Ini Dia Dampak Psikologis dari Membiasakan si Kecil Suka Berbagi
Mama juga pasti senang kan kalau melihat si Kecil murah hati pada banyak orang
27 Januari 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Salah satu pelajaran terpenting yang tidak boleh dilupakan oleh si Kecil adalah berbagi kepada sesama.
Hal ini tentu menjadi bagian dari impian setiap Mama untuk melihat si Kecil bertumbuh menjadi anak yang murah hati dan suka memberi.
Itu kenapa, tidak aneh jika Mama terus berupaya untuk menerapkan nilai berbagi tersebut dalam kehidupan tumbuh kembang si Kecil sejak usia dini.
Hal tersebut tentu bertujuan agari si Kecil dapat terbiasa memberi atau berbagi kepada sesama yang membutuhkan secara otomatis tanpa harus diminta atau bahkan, berada di bawah pengawasan Mama.
Sebagai contoh, sangat menyenangkan jika Mama mendengar si Kecil membagikan sepotong roti dari kotak bekalnya untuk teman sekolahnya yang tidak membawa bekal.
Hal itu tentu akan membuat hati Mama senang dan bangga. Akan tetapi, satu hal penting yang kerap dilupakan Mama: berpaling sejenak dari manfaat positif yang didapatkan dari sikap suka berbagi, Mama tentu harus memastikan apa si Kecil juga merasa senang saat melakukannya.
Lebih jelasnya lagi, bukankah bijak jika Mama juga mempertanyakan keadaan psikologis si Kecil saat menerapkan nilai berbagi tersebut?
Apakah si Kecil merasakan sesuatu yang positif sebagaimana semestinya, atau terbebani seolah-olah ia melakukan hal itu karena sebuah tuntutan atau keharusan dari sang Mama.
Untuk itulah, dalam upaya untuk menemukan jawaban dari keadaan psikologis si Kecil saat menerapkan nilai berbagi yang telah diajarkan Mama dalam kehidupannya sehari-hari, sebuah studi dilakukan dengan sedemikian rupa.
Editors' Pick
Bagaimana keadaan psikologis si Kecil saat suka berbagi?
Diteliti oleh para ilmuwan di Cina, sebuah studi yang mengaitkan kebiasaan berbagi dengan keadaan psikologis anak telah dilakukan dan dilaporkan ke dalam jurnal berjudul Frontiers in Psychology.
Dalam penelitian tersebut, para ilmuwan yang dipimpin oleh Dr. Zhen Wu bekerja meneliti anak-anak dengan rentan umur 3 – 5 tahun, di mana total keseluruhan anak dibagi ke dalam dua kelompok, mengikuti proses penelitian. Pertama, kelompok A mewakili anak-anak yang memberi secara sukarela.
Kedua, kelompok B mewakili anak-anak yang memberi karena disuruh.
Dari situ, para ilmuwan pun melakukan penelitian lebih lanjut dengan mencermati ekspresi wajah yang ditunjukkan masing-masing anak di kedua kelompok saat melakukan tugasnya, yang di mana tugas tersebut dijalankan mereka dalam setting yang terjadi secara alami.
Berdasarkan dasar itu, para ilmuwan pun akhirnya dapat menemukan fakta bahwa anak-anak yang terkategorikan di kelompok A kerap menunjukkan ekspresi wajah yang teruji dapat dideskripsikan dalam kategori bahagia, seperti tersenyum dan garis-garis wajah yang ringan.
Sebaliknya, anak-anak yang terkategorikan di kelompok B kerap menunjukkan ekspresi wajah yang teruji dapat dideskripsikan dalam kategori ‘under pressure’ atau berada di bawah tekanan.
Dalam hal ini, para ilmuwan menyebut bahwa eksrepsi tersebut menunjukkan adanya pergejolakan di dalam dirinya.
Untuk itu, hasil penelitian membenarkan bahwa, kebiasaan memberi memang sangat berdampak bagi keadaan psikologis anak itu sendiri.
Hal tersebut tergantung pada bagaimana orangtua melakukan proses penerapan nilai berbagi kepada si Kecil.
Bagaimana sebaiknya Mama mengajar si Kecil untuk berbagi?
Memperhatikan hasil dari penelitian yang teruji di atas mengenai hubungan sikap berbagi dan keadaan psikologis anak, kita tentu dapat menyimpulkan bahwa pentingnya memperhatikan langkah-langkah dalam menerapkan nilai berbagi dalam kehidupan si Kecil.
Nah, di bawah ini ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan untuk hal itu:
Menjadi contoh dari sikap berbagi
Kita tentu setuju bahwa pengajaran akan sesuatu jauh lebih efektif jika dilakukan dengan memberi contoh. Khususnya pada anak-anak usia 3-5 tahun, sebuah studi membenarkan bahwa anak-anak dalam rentan usia tersebut cenderung melakukan copy-paste terhadap perilaku orang di dekatnya, khususnya Mama.
Untuk itu, demi mewujudkan kebiasaan suka berbagi pada si Kecil, Mama disarankan untuk menjadi contoh atas hal itu di kehidupan sehari-harinya.
Dari sini, si Kecil dijamin akan tumbuh dengan kebiasaan tersebut layaknya ia melakukan kebiasaan-kebiasaan lain yang disenanginya.
Jadi, ia pun tidak akan merasa terbebani saat melakukan hal itu.
Beri penjelasan mengenai sikap berbagi
Sikap yang baik tentu tidak sepantasnya berakhir menjadi sekadar kebiasaan, tanpa si Kecil mengetahui apa yang dilakukannya itu baik.
Untuk itu, hal yang bijak jika Mama turut memberi ruang dan waktu untuk berbincang dengan si Kecil mengenai nilai-nilai berbagi yang ingin diterapkan.
Dalam perbincangan itu, jelaskan betapa baik dan pentingnya nilai-nilai tersebut.
Pastikan Mama tidak menjelaskannya dalam kalimat yang seolah-olah menyuruh atau mengharuskannya sehingga si Kecil memandang berbagi sebagai aturan.
Sebaliknya, sentuh hatinya dan berilah kata-kata yang menumbuhkan rasa simpati dan empati terhadap sesama dalam konteks berbagi.
Hal ini akan membuat si Kecil sadar dan suka melakukannya dari hati.
Mama, perliaku anak untuk menjadi pribadi yang murah hati, suka berbagi, serta peduli terhadap lingkungannya dapat Mama dan Papa pupuk sejak dini dan dimulai dari rumah serta kebiasaan keluarganya.
Jika sedari kecil ia melihat keluarganya adalah panutan untuknya berbuat baik, ia pun akan melakukannya di luar rumah dengan orang-orang yang akan ia temui.
Baca juga: Cara Menanamkan Nilai Toleransi Saat Mengasuh Anak