Sifilis, Infeksi Menular Seksual yang Merusak Organ
Bisa menyerang otak, sistem saraf, hingga jantung
18 September 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), lebih dari 1 juta orang di dunia terinfeksi penyakit menular seksual setiap harinya. Infeksi menular seksual (IMS) tersebar melalui kontak seksual, termasuk hubungan seks vaginal, anal, dan oral. Penyebabnya bisa dari bakteri, virus, atau parasit yang ditularkan melalui kontak seksual.
Ada beberapa jenis IMS yang bisa menyerang perempuan dan laki-laki. Salah satunya, yaitu Sifilis. Sifilis adalah penyakit yang sifatnya silent, bekerja secara diam-diam dengan faktor risiko yang perlu diwaspadai.
Hal ini karena sifilis dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada organ, seperti kerusakan pada otak, sistem saraf jantung, hingga mengancam jiwa. Maka, diperlukan pengetahuan untuk menghindari IMS yang berbahaya ini.
Secara lebih lanjut, berikut Popmama.com berikan penjelasan mengenai sifilis berdasarkan fakta para pakar kesehatan saat ditemui pada acara “Seminar Media Sifilis, Silent Disease, Si Perusak Organ” di Aroma Sedap Resto, Rabu (12/2/2020) lalu.
1. Apa itu Sifilis si raja singa?
Sifilis atau populer dengan sebutan "si raja singa" adalah salah satu jenis IMS yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum. Penyebaran penyakit sifilis ini pada umumnya melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi. Penyebaran juga bisa terjadi melalui kontak fisik dengan luka yang ada pada penderita dan orang yang sering berganti pasangan seksual.
Menurut Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK(K), M.Epid, Spesialis Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), sifilis adalah penyakit sistemik karena penyakitnya berkembang dalam stadium dan gambaran klinis yang bervariasi sehingga bisa menjadi komplikