Cegah Anak Kecanduan Gadget, Orangtua Perlu Paham Literasi Digital
Orangtua jangan sampai sudah kecanduan gadget, karena perilaku ini bisa dicontoh anak
30 Juli 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Anak yang lahir dari generasi Z atau Alpha, sudah terpapar gadget sejak ia kecil. Oleh karenanya peran orangtua untuk terus menjaga anak agar tetap di koridor aman menikmati gadget perlu di dorong.
Diungkapkan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina, orangtua punya peran penting dalam menjaga anak agak tidak kecanduan gadget.
“Bagaimana upaya orangtua untuk meminimalisir ancaman untuk anak tidak kecanduan gadget. Terutama untuk anak yang berusia lebih dini,” tutur Putu dalam webinar ‘Melindungi Anak dari Dampak Negatif Gadget di Masa Pandemi’, Rabu (29/7/2020).
Selain itu, koridor orangtua sebagai pengawas juga harus paham ada hal-hal atau aturan yang perlu diterapkan. Hal ini penting diperhatikan agar anak tidak ketinggalan informasi tapi juga tidak kecanduan.
Paparan gadget selama pandemi Covid-19 kian meningkat pada anak. Bagaimana caranya agar anak yang sudah mulai sekolah online ini bisa terhindar dari efek negatif gadget? Berikut Popmama.com rangkum berita lengkapnya.
1. Sebagian besar orangtua tidak mengawasi anak saat bermain gadget
Diungkapkan oleh KPAI melalui survey tahun 2020 ke 19.996 orang anak, selain untuk belajar ada beberapa kegiatan lain yang biasanya dilakukan anak melalui gadget. Presentase orangtua memperbolehkan anaknya menggunakan gadget selain untuk belajar mencapai 79 persen. Sementara itu, 71.3 persen anak sudah memiliki gadget miliknya sendiri.
“Orangtua sering menjelaskan manfaat dan dampak negatif penggunaan gagdet yakni bu 43.4 persen dan ayah 38.6 persen. Bahkan ada ayah sebesar 10 persen yang tidak menjelaskan sama sekali tentang guna gadget ini,” tutur Putu.
Selama pandemi Covid-19, secara umum orangtua cenderung tidak melakukan pendampingan saat anak main gadget.
“Presentase ibu dalam mendampingi anak main gadget selama pandemi paling besar yakni dengan frekuensi kadang-kadang sebanyak 32 persen,” jelasnya.
Padahal dalam survey tersebut disebutkan bahwa anak sering mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan di internet. Mulai dari melihat tayangan tidak sopan, melihat iklan judi, hingga di-bully. Bahkan yang paling parah adakah ekploitasi anak secara seksual, yakni anak bisa dipaksa dan dihasut melakukan pornografi.
“Harusnya fungsi gawai itu untuk mendapat informasi. Setiap anak memiliki gawai pertama mereka dengan cara yang beragam. Kadang orangtuanya tidak membatasi berapa lama,” pungkasnya.
Editors' Pick
2. Literasi digital perlu diketahui semua orangtua
Disampaikan oleh KPAI, melihat rekomendasi dari AAP (American Academic of Pediatric) menunjukkan bahwa terkait usia perkembangan anak ada batasan tertentu untuk menggunakan gadget.
“Kalau dilihat dari rekomendasi APP, usia 0-2 tahun itu tidak boleh (memegang gadget). Lalu, usia 3-5 tahun hanya boleh satu jam per hari dan hanya konten-konten tertentu. Sekarang ada belajar online, interaksi anak dengan gawai makin intens. Di sini kita perlu ada batasan dan disiplin antara anak dan gawainya,” jelas Putu.
Tak hanya anak yang perlu meningkatkan literasi digital, orangtua sebagai pengawas dan pembimbing perlu memahami terlebih dahulu mengenai hal ini.
Literasi digital adalah kecakapan tentang menggunakan media digital, alat komunikasi atau jaringan internet untuk mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan dalam interaksi kehidupan sehari-hari.
"Solusinya adalah literasi digital karena tidak semua orangtua punya kemampuan ini. Sementara anaknya sudah terpapar gadget," jelas Putu.
Seseorang baik anak ataupun orang dewasa tidak memiliki literasi digital yang baik, maka ada beberapa kemampuan dalam menggunakan teknologi yang kurang. Mengingat, dengan literasi digital seseorang akan mampu berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Selain itu bisa memecahkan masalah dalam konteks menggunakan teknologi, berkomunikasi lancar, dan bisa berkolaborasi dengan lebih banyak orang.
Oleh karenanya, aturan ketat ketika menggunakan gadget harus jadi perhatian tersendiri kepada setiap orangtua.
"Ketika diberi gawai harusnya punya aturan yang jelas. Apalagi untuk usia yang lebih kecil, karena sudah ada batasan tertentu maka keberadaan gawai ini sudah tidak jadi masalah. Kapan mereka bisa menggunakan, berapa lama, di tempat mana saja yang boleh dan tidak menggunakan. Hal ini sulit memang untuk menerapkan aturan yang disiplin, tapi kita harus belajar berubah untuk anak-anak," tutur Putu.