Sampai Kapan Orangtua Harus Menuruti Kemauan Anaknya?

Terlalu sering menuruti permintaan si Kecil dapat menjadi bumerang untuk Mama lho, nantinya!

27 Desember 2024

Sampai Kapan Orangtua Harus Menuruti Kemauan Anaknya
Freepik

Setiap orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Saat anak meminta sesuatu seperti mainan atau makanan, sering kali orangtua merasa dilema. Haruskah keinginan mereka selalu dituruti? Apakah menuruti kemauan anak adalah tanda kasih sayang, atau justru bisa berdampak buruk untuk perkembangannya di masa depan?

Kali ini Popmama.com akan memberikan informasi seputar sampai kapan orangtua harus menuruti kemauan anaknya? Simak informasi berikut yang dikutip dari Psikolog Samanta Elsener dalam sebuah unggahan di akun Instagram pribadinya @samanta.elsener.

1. Sayang bukan berarti selalu mengabulkan apa yang mereka mau

1. Sayang bukan berarti selalu mengabulkan apa mereka mau
Freepik/Pressfoto

Apakah Mama pernah merasa bingung, malu, dan tidak tahu harus berbuat apa selain mengabulkan permintaan anak, ketika mereka sedang meminta sesuatu dan akan tantrum jika permintaan tersebut tidak dituruti? Anak akan menangis, berteriak, memukul, atau bahkan berguling-guling di jalan saat permintaannya Mama tolak.

Sesekali menuruti permintaannya memang bukan hal yang buruk. Namun, Mama harus mengetahui sayang itu bukan berarti Mama harus selalu mengabulkan semua permintaannya. Justru dengan menolak, Mama lebih menunjukan rasa sayang yang sebenarnya karena memikirkan dampak pada tumbuh kembang si Kecil di masa depan nanti. 

Editors' Pick

2. Dampak jika permintaan anak selalu dituruti

2. Dampak jika permintaan anak selalu dituruti
Freepik/drobotdean

Menuruti semua permintaan anak mungkin terlihat seperti bentuk kasih sayang, tetapi tanpa disadari, kebiasaan ini bisa membawa dampak negatif bagi perkembangan mereka. Berikut adalah beberapa dampak yang perlu diperhatikan:

Sulit Mengikuti Peraturan

Anak yang selalu mendapatkan apa yang diinginkan cenderung tidak terbiasa dengan konsep aturan dan batasan. Mereka mungkin menganggap bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa disesuaikan dengan kehendak mereka.

Ketika masuk ke lingkungan yang memiliki aturan yang jelas seperti sekolah atau tempat kerja, anak-anak ini mungkin merasa kesulitan untuk mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan. Ketidakmampuan untuk memahami konsekuensi dari pelanggaran aturan juga dapat berdampak pada hubungan sosial mereka dengan orang lain.

Berperilaku Agresif

Ketika seorang anak terbiasa mendapatkan segala yang diinginkan, mereka mungkin menjadi agresif jika menghadapi penolakan. Hal ini terjadi karena mereka tidak terbiasa dengan kata "tidak" dan tidak memiliki strategi untuk mengelola emosi mereka saat keinginannya tidak terpenuhi.

Perilaku agresif ini bisa berupa tantrum, sikap marah yang berlebihan, hingga menyakiti orang lain secara verbal atau fisik. Jika dibiarkan, sifat agresif ini dapat berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi hubungan mereka dengan orang di sekitarnya.

Anak Jadi Tidak Mandiri

Ketika permintaan anak selalu dituruti, mereka tidak diberi kesempatan untuk belajar menghadapi tantangan dan mencari solusi sendiri. Misalnya, jika anak meminta orangtua menyelesaikan semua tugas sekolahnya, mereka tidak akan belajar bagaimana cara menyelesaikan masalah atau mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mandiri.

Ketergantungan ini bisa berlanjut hingga dewasa, di mana anak menjadi sulit mengambil keputusan tanpa campur tangan orang lain, khususnya orangtua.

Punya Sifat Materialistis yang Berlebihan

Jika orangtua selalu memenuhi keinginan materi anak, seperti mainan terbaru, gadget mahal, atau barang bermerek, anak bisa tumbuh dengan sifat materialistis yang berlebihan. Mereka mungkin mulai menilai kebahagiaan atau keberhasilan hanya berdasarkan kepemilikan barang-barang tertentu.

Selain itu, mereka bisa menjadi kurang menghargai nilai uang dan usaha yang diperlukan untuk mendapatkannya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi pola hidup mereka, seperti kebiasaan konsumtif atau sulit mengelola keuangan.

Memiliki Sifat Egois dan Tidak Berempati

Anak yang selalu dituruti keinginannya sering kali mengembangkan sifat egois, karena mereka terbiasa menjadi pusat perhatian. Mereka bisa kesulitan memahami kebutuhan atau perasaan orang lain, karena pola asuh yang membuat mereka percaya bahwa kebutuhan mereka adalah yang paling penting.

Akibatnya, mereka mungkin menunjukkan kurangnya empati dalam hubungan sosial, baik dengan teman sebaya maupun keluarga. Ketidakmampuan untuk berbagi atau peduli terhadap orang lain dapat merugikan mereka di masa depan, terutama dalam hubungan personal dan profesional.

