Meski usianya masih terlalu belia, anak rupanya juga sudah bisa berbohong lho, Ma. Ketika Mama dan Papa mengetahui si Kecil mulai berbohong, apa tindakan yang tepat untuk memberikan sikap atas perilaku bohong tersebut?
Ada banyak reaksi yang diperlihatkan orangtua ketika anaknya mulai berbohong. Ada yang memberikan pengertian sekaligus pembelajaran, ada pula yang berakhir memarahi anak.
Sebelum menyalahkan anak atas perilaku berbohongnya, orangtua perlu mengenali lebih dulu proses perkembangan anak agar tidak salah mengartikan.
Lantas, bagaimana sikap dan konsekuensi yang bisa orangtua berikan saat anaknya mulai berbohong?
Melansir dari berbagi sumber, berikut akan Popmama.com rangkumkan hal yang perlu orangtua lakukan saat si Kecil berbohong.
1. Ketahui mengapa anak bisa berbohong
Pexels/Alex Green
Saat Mama memberikan larangan untuk tidak boleh memakan permen terlalu banyak, namun Mama mendapati anak berbohong dengan menyembunyikan beberapa bungkus permen di tempat rahasia, apa yang akan Mama lakukan? Apakah memarahinya, atau langsung mengambil permen tersebut?
Sebelum bersikap, Mama perlu mengetahui bahwa tahapan ini adalah proses perkembangan anak yang mulai memahami pikiran dan sudut pandang orang lain. Contohnya, Mama melarang anak tidak boleh memakan permen tanpa memberikan alasan, sedang anak berpikir bahwa permen adalah makanan yang lezat dan tak apa jika di makan.
Itulah mengapa orangtua perlu memberikan alasan dibalik larangan yang mereka berikan. Sebab proses perkembangan pikiran anak ini sangatlah penting untuk menumbuhkan keterampilan sosial. Sehingga anak tidak hanya memikirkan keinginannya semata, tetapi juga bisa berempati pada perasaan orang lain.
Editors' Pick
2. Mendengarkan cerita anak terlebih dahulu
Freepik/prostooleh
Saat Mama bertanya pada si Kecil terkait alasan ia berbohong, Mama juga bisa menganalisis dari sudut pandangnya. Dari situ, Mama pun bisa menyimak apa jalan cerita yang sedang anak mama buat. Dengan mengamati cerita yang dibuat mereka, kemudian barulah Mama bisa mengamati bagian mana yang salah.
Sebelum memberikan hukuman kepada anak terhadap suatu kebohongan yang ia lakukan, kita sebagai orangtua penting untuk mengenali lebih dulu sebesar apa kebohongan yang sudah bisa dilakukan oleh si Kecil. Ke depannya, ini bisa dijelaskan pada anak, bagian mana yang salah dan tidak boleh anak ulangi.
Dengan melakukan cara seperti ini, anak pun bisa belajar untuk memahami sesuatu yang salah dan benar, serta belajar bertanggung jawab akan hal yang telah diperbuatnya. Jadi, anak juga tidak akan mengulangi kebohongan yang sama di kemudian hari, Ma.
3. Coba untuk belajar dari pengalaman
Freepik/Racool-studio
Saat si Kecil berbohong, bukan reaksi atau aksi berlebih yang bisa disikapi dengan benar. Melainkan jadikan ini sebagai pembelajaran dari pengalaman atau kesalahan.
Tanpa disadari, perkembangan pikiran atau kognitif anak sering kali lebih dulu berkembang dibanding perkembangan sosial-emosi atau moralnya. Tak jarang orangtua yang masih belum memahami bahwa perkembangan sosial-emosi bisa ditanamkan sejak anak usia bayi sekali pun.
Meski belum sepenuhnya mengerti, namun anak bisa memahaminya dari emosi. Sehingga pendekatan emosi dengan anak penting dibangun sejak bayi agar nantinya pesan moral yang ingin disampaikan terserap hingga dewasa nanti.
Setiap pengalaman yang terjadi di kehidupan anak juga akan terekam olehnya, sehingga orangtua tak perlu terburu-buru dalam menerapkan konsekuensi atau hukuman.
4. Anak adalah cerminan orangtua
Freepik/Jcomp
Agar anak tidak memiliki perilaku kebiasaan berbohong sejak kecil, kita sebagai orangtua perlu menjadi contoh baik untuk mereka.
Jika si Kecil mendapat pola asuh yang jujur, amanah, dan memegang kata-kata, maka bukan tidak mungkin nantinya mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang demikian.
Sekali pun anak mulai ketahuan berbohong di usia dini, orangtua perlu memberikan contoh agar anak bisa mengamati dan belajar dari pengalamannya.
Sebab anak lebih mudah mengamati sesuatu dibandingkan dengan ceramahan orangtua yang lebih sulit dipahaminya.
Seiring bertambahnya usia dan perkembangan anak, mereka akan semakin mengerti tentang perasaan diri dan orang lain. Sehingga mereka juga bisa menempatkan posisi bagaimana rasanya jika orangtua membohonginya.
Di sinilah waktu yang tepat untuk memberikan konsekuensi jika si Kecil terus menerus berbohong. Untuk menjadikannya lebih efektif, maka orangtua juga perlu berkomitmen dalam mendapatkan konsekuensi yang sama bila melakukan hal yang sama seperti membohongi anak.
5. Konsekuensi dan hukuman, mana yang terbaik dilakukan?
Freepik/shurkin_son
Saat anak terus menerus berbohong, biasanya orangtua langsung memberikan hukuman dengan dalil "agar anak jera dan tidak mengulanginya". Pernah melakukan hal tersebut, Ma?
Sebelum memberikan hukuman, orangtua perlu memahami apakah hukuman itu tepat diberikan pada anak? Atau justru memberikan konsekuensi adalah cara terbaik? Yuk, coba kita bahan perbedaan keduanya, ya!
Biasanya hukuman diterapkan oleh mereka yang berkuasa. Di sini orangtua memiliki kuasa tertinggi untuk bisa memberikan hukuman pada anak. Beda dengan memberikan konsekuensi, orangtua justru hadir memberikan penjelasan terhadap akibat dari perilaku berbohong yang anak lakukan.
Kemudian memberikan hukuman juga membuat orangtua berpikir bahwa anak akan jera dan tidak mengulanginya lagi. Padahal, dengan konsekuensi yang diberikan, anak justru belajar dari proses pengalaman untuk kemudian tidak mengulangi di masa datang.
Hukuman yang diberikan juga bisa meninggalkan rasa menderita atau trauma hingga anak dewasa. Berbeda dengan konsekuensi yang justru bisa membantu anak menimbulkan rasa tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan.
Dari beberapa perbedaan di atas, bisa disimpulkan bahwa memberikan konsekuensi saat anak berbohong akan jauh lebih efektif dan bijak, dibandingkan langsung menghukum anak untuk membuatnya jera.
Melalui cara-cara di atas, orangtua diharapkan bisa menyikapi perilaku berbohong si Kecil dengan cara yang bijak agar proses perkembangan anak terus berjalan menjadi pribadi yang lebih positif. Jadikan pengalaman ini sebagai pelajaran untuk orangtua mau pun anak, ya!