Isi Surat Al Baqarah Ayat 183: Kewajiban Berpuasa bagi seorang Muslim
Berikut penjelasan kewajiban berpuasa bagi kaum muslimin, sudah tahukah, Ma?
30 Maret 2023
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Puasa adalah salah satu Ibadah yang wajib dilaksanakan oleh umat muslim ketika memasuki bulan suci Ramadan. Puasa dalam hal ini juga termasuk dalam rukun islam yang ketiga.
Seperti yang kita ketahui, dari setiap hal yang diperintahkan atau dilarang oleh Tuhan semuanya memiliki maknanya tersendiri.
Selalu ada hikmah yang dapat dipetik dari setiap apa yang kita jalani, termasuk saat beribadah puasa. Namun, bagaimana sebenarnya hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa seperti yang diterangkan Allah SWT dalam Al-Qur'an?
Berikut, telah Popmama.com rangkumkan informasi mengenai isi surat Al Baqarah ayat 183 tentang kewajiban berpuasa bagi seorang muslim!
1. Isi dan penjelasan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183
Dilansir dari NU Online, Allah menurunkan sebuah ayat di dalam Al-Qur'an yang mana hingga saat ini ayat tersebut menjadi dasar diwajibkannya ibadah puasa bagi umat muslim, berikut ayat tersebut terkandung dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 183, yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Ulama besar, Muhammad Quraish Shihab, menjelaskan bahwa puasa yang diajarkan oleh Al-Qur'an ini bermanfaat bagi kesucian jiwa, keikhlasan, serta ketulusan hati seseorang.
Puasa juga disebut sebagai media mawas diri serta media untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Editors' Pick
2. Sejarah diwajibkannya puasa Ramadan bagi umat Islam
Dikutip dari NU Trenggalek, bahwa sejarah diwajibkannya puasa Ramadan bagi umat muslim sejatinya tidak bisa dilepaskan dari peristiwa sejarah hijrahnya Rasulullah Saw dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa hijah ini juga disebut-sebut sebagai titik awal keberhasilan Nabi dan para sahabat dalam menyebarkan ajaran agama Islam.
Ketika Nabi Muhammad Saw berada di Madinah, ada banyak ayat Al-Qur'an mengenai hukum-hukum agama yang diturunkan, termasuk kewajiban menjalankan ibadah puasa. Di Madinah, Rasulullah sendiri hanya melaksanakan puasa pada tanggal 10 Muharram, atau yang dikenal sebagai Puasa Asyura.
Selanjutnya, setiap 3 hari pada tanggal 13-15 di tiap bulannya atau yang dikenal sebagai puasa Ayyamul Bidh, dimana hal ini tertuang dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 184, yang artinya:
"Yaitu) beberapa hari tetentu. Maka barangsiapa diantara kalian sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka wajib mengganti sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari–hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin."
Sehingga jika dilihat berdasarkan ayat tersebut, pada saat itu umat Islam bebas memilih antara berpuasa atau tidak berpuasa. Bagi mereka yang berhalangan menjalankan puasa maka wajib menggantinya dengan memberi makan orang miskin.
Namun, kemudian Allah SWT selanjutnya menurunkan Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 185, dimana memiliki arti:
"Barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu (Ramadan), maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka wajib mengganti sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain."
Ketika ayat ini turun, seluruh umat muslim kemudian wajib untuk menjalankan puasa di bulan suci Ramadan, kecuali orang yang sakit atau bepergian, dengan syarat mereka tetap harus mengganti semua puasa yang ditinggalkannya pada hari yang lain.
Sedangkan bagi orang yang sudah tua sehingga tidak mampu berpuasa, maka diganti dengan membayar fidyah.
Selanjutnya ketentuan mengenai batasan–batasan waktu dilarangnya dan diperbolehkannya makan–minum saat berpuasa diatur dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 187, yang artinya:
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu perbedaan benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, ketika kamu beri’tikaf di dalam mesjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."