Resiliensi atau resilience kini semakin akrab di telinga, memang apa sih pentingnya untuk dimiliki anak? Sebagai informasi, secara singkat menurut kamus Oxford menjelaskan resiliensi sebagai kemampuan seseorang untuk bertahan dan memulihkan diri dari kesulitan.
Menurut Saskhya Aulia Prima, M.Psi, seorang Psikolog Klinis anak dan remaja mengatakan sifat itu penting dimiliki anak agar ia bisa bertahan dengan segala tantangan yang ada di masa depan kelak.
resiliensi berbicara tentang bagaimana anak bisa menjadi 'elastis' saat menghadapi berbagai situasi. Karena orang pastinya akan mengalami perubahan dalam hidup. Hal ini juga tentunya terjadi berulang kali.
Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya.
1. Kondisi dunia berubah, anak dituntut cepat paham
Freepik
Saskhya mengatakan kondisi kita berkembang dengan anak nanti bisa sangat berbeda. Kondisi dunia semakin cepat berubah, sehingga anak-anak akan menghadapi masa depan yang semakin menantang.
Diungkapkan oleh Saskhya, menurut World Economic Forum, 65 persen anak yang bersekolah dasar (SD) akan menghadapi pekerjaan yang belum ada saat ini. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk memiliki kreativitas dan ketangguhan (resiliensi) dalam menghadapi perubahan.
“Menumbuhkan karakter yang resilien pada anak merupakan bekal yang sangat penting dalam menghadapi tantangan masa depan. Kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat dan bangkit dari kegagalan merupakan salah satu kunci keberhasilan hidup," tuturnya pada acara LEGO Dream it, Build it! Play Workshop, kolaborasi The LEGO Group bersama Lazada pada Jumat (12/5/2023) lalu.
Editors' Pick
2. Tantangan yang dihadapi anak di masa depan
Dok. Lazada Indonesia x LEGO
Perlu diingat, orangtua memainkan peran penting dalam melatih resiliensi anak-anak. Mulai dari memberikan waktu berkualitas bersama keluarga dan menyediakan permainan yang mendukung seperti constructive play, dapat membantu mengembangkan kemampuan yang diperlukan untuk menghadapi masa depan.
"Oleh karenanya anak membutuhkan berbagai skills, bukan hanya yang dipelajari lewat pendidikan formal tetapi lebih kepada kemampuan berpikir, pemecahan masalah hingga mengelola emosi," pungkas psikolog tersebut.
Di masa depan ada berbagai tantangan yang akan dihadapi anak, yakni:
Memiliki kemampuan adaptasi belajar yang sangat cepat
Kreativitas dan daya inovasi tinggi
Rentan mengalami permasalahan kesehatan mental
3. Melatih anak punya resiliensi dari permainan
Popmama.com/Putri Syifa N
Sayangnya di masa anak-anak kita tidak bisa 'menempa' mereka untuk menjadi kuat. Karena justru mereka bisa mengalami trauma. Sebagai pengenalan orangtua bisa mengajari sifat ini melalui permainan.
Ya, permainan konstruktif menyusun puzzle balok seperti LEGO salah satunya. Anak-anak dapat belajar dan mengembangkan kemampuan inovatif dan kreatif mereka dengan cara yang menyenangkan.
Namun, tentunya mengajari anak pasti banyak tantangannya. Ada beberapa kali momen pasti anak ingin menyerah. Di sini peran orangtua untuk mendukung mereka diperlukan.
"Anak sekarang celebrate failure, gagal dan salah itu normal. Take your time marah-marah tapi nanti coba lag. Terpenting mereka tahu kalau salah atau gagal itu bukan heboh babget. Biasa aja," pungkasnya.
Cara melatih anak memiliki rasa resiliensi untuk orangtua:
Orang tua perlu menjadi role model anak dalam menghadapi masalah sehari-hari
Menyediakan family quality time yang cukup sehari-hari
Memberikan anak permainan yang menyenangkan dan membantu meningkatkan kemampuan-kemampuan yang positif, salah satunya constructive play
4. Mengapa resiliensi penting untuk dimiliki anak?
Freepik/fwstudio
Menurut Saskhya sendiri resiliensi ini penting untuk dimiliki anak. Ada beberapa poin yang akan mendukungnya di masa depan. Berikut adalah alasannya:
Menentukan cara seseorang menghadapi stress
Meningkatkan kesehatan fisik dan mental
Meningkatkan performa akademik dan pekerjaan
Membantu seseorang lebih mampu menghadapi tantangan
Membantu seseorang lebih produktif
Membantu seseorang punya hubungan sosial yang positif
5. Sering membantu si Kecil jadi kurang 'tangguh' di masa depan?
Freepik
Sebagai orangtua, ketika anak masih kecil kita ingin selalu membantunya. Apakah ini benar? Saskhya menjawab skill dari orangtua untuk bisa membiarkan anak merasakan gagal.
"Skills itu perlu pelan-pelan. Generasi alpha tidak bisa memantau 24/7 anak kita ngapain. Anak tetap butuh guidance dari kita, kalau ada masalah gimana. Orangtua perlu sadari bukan tipe bantuannya tetapi koneksi emosional terbentuk. Kadang marah, sebel, suatu saat anak dapat tantangan masih butuh saran ke orangtuanya," pungkasnya.
Rasa resiliensi ini tidak bisa muncul dalam semalam. Butuh kesabaran dan kerja sama pihak keluarga ini. Berikut faktor yang mendukung terbentuknya resiliensi pada anak:
Hubungan dan Interaksi positif dengan orang tua
Kemampuan manajemen emosi yang baik
Kemampuan memecahkan masalah yang baik
Konsep diri yang positif
"Anak bisa merasa orangtuanya sayang ke dia. Kita memberikan interaksi kalau orangtua itu tempat berpulang paling nyaman. Semakin dia besar tahu kalau kita sayang sama dia," tuturnya.
Itulah tadi cara membangun resiliensi anak dari permainan. Yuk, mama dan papa bentuk sifat ini ke anak agar si Kecil tangguh saat dewasa.