Kesehatan Pencernaan si Kecil Dukung Tumbuh Kembang Optimal!
Jangan sampai orangtua anggap sepele konstipasi ya
17 Desember 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Konstipasi atau sembelit merupakan gangguan pencernaan yang sering terjadi pada anak. Data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2023 menyebut sekitar 29,6% anak di dunia pernah mengalaminya. Begitupun di Indonesia, 1 dari 3 anak toddler mengalami konstipasi.
Dari seluruh kasus anak yang dirujuk dengan konstipasi ini, 95% kasus merupakan konstipasi fungsional.
Masalah konstipasi yang dialami oleh si Kecil disebabkan oleh banyak faktor, seperti pergerakan ususnya yang lambat, perubahan pola makan, menunda buang air besar karena sedang bermain, sengaja menahan buang air besar (holding-on behavior) karena punya pengalaman buruk pada saat proses toilet training dan perubahan lingkungan toilet atau takut menggunakan toilet umum.
Lantas mengapa sangat penting menjaga kesehatan pencernaan ini? Pernah mendengar istilah "pencernaan adalah otak kedua anak"? Ya, ini adalah konsep yang berkaitan dengan hubungan antara sistem pencernaan dan perkembangan anak, terutama dalam hal kesehatan fisik, mental, dan emosional.
Berikut Popmama.com rangkum informasi kesehatan pencernaan si Kecil dukung tumbuh kembang optimal.
1. Kurangnya probiotik bisa membuat saluran cerna terganggu
dr. Ezy Barnita Sp.A(K), Dokter Anak Konsultan Gastrohepatologi, mengatakan, kurangnya asupan serat prebiotik akan membuat feses yang dihasilkan oleh saluran pencernaan menjadi lebih keras dan sulit dikeluarkan oleh tubuh.
"Sayangnya, 9 dari 10 anak tidak mampu memenuhi asupan serat prebiotik hariannya. Orangtua sering mengasumsikan kalau konstipasi akan menghilang dengan sendirinya. Namun menurut studi, prevalensi konstipasi tidak berkurang secara signifikan seiring beranjak dewasa," jelasnya dalam rangka Constipation Awareness Month oleh Bebelac dalam siaran resminya.
Menurut dr. Ezy banyak anak-anak yang masih mengalami konstipasi hingga remaja dan dewasa. Dimana sekitar 43% anak mengalaminya selama lebih dari 5 tahun.
"Sementara itu, 26% dewasa muda mengalami konstipasi sejak masa kanak-kanak. Oleh karena itu penting mencukupi asupan harian serat prebiotik si Kecil agar kesehatan pencernaannya terjaga dan mencegahnya dari masalah gangguan pencernaan," terangnya.
Editors' Pick
2. Konstipasi anak jangan dianggap sepele orangtua!
Konstipasi pada anak-anak tidak dapat dianggap sepele, ini yang kerap luput dari orangtua. Saat awal keluhan konstipasi menimbulkan gejala seperti sakit perut, anak menolak makan, tidur terganggu karena anak lapar, selain menjadi lebih rewel.
"Apabila dibiarkan, kondisi ini dapat memicu perubahan perilaku seperti mudah tersinggung, agresif, kasar, bahkan tantrum akibat anak tidak lancar buang air besar. Masalah ini juga dapat menyebabkan gejala fisik seperti kelesuan serta nafsu makan yang buruk pada anak," jelas dr. Ezy.
Jika terus berlanjut, masalah konstipasi pada anak dapat menghambat dan mempengaruhi tumbuh kembang Si Kecil. Oleh karena itu, konstipasi perlu dicegah dengan asupan serat prebiotik yang cukup dan monitor pup si Kecil setiap hari.
"Monitoring pup si Kecil secara rutin akan membuat orangtua menyadari saat ada gejala mendekati konstipasi, misalnya tekstur pupnya mulai keras meskipun masih BAB rutin, atau BAB mulai jarang meskipun tekstur pupnya masih lunak," tuturnya.