar bebas dari hukuman
Studi psikologis menemukan bahwa ketika menginjak usia 4 tahun, anak sudah bisa mengetahui perbuatan yang baik dan salah serta hubungan sebab-akibat.
Itu artinya, pada usia tersebut, seorang anak sudah mampu memahami bahwa perbuatan salah akan mengakibatkan hukuman.
Ketakutan atau kekhawatiran mendapat hukuman itu mendorong anak berbohong. Di titik ini, kebohongan bukanlah menjadi hal yang natural atau tanda kreatif melainkan sudah menjadi kejahatan yang disengaja.
Beruntungnya, di usia muda, anak masih terlalu polos sehingga saat berbohong, ia akan merasa tidak enak dan bukan tidak mungkin, pada akhirnya ia akan mengakui kesalahannya.
6. Di usia 6 tahun, dorongan berbohong semakin besar
Memasuki usia 6 tahun, anak akan memiliki dorongan-dorongan baru untuk melakukan kebohongan.
Dengan kata lain, anak Mama akan masuk ke dalam tahap dimana ia sudah punya banyak alasan untuk berbohong. Ia akan berbohong jika ia merasa bahwa kebohongan adalah satu-satunya cara untuk menjaga dirinya.
Di sisi lain, anak Mama akan memiliki kesadaran akan hubungan sebab akibat. Ini menarik sebab kebohongan muncul akibat ia takut dihukum, namun ia juga bisa mengungkap kebohongannya karena khawatir mendapatkan hukuman yang lebih besar.
Saat menemukan anak berbohong, dengarkan dahulu penjelasan mereka tentang alasan mereka berbohong.
Setelah masalah diungkapkan, beri penghargaan atas kejujuran mereka, kemudian ungkapkan bahwa Mama tidak suka dibohongi dan memiliki anak yang pembohong.
7. Ditandai bahasa tubuh
Semua kebohongan, bisa diungkap dari bahasa tubuh yang tidak biasa. Pelajari bahasa tubuh anak mama. Mungkin, gaya berbohongnya adalah bercerita sambil mengusap hidungnya atau menarik-narik rambutnya.
Dilansir dari Today.com, Dokter Gail Saltz, seorang psikiater anak mengatakan, pada umumnya anak yang berbohong menghindari kontak mata dengan lawan bicaranya.
Jika Mama mencurigai anak mama berbohong, perhatikan tanda-tanda itu dan kemudian bekerjalah sebagai detektif yang mengungkap kebenaran.
8. Ajarkan bahwa berbohong adalah tidak baik
Jika di usia 6 tahun dan lebih, anak Mama masih suka berbohong, kemungkinan besar ia memang memilih kebohongan sebagai perisainya untuk menghadapi hukuman. Jangan biarkan bohong menjadi kebiasaannya. Untuk itu, para pakar menyarankan agar orangtua menanamkan kebiasaan untuk jujur.
Untuk mengetahui cara-cara jitu demi mencegah anak dari kebiasaan suka berbohong, Mama dapat melihat solusi di sini.
Yuk, kita bantu anak mama untuk tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter baik dan jujur. You can do it, Mom!
Baca juga: Mengapa Anak Berbohong? Ini 5 Alasannya!