MUI Keluarkan Fatwa Terkait Pelaksanaan Idul Adha Selama Pandemi
Harus memerhatikan protokol kesehatan ya!
13 Juli 2020
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Hari Raya Idul Adha biasanya diperingati oleh umat Islam dengan cara melaksanakan salat Idul Adha berjamaah dan menyembelih hewan kurban, seperti kambing atau sapi. Pada tiga hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah.
Namun, kondisi yang tidak memungkinkan akibat adanya pandemi Covid-19 membuat pelaksanaan Idul Adha tak bisa diselenggarakan sebagaimana mestinya.
Mengingat adanya protokol kesehatan yang harus dipatuhi agar penularan virus bisa dicegah sehingga menekan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia.
Untuk itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa terkait pelaksanaan Hari Raya Idul Adha sebagai pedoman bagi umat Islam selama pandemi.
Berikut Popmama.com rangkum infomasi selengkapnya tentang Fatwa Hari Raya Idul Adha selama pandemi.
Editors' Pick
1. Pedoman salat Idul Adha berdasar Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 36 Tahun 2020 tentang shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban saat wabah Covid-19.
Dikutip dari laman resmi MUI, ketentuan hukum pelaksanaan salat Idul Adha adalah sunnah muakkadah yang menjadi salah satu syiar keagamaan (syiar min sya'air al-Islam).
Pelaksanaan salat Idul Adha saat wabah Covid-19 mengikuti ketentuan Fatwa MUI, yaitu:
- Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Saat Wabah Pandemi Covid-19;
- Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19;
- Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Salat Jum’at dan Jamaah Untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19.
Untuk itu, para pengurus masjid disarankan untuk menyelenggarakan salat Idul Adha dengan berpedoman pada Fatwa MUI.
2. Pelaksanaan kurban saat pandemi
Menurut ketentuan hukum Islam, ibadah kurban hukumnya adalah sunnah muakkadah, yaitu dilaksanakan dengan penyembelihan hewan ternak.
MUI menjelaskan bahwa ibadah kurban ini tidak dapat diganti dengan uang atau barang lain yang senilai, meski ada hajat dan kemaslahatan yang dituju. Apabila hal itu dilakukan, maka dihukumi sebagai shadaqah.
Namun, ibadah kurban dapat dilakukan dengan cara taukil, yaitu pekurban menyerahkan sejumlah dana seharga hewan ternak kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga sebagai wakil untuk membeli hewan kurban, merawat, meniatkan, menyembelih, dan membagikan daging kurban.
Dengan catatan, panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak dalam pelaksanaan ibadah kurban harus menaati pedoman atau fatwa dari MUI ini.