Sebabkan Epilepsi, Ketahui 5 Fakta Mengenai Batuk Rejan pada Anak!
Si Kecil batuk hingga 100 hari? Hati-hati batuk rejan!
27 April 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Anak-anak seringkali mengalami batuk karena sistem kekebalan tubuhnya belum sekuat anak yang lebih tua dan orang dewasa.
Biasanya batuk bisa diobati dengan obat generik tanpa harus menebus resep dokter. Namun, jika batuk anak berlangsung lama disertai napas terengah dan suara mengi (napas berbunyi ngik-ngik), maka Mama perlu segera membawanya ke dokter.
Gejala ini dikhawatirkan menjadi pertanda penyakit pertusis alias batuk rejan. Jenis batuk yang satu ini dapat dengan mudah menular.
Si Kecil bisa saja tertular dari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi bakteri pertusis. Bahkan, ia bisa tertular dengan mudah jika menghirup udara yang sudah terinfeksi bakteri.
Mengetahui hal tersebut, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa fakta batuk rejan pada anak.
1. Apa itu batuk rejan?
Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri bordetella pertussis. Batuk rejan atau yang biasa dikenal batuk 100 hari merupakan infeksi bakteri yang menimbulkan inflamasi pada paru-paru dan saluran pernapasan.
Bakteri dari penyakit yang istilah medisnya adalah pertusis ini juga bisa menginfeksi trakea, sehingga dapat menyebabkan batuk parah pada anak. Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari satu tahun dan anak-anak kecil berusia satu sampai enam tahun. Batuk rejan sangat mudah menular melalui mulut dan hidung.
Misalnya ketika anak batuk atau bersin tidak menutup mulut. Ludah dan air liur yang menyembur dapat mengenai orang lain di sekitarnya, sehingga bakteri dapat masuk dan berkembang biak.
Editors' Pick
2. Apa saja gejalanya?
Batuk rejan seringkali diawali dengan gejala yang mirip demam atau flu, seperti:
- Bersin
- Hidung berlendir
- Batuk ringan
Gejala-gejala tersebut biasanya berlangsung hingga 2 minggu, sebelum gejala batuk yang lebih parah muncul.
Anak yang terkena batuk rejan biasanya bisa batuk selama 20–30 detik tanpa henti, kemudian kesulitan untuk menarik napas sebelum batuk-batuknya kembali.
Selama batuk-batuk, yang cenderung terjadi di malam hari, bibir dan kuku anak biasanya berubah menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen. Anak juga bisa batuk hingga memuntahkan lendir yang tebal.
3. Bahaya batuk rejan pada anak
Fase pertama dari perkembangan batuk pertusis adalah masa di mana infeksi sangat rentan menular. Namun sebenarnya, di fase kedualah orangtua perlu sangat berhati-hati dan jangan sampai menunda pengobatan medis.
Fase kedua atau fase paroksismal memiliki tingkat risiko kematian yang paling tinggi. Pasalnya, batuk keras yang terjadi terus menerus selama beberapa menit dapat menyebabkan paru anak kelelahan.
Ada kemungkinan besar anak dapat mengalami sesak napas atau bahkan hingga sulit bernapas (apnea). Pada akhirnya, paru yang kelelahan bisa membuat anak kekurangan oksigen (hipoksia) dan berujung pada gagal napas yang berakibat fatal.
Sekitar setengah dari jumlah bayi berusia kurang 1 tahun yang terinfeksi batuk pertusis harus menjalani perawatan rumah sakit untuk komplikasi pernapasan serius seperti pneumonia, atau kelainan otak.
Sebuah penelitian dari Denmark melaporkan bahwa bayi yang mengalami batuk pertusis berisiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi pada masa kanak-kanak.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 30-50 juta kasus batuk rejan per tahun di dunia dan menyebabkan 300.000 kematian.
Di Amerika Serikat, kasus penyakit ini diperkirakan sekitar 800.000 sampai 3,3 juta kasus per tahun.
4. Cara mencegah batuk rejan
Batuk rejan mudah menular. Namun vaksin DtaP dan Tdap dapat membantu mencegah penyebaran infeksi. Risiko penularan bahkan bisa ditekan drastis hingga 55 persen hanya dengan vaksin.
Sedangkan untuk penanganannya, yang harus diperhatikan oleh orangtua adalah terapi yang diberikan lebih bersifat suportif, perhatikan asupan nutrisi dan kebutuhan cairan anak.
Kedua adalah mencegah terjadinya gagal napas dan kekurangan oksigen.
Ketiga, anak berusia kurang dari 1 bulan yang mengalami batuk rejan akan dirawat di ruang isolasi serta diberikan antibiotik (erythromycin dan azithromycin).
5. Cara mengatasi batuk rejan
Jika si Kecil mengalami batuk rejan, biasanya, dokter akan mendengarkan batuknya terlebih dahulu. Kemudian, ia akan mendeteksi bakteri pertusis melalui hidung.
Jika dokter mencurigai si Kecil terkena batuk rejan, dokter akan langsung memberikan antibiotik untuk melawan infeksinya, meskipun hasil tes resmi belum keluar.
Antibiotik bisa membantu meredakan gejalanya jika diberikan sejak dini. Jika baru diberikan ketika kondisinya sudah mulai parah, biasanya efeknya sudah tidak efektif, tetapi tetap bisa membasmi bakteri dari sekresi si Kecil.
Hal tersebut akan mencegah infeksinya menular ke orang lain. Setelah itu, Mama tidak bisa berbuat banyak selain menunggu hingga batuknya mereda. Hal tersebut biasanya membutuhkan waktu sekitar 6–10 minggu.
Jangan sembarangan memberikan obat batuk kepada si Kecil, kecuali jika direkomendasikan oleh dokter. Batuk adalah reaksi tubuh yang alami untuk membersihkan paru-paru dari lendir.
Namun jika batuk si Kecil tetap parah meski sudah diberikan antibiotik, segeralah periksakan ke dokter. Pada beberapa kasus serius, anak harus dirawat di rumah sakit, diberikan bantuan oksigen, dan diberikan cairan tambahan untuk mencegah dehidrasi.
Nah, itulah beberapa fakta mengenai batuk rejan pada anak.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, batuk rejan bisa menjadi kondisi yang berbahaya pada anak, bahkan dapat meningkatkan risiko epilepsi.
Oleh sebab itu, waspadai penyakit ini ya, Ma!
Baca juga:
- Tips Memilih Obat Batuk yang Ampuh untuk Anak
- Begini Cara Bedakan Batuk Pilek Biasa dan Alergi pada Batita
- 7 Jenis Batuk yang Bisa Menyerang si Kecil