Seorang Profesor Temukan Obat untuk Sembuhkan Infeksi Corona
Obat tersebut sering digunakan untuk pasien lupus dan malaria
31 Maret 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kasus virus corona tak hanya terjadi di Indonesia, melainkan seluruh dunia juga merasakan kekhawatiran yang sama. Kabar baiknya, seorang profesor dari Prancis baru saja melakukan penelitian untuk penyembuhan infeksi virus corona. Obat tersebut diketahui bisa mempercepat kesembuhan pasien positif corona.
Melansir dari Al Arabiya, Minggu (29/3), hasil penelitian yang dipimpin oleh Profesor Didier Raoult dari IHU-Mediterranee Infection di Prancis, telah terbukti berhasil menyembuhkan 80 pasien positif Covid-19 di negara tersebut dalam waktu enam hari perawatan.
Dari hasil penelitian tersebut mereka mengombinasikan hydroxychloroquine dan azithromycin. Didier Raoult dan tim menemukan adanya peningkatan klinis dari para pasien tersebut.
Hasil penelitian ini kemudian telah digunakan oleh beberapa negara guna mempercepat pengobatan Covid-19. Lantas sebenarnya, apa fungsi dari zat obat ini? Berikut Popmama.com rangkum penjelasannya.
Editors' Pick
1. Hydroxychloroquine diketahui sebagai obat penyakit lupus
Hydroxychloroquine telah diketahui sebagai obat anti-malaria dan anti-inflamasi yang digunakan untuk mengobati gangguan auto-imun seperti lupus dan rheumatoid arthritis, namun fungsi obat ini baru dicoba dengan beberapa keberhasilan terhadap gejala virus corona.
Bahrain adalah salah satu negara pertama yang menguji hydroxychloroquine sebagai pengobatan untuk Covid-19, dengan menggunakan obat tersebut pertama kali pada 26 Februari lalu atau dua hari setelah negara tersebut terdaftar kasus pertama virus corona.
Disusul oleh negara-negara lain di dunia, akses hydroxychloroquine dan chloroquine semakin luas. Senyawa dari kandungan obat ini diketahui sebagai bentuk sintetik dari kina yang berasal dari pohon kina dan telah digunakan selama berabad-abad lalu untuk pengobatan malaria.
"Kami mengkonfirmasi kemampuan hydroxychloroquine yang terkait dengan azitromisin dalam pengobatan Covid-19 dan potensi efektivitasnya dalam penurunan dini penularan," ujar Profesor Didier Raoult.
2. Dampak dari pengobatan ini menyebabkan kelangkaan obat lupus
Melansir dari The Guardian, Italiy dan Perancis telah meresepkan hydroxychloroquine untuk pengobatan virus corona meski efektivitas dari obat ini belum sepenuhnya terbukti.
Obat ini semakin banyak dicari oleh pernyataan dari Presiden Donald Trump di Amerika Serikat dan Jair Bolsonaro di Brasil, keduanya telah mengklaim zat tersebut adalah obat Covid-19.
Namun hal ini berakibat pada panic buying yang terjadi di apotek sehingga menyebabkan obat ini sulit dicari bagi penderita lupus di seluruh dunia.
Padahal bagi penderita lupus, obat ini sangat dibutuhkan agar kondisi tubuhnya tetap sehat. Kekurangan stok obat ini telah dilaporkan dari Inggris ke Thailand kemudian ke Perancis.
India diketahui sebagai negara yang memproduksi bahan baku itu telah melarang segala bentuk ekspor bahan kimia untuk menjaga persediaan sendiri dan merekomendasikan para petugas kesehatan untuk menggunakan obat tersebut untuk melindungi diri dari virus.
Paul Howard dari Lupus UK mengungkapkan rasa keprihatinannya karena lebih dari 60.000 orang di Inggris diketahui memiliki penyakit lupus dan hanya obat hydroxychloroquine yang paling aman.
"Kami sangat prihatin saat ini. Kami mulai menerima permintaan dari pasien di seluruh Inggris sekitar seminggu yang lalu agar obat tersebut meningkat dengan cepat karena semakin banyak orang yang membutuhkan." kata Howard.
Tidak ada alternatif obat yang lebih baik, Imunosupresan lain memiliki efek samping toksik dan dapat membuat penderita lupus berisiko tinggi terinfeksi virus corona.
3. Masih menjadi perdebatan apakah obat hydroxychloroquine dapat efektif menyembuhkan infeksi corona
Hydroxychloroquine menjadi perebutan di seluruh dunia meski belum ada bukti kuat bahwa obat ini dapat menyembuhkan infeksi virus corona.
Sama halnya seperti percobaan yang dilakukan oleh Cina beberapa waktu lalu perihal keberhasilan menemukan obat untuk virus corona. Percobaan tersebut diketahui masih cukup jauh untuk dikatakan berhasil.
Ini juga berdampak sama pada percobaan di Perancis yang dilakukan oleh Profesor Didier Raoult. Percobaan ini masih menjadi perdebatan antara ahli medis untuk peggunaan chloroquine sebagai pengobatan infeksi Covid-19.
Seorang Profesor Kedokteran Tropis di Universitas Mahidol, Thailand dan Universitas Oxford mengatakan, masalah ini akan berdampak sangat besar, bukan pada pasien malaria melainkan untuk pasien lupus.
"Penelitian dan uji coba memang perlu dilakukan daripada tidak sama sekali, namun hal ini dapat berdampak buruk karena adanya penutupan ekspor dan impor obat secara nasional." ujarnya.
Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyetujui penggunaan chloroquine untuk pengobatan simtomatik Covid-19. Sedangkan di Amerika Serikat, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) saat ini sedang mempelajari cara untuk membuat obat tersedia untuk penggunaan darurat, tentunya berdasarkan data dari pemerintah apakah obat tersebut aman dan efektif.
Baca juga: