Oral Sensory Seeking, Perilaku Anak Suka Mengunyah Benda Sembarangan
Jika dilakukan oleh anak di atas usia 2 tahun, Mama harus waspada
2 Maret 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Apakah anak mama suka memasukkan mainan ke dalam mulut?
Atau, si Kecil seringkali menunjukkan gestur sedang menggigit atau mengunyah suatu barang yang jelas bukan makanan?
Perilaku tersebut dinamakan oral sensory seeking.
Artinya, sebuah tindakan untuk mempelajari lebih lanjut tentang suatu objek menggunakan mulut.
Sebenarnya, alasan si Kecil suka memasukkan segala sesuatu ke mulutnya adalah karena bayi menggunakan mulut sebagai indra mata kedua.
Mulut membantu mereka mengenal benda-benda di sekitarnya, semacam untuk mengetahui seberapa besar objek tersebut, seperti apa teksturnya, dan bagaimana bentuknya. Itu semua membantu observasi si Kecil dan mengembangkan perkembangan motorik sensorik mereka.
Menghisap sesuatu di dalam mulut juga bisa membuat bayi merasa lebih tenang. Aktivitas menghisap adalah gerakan refleks si Kecil untuk memperoleh asupan ASI saat bayi. Menghisap berkaitan erat dengan proses bayi untuk melangsungkan hidup.
Maka dari itu, kadangkala perilaku ini terbawa sampai anak tumbuh lebih besar sebagai sebuah strategi untuk menenangkan dirinya sendiri.
Oral sensory seeking ni sebenarnya sangat normal jika dilakukan oleh kalangan anak di bawah usia 2 tahun, Ma.
Namun, jika perilaku ini tidak kunjung berkurang saat anak sudah menginjak 4 tahun atau bahkan 6 tahun, bisa jadi ada alasan tersembunyi di balik perilaku mereka.
Untuk menggali lebih dalam mengapa perilaku ini bisa terus berlangsung lama pada anak-anak, berikut Popmama.com telah merangkum apa itu oral sensory seeking, tanda-tanda perilakunya, indikasi oral sensory seeking berbahaya, dan cara mengatasinya.
1. Tanda-tanda anak mengalami oral sensory seeking
Perlu ditekankan, bahwa perilaku oral sensory seeking ini tergolong sangat wajar dilakukan oleh anak di bawah 2 tahun, ya, Ma.
Jika Mama menemukan anak mama masih melakukan perilaku mengunyah, menggigit, dan menghisap barang bukan makanan secara sembarangan di usianya yang sudah lebih dari 2 tahun tanpa adanya pengurangan frekuensi yang signifikan, maka inilah saatnya Mama perlu waspada.
Berikut adalah pola tanda-tanda perilaku anak oral sensory seeking yang bisa Mama amati:
- Sering mengisap ibu jari atau jari tangan lainnya
- Punya kebiasaan menggigit kuku terus menerus
- Memasukkan pensil ke dalam mulut
- Mengunyah potongan kertas
- Mengunyah kerah pakaian
- Mengisap lengan baju
- Memasukkan mainan ke dalam mulut
- Mengisap atau mengunyah bagian lunak mainan tertentu
Jika anak mama sudah berusia lebih dari 2 tahun namun Mama masih terus melihat perilaku tersebut secara konstan di keseharian anak, maka bisa jadi mereka mengalami oral sensory seeking.
Editors' Pick
2. Alasan mengapa oral sensory seeking terjadi pada anak di atas 2 tahun
Seperti yang kita tahu perilaku oral sensory seeking adalah hal normal bagi si Kecil yang masih baru menginjak usia 2 tahun. Berikut adalah beberapa kemungkinan yang terjadi mengapa anak berusia di atas 2 tahun masih terus menunjukkan perilaku oral sensory seeking:
Anak mengalami keterlambatan perkembangan
Mulut adalah indra kedua yang digunakan oleh bayi untuk mengobservasi objek setelah indra penglihatan atau mata.
Kenapa ketika anak sudah melewati usia 2 tahun, mereka masih suka menggunakan mulutnya untuk mengeksplorasi objek?
Bisa jadi, karena otak mereka terlambat berkembang. Berapapun usia anak, otak mereka masih mencoba memproses dan memahami informasi seperti kemampuan anak di bawah usia 2 tahun. Perkembangan kognitif mereka masih terhambat di tahap sensorimotor.
Anak-anak di tahap ini akan cenderung mengobservasi benda menggunakan mulut bukan tangan.
Anak menggunakan sensori oral untuk menenangkan diri
Mengisap adalah tindakan yang terbawa dari saat anak masih bayi.
Bagi bayi, mengisap adalah hal yang menenangkan.
Beberapa anak masih suka melakukan kebiasaan ini bahkan ketika mereka sudah memasuki tahap balita atau kanak-kanak. Biasanya, mereka menggunakan jempol sebagai objek yang dihisap.
Mengisap merupakan cara bayi untuk mengungkapkan stre
s dan kecemasan. Karena mereka masih belum mampu berkomunikasi, maka mengisap menjadi andalan mereka untuk menenangkan diri sendiri.
Jika dilakukan oleh anak-anak yang sudah lebih besar, sama seperti saat bayi, ini bisa menjadi indikasi bahwa anak mama sedang stress, lelah, kesal, atau kewalahan.
Mereka tidak memiliki cara lain yang lebih sederhana untuk menyalurkan stres, sehingga kebiasaannya terbawa sampai mereka tidak lagi menjadi bayi.
Perhatikan kapan anak menunjukkan sikap mengunyah atau mengisap, apakah mereka kerap melakukannya saat lelah bersekolah, kewalahan, atau aktivitas lainnya.
Anak mengalami perbedaan pemrosesan sensorik
Kesulitan pemrosesan sensorik juga bisa membuat anak memasukkan benda secara sembarangan ke dalam mulutnya. Beberapa anak memiliki kebutuhan yang lebih tinggi untuk membuat mulutnya terus bergerak.
Rahang adalah salah satu otot paling kuat di tubuh manusia, kegiatan mengunyah akan memberikan otak input sensorik proprioseptif yang besar.
Pada anak-anak yang terdiagnosis gangguan pemrosesan sensorik atau autisme, kebiasaan mengunyah dan menghisap lazim mereka lakukan.
Dalam beberapa kasus, anak mungkin mengalami masalah dengan giginya
Jika anak mama terus menerus mengunyah atau mengisap sesuatu, mungkin masalah yang sebenarnya terjadi terletak pada giginya.
Misalnya gigi mengalami pembusukan, gigi berlubang, atau infeksi gusi. Apabila bila Mama merasa bahwa alasan ini adalah faktor anak mengalami oral sensory seeking, segeralah bawa anak ke dokter gigi untuk diperiksa.
Anak mungkin mengalami kondisi gangguan medis yang disebut 'pica'
Kondisi medis pica membuat anak-anak memasukkan segala macam benda ke dalam mulut mereka. Tidak hanya mainan atau barang-barang yang lunak saja, kondisi ini sudah berbahaya karena anak-anak sama sekali tidak bisa membedakan barang yang dapat atau barang yang tidak dapat dimakan.
Menurut National Autism Society, penyebab bisa karena perkembangan sensorik, inkonsistensi perilaku, faktor diet yang berbahaya, atau kondisi medis lainnya.
Sampai saat ini, penelitian tentang pica masih sangat terbatas dan terus didalami.