Bicara soal industri fashion tentu ngga ada habisnya ya, Ma? Hampir setiap bulan berganti tahun, industri fashion selalu up to date dengan gaya berpakaian yang sedang populer di tengah masyarakat.
Berkaitan dengan hal itu, pernah ngga si Mama sesekali membayangkan berapa banyak produksi pakaian di berbagai industri fashion setiap tahunnya, baik itu di Indonesia maupun luar negeri? Jika dibayangkan, mungkin terhitung beribu-ribu, bahkan ratusan ton pakaian yang dihasilkan tiap tahunnya ya.
Sayangnya, di balik rasa ingin terlihat trendi di kalangan masyarakat, hal tersebut memicu munculnya fast fashion lho!
Lantas, apa sih yang dimaksud fast fashion? Apakah berdampak positif, atau justru negatif? Biar ngga penasaran, langsung saja, simak rangkuman dari Popmama.com berikut yuk!
1. Perubahan tren fashion yang serba cepat lewat model baru
Pexels/RDNE Stock Project
Seperti yang kita tahu, fashion terus diperbaharui dan diproduksi bukan dalam hitungan tahun, melainkan hampir setiap hari, minggu, bahkan bulan. Nah, fenomena inilah yang dikenal dengan fast fashion.
Untuk Mama ketahui, fast fashion adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan industri pakaian yang menghasilkan pakaian dengan cepat, dalam waktu singkat, dan dengan biaya produksi rendah.
Adapun ciri khas dari fast fashion ini adalah siklus produksi yang sangat cepat, desain yang cepat menyesuaikan tren terbaru, produksi yang dilakukan dengan biaya rendah di negara-negara dengan biaya tenaga kerja murah, serta penjualan pakaian dengan harga yang terjangkau.
Editors' Pick
2. Menawarkan fashion up to date dengan harga yang murah
Freepik
Tanpa disadari, salah satu daya tarik utama dari fast fashion adalah harga yang terjangkau. Gaya hidup ini membuat Mama dapat membeli pakaian trendi dengan harga yang relatif rendah, sehingga membuat mode terbaru lebih mudah diakses.
Dengan produksi masal, industri fashion pun dapat menekan biaya produksi per unit, sehinga mau tak mau, hasil dari produksi fast fashion ini dijual dengan harga yang lebih rendah.
Sayangnya, proses produksi yang cepat dan masif ini menggunakan bahan-bahan murah, yang seringkali berkontribusi pada limbah tekstil nih, Ma.
3. Industri fast fashion bertanggung jawab terhadap lingkunan
Unsplash/gieling
Seperti yang disinggung sebelumnya, walaupun berpakaian merupakan bentuk mengekspresikan diri, namun hal tersebut nyatanya paling bertanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan lho!
Bisnis fast fashion kini dikritik karena dampak lingkungan dan etika produksinya nih. Sebab, proses produksi yang cepat dapat menyebabkan limbah tekstil yang tinggi dan penggunaan sumber daya yang besar.
Selain itu, dengan permintaan model baju terkini namun menginginkan harga yang murah, hal ini menuntut industri fashion untuk terus memproduksi baju secara masif, namun menggunakan bahan berkualitas rendah.
Bahkan parahnya, selain mencemari lingkungan, bisnis fast fashion juga sering kali menjadi ladang eksploitasi buruh, khususnya di negara-negara dengan biaya tenaga kerja rendah.
Dikutip dari IDN Times, buruh di industri ini bisa saja dipaksa bekerja selama 60 jam seminggu, namun dengan upah yang rendah dan hak-hak buruh yang sering diabaikan.
4. Alasan mengurangi fast fashion dari sekarang!
Freepik/our-team
Berkaitan dengan poin sebelumnya, karena fast fashion memproduksi secara masif pakaian-pakaian dengan kualitas rendah, tentu saja Mama harus mengurangi belanja pakaian bukan?
Adapun sejumlah alasan yang perlu ditekankan, mengapa Mama harus menghindari fast fashion, terutama pakaian yang terbuat dari bahan berkualitas rendah, misal poliester.
Pertama, bahan baku ini biasanya terbuat dari bahan bakar fosil (minyak bumi), yang tentunya berbahaya bagi manusia dan tanah.
Poliester sendiri sebenarnya merupakan sebuah nama kain yang terbuat dari benang poliester, di mana benang ini dibuat melalui reaksi kimia dengan bahan dasar poletilen tereftalat, bahan yang paling banyak digunakan untuk membuat kantong dan botol plastik.
Alasan kedua, produksi fast fashion membutuhkan lebih banyak air, mengapa? Sebab, kebanyakan baju terbuat dari kapas, dimana untuk 1kg kapas membutuhkan 7.000-29.000 liter air.
Untuk membuat t-shirt, setidaknya dibutuhkan 2.700 liter air. Ketika ditotal, industri fashion setidaknya akan membutuhkan sekitar 1,5 trilium air setiap tahunnya, hanya untuk memproduksi pakaian berbahan dasar kapas.
Alasan selanjutnya adalah eksploitasi buruh. Dengan kita menjadi penikmat industri fast fashion, tanpa disadari kita sudah menjadi bagian yang mengabaikan hak para pekerja.
5. Daripada bergantung pada tren fast fashion, ciptakanlah style tersendiri!
Pinterest.com/Camellia.dreamer
Dengan maraknya fast fashion tentu membawa kita berfokus pada style yang sedang trending sesuai musimnya.
Pasalnya, ketika fashion tersebut sudah tak lagi berada di puncak popularitas, tak menutup kemungkinan kalau pakaian-pakaian hasil fast fashion tadi dibuang ke tempat sampah setelah beberapa kali pakai saja.
Jadi bisa dibayangkan ya, Ma, akan ada berapa ton pakaian yang terbuang, hasil dari belanja fast fashion.
Sehingga akan lebih baik, Mama bisa fokus pada style yang mencerminkan diri sendiri, yang sesuai dengan gaya dan kepribadian.
Selain itu, dibanding mengikuti tren fast fashion, membeli pakaian secondhand yang memiliki kualitas lebih baik, dinilai lebih untuk dibanding harus mengeluarkan uang untuk pakaian yang akan sobek dan rusak dalam beberapa bulan ke depan.
Maka dari itu, sebagai konsumen yang cerdas tentu kini Mama bisa mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi tren fast fashion, ya. Semoga bermanfaat!