3. Ajarkan anak membedakan antara kebutuhan serta keinginan

3. Ajarkan anak membedakan antara kebutuhan serta keinginan
Freepik

Mengajarkan anak untuk bisa membedakan kebutuhan dan keinginan itu bisa sejak dini loh Ma! Terkadang keinginan yang muncul dalam pikiran anak itu terpengaruh dari lingkungan sekitarnya seperti teman-teman, ataupun video yang ia lihat saat screen time. Di saat inilah, peran Mama muncul untuk mengajarkan kepada mereka bahwa tidak semua keinginan bisa langsung seketika mereka dapatkan.

Jika respon si Kecil kurang baik, Mama harus tetap bersabar ya! Berikut adalah beberapa contoh cara untuk mengatakan bahwa anak harus menunda keinginannya:

  • "Harga mainan yang mau kamu beli mahal banget loh! Uangnya Mama tabung dulu, nanti biar sekalian beli yang lebih bagus ya!"
  • "Kamu main gamenya setelah selesai kerjain PR ya!"
  • "Es krim di rumah kan habis jadi harus beli ke supermarket. Tapi sekarang udah malem dan waktunya kamu tidur."
  • "Kuenya rasanya enak ya, tapi kita makan kuenya setelah kamu makan malem ya nak!"

4. Cara meredam keinginan yang impulsif

4. Cara meredam keinginan impulsif
Freepik/karlyukav

Saat menginginkan sesuatu, terkadang si Kecil menunjukan sifat impulsif. Oleh karena itu, penting bagi Mama untuk selalu memberikan pengertian untuk meredam keinginannya tersebut. Psikolog sekaligus penulis Michele Borba mengatakan bahwa setiap harinya banyak momen kecil yang bisa membantu anak untuk belajar mengontrol keinginannya.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat Mama lakukan:

Beri Contoh ke Anak Kalau Mama Juga Menunda Keinginan

Anak belajar banyak dari apa yang mereka lihat, terutama dari perilaku orangtuanya. Jika Mama bisa memberikan contoh dalam menunda keinginan, anak pun akan lebih mudah memahami pentingnya pengendalian diri.

Misalnya, jika Mama menginginkan sesuatu seperti membeli pakaian baru, tetapi memilih menunda karena alasan tertentu, ceritakan hal tersebut kepada anak. Jelaskan bahwa menunda sesuatu sering kali penting untuk hal yang lebih prioritas. Dengan melihat bahwa orang dewasa juga memiliki kontrol diri, anak akan lebih termotivasi untuk mengikuti.

Ajarkan Konsep Skala Prioritas

Anak-anak perlu diajarkan bahwa tidak semua keinginan harus segera dipenuhi. Ajarkan mereka konsep skala prioritas, yaitu membedakan antara keinginan yang penting, mendesak, atau sekadar keinginan sesaat.

Sebagai contoh, ketika anak ingin membeli mainan baru, tanyakan apakah mainan tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya keinginan sesaat karena melihat teman memiliki barang serupa. Dengan belajar menyusun prioritas, anak akan lebih bijak dalam meminta sesuatu.

Beri Aturan yang Pasti, dan Selalu Tegaskan Aturan Tersebut

Aturan yang konsisten membantu anak memahami batasan dan memberikan rasa aman. Jika anak memiliki keinginan impulsif, seperti meminta sesuatu di luar rencana, tetapkan aturan yang jelas dan tegaskan setiap kali situasi serupa terjadi. Misalnya, jika ada aturan bahwa mainan hanya boleh dibeli satu kali dalam sebulan, Mama harus konsisten menerapkannya.

Ketika anak meminta sesuatu di luar jadwal tersebut, beri pengertian dengan tenang bahwa ada aturan yang harus diikuti. Konsistensi dalam menegakkan aturan akan membantu anak memahami bahwa ada struktur dalam hidup mereka, yang bisa membantu mengendalikan dorongan impulsif.

Ajarkan Anak Selalu Bersyukur

Mengajarkan rasa syukur kepada anak adalah langkah penting untuk mengurangi keinginan impulsif. Anak yang terbiasa bersyukur cenderung lebih menghargai apa yang sudah mereka miliki, sehingga keinginan untuk memiliki hal-hal baru akan lebih terkontrol.

Latih anak untuk mengenali hal-hal kecil yang bisa disyukuri, seperti mainan yang sudah mereka miliki atau pengalaman bermain bersama teman. Mama juga bisa membuat rutinitas harian, seperti meminta anak menyebutkan tiga hal yang mereka syukuri sebelum tidur. Dengan menumbuhkan rasa syukur, anak akan lebih memahami bahwa kebahagiaan tidak selalu berasal dari memenuhi keinginan sesaatnya saja.

Itulah informasi tentang sampai kapan orangtua harus menuruti kemauan anaknya? Meredam keinginan impulsif pada anak membutuhkan kesabaran dan konsistensi dari orangtua. Dengan memberikan contoh yang baik, mengajarkan konsep skala prioritas, menetapkan aturan yang jelas, dan menanamkan rasa syukur, anak akan belajar untuk mengendalikan dirinya dan menjadi lebih bijak dalam menghadapi keinginan.

Baca juga:

The Latest