Hipertensi, Penyakit yang Berisiko Menyebabkan Gagal Jantung
Waspada, karena hipertensi biasanya tidak bergejala!
13 November 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Hipertensi merupakan penyakit yang berisiko menimbulkan kerusakan organ tubuh lain. Tidak main-main, penyakit yang ditandai dengan tekanan darah tinggi ini bisa menyebabkan gagal jantung.
Gagal jantung adalah suatu kondisi di mana jantung tidak dapat memompakan darah ke seluruh tubuh dengan baik. Hal ini tentu saja dapat menganggu kinerja beragam organ pada tubuh.
Untuk itu, diperlukan perhatian khusus terhadap tekanan darah. Apalagi seseorang yang telah terdiagnosa memiliki penyakit hipertensi.
Lebih lanjut, berikut Popmama.com jelaskan mengenai penyakit hipertensi dan kaitannya dengan gagal jantung. Dikutip dari penyataan dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
Editors' Pick
1. Banyak orang tidak menyadari dirinya mengalami hipertensi
Biasanya, orang yang mengidap hipertensi tidak disertai dengan gejala sehingga tidak sadar bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Oleh karenanya, hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau silent killer. Hal ini karena hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh, seperti otak, mata, ginjal, hingga jantung.
Seseorang dapat dikatakan mengalami hipertensi jika, memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. "Tekanan darah diperiksa menggunakan alat-alat yang sudah dikalibrasi. Pemeriksaan dapat dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, seperti klinik atau RS. Maupun secara mandiri, menggunakan alat terkalibrasi. Dengan catatan, kadar kalibrasinya harus sering dicek agar tetap akurat," ungkap dr. Ario.
Ia menambahkan, pemeriksaan tekanan darah biasanya akan lebih tinggi jika dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, "Sangat wajar apabila hasil pemeriksaan tekanan darah di klinik atau rumah sakit cenderung tinggi, karena biasanya seseorang akan lebih tegang dengan lingkungan atau orang baru. Jadi, memang tekanan darah bisa meningkat jika ada pengaruh dari psikologis. Sedangkan pemeriksaan mandiri yang dilakukan di rumah, hasilnya akan lebih rendah."
Jadi, seseorang tidak langsung dapat dikatakan hipertensi setelah pemeriksaan tekanan darah. Biasanya, dokter akan menyesuaikan pemeriksaan di layanan fasilitas kesehatan maupun pemeriksaan mandiri.
Untuk itu, sebaiknya setiap orang perlu mengetahui angka tekanan darahnya. Apabila angka tekanan darah tinggi, maka perlu dilakukan pengecekan secara berkala dan pengaturan gaya hidup yang lebih baik.
"Dengan membatasi konsumsi garam, perubahan pola makan, penurunan berat
badan dan menjaga berat badan ideal, olahraga teratur, berhenti merokok, kepatuhan dalam
menjalani pengobatan agar dapat mencapai tekanan darah normal," jelas dr. Ario.
2. Hipertensi berisiko menyebabkan gagal jantung
Hipertensi bukan penyakit yang bisa disepelekan. Ada beragam risiko yang mengintai sehingga perlu perhatian dan pengobatan yang benar. Salah satunya risiko terjadinya gagal jantung.
Gagal jantung merupakan kondisi kronis dan progresif jangka panjang yang cenderung memburuk secara bertahap karena hipertensi. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengakibatkan beban kerja jantung bertambah berat.
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah yang disebabkan oleh hipertensi tersebut
akan menyebabkan dinding ruang pompa jantung menebal (left ventricular hypertrophy) dan dalam
jangka panjang akan meningkatkan risiko gagal jantung.
Untuk memompa darah melawan tekanan yang lebih tinggi di pembuluh, jantung harus bekerja lebih keras sehingga terjadi penyempitan arteri. Darah pun lebih sulit mengalir dengan lancar ke seluruh tubuh.
Dengan demikian, hipertensi membuat kerja jantung menjadi berlebihan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan nutrisi. Jika kondisi ini semakin memburuk, bisa menyebabkan kematian.
Penjelasan ini didukung oleh data dari pengalaman klinis di Pusat Jantung Nasional dan beberapa pusat layanan jantung daerah di Indonesia yang menunjukkan bahwa, tingkat kematian akibat gagal jantung pada pasien yang dirawat di rumah sakit mencapai 6,7% dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan estimasi tingkat kematian akibat gagal jantung di rumah sakit di kawasan Asia Pasifik dan Amerika Serikat (secara berturut-turut 4,8% dan 3,0%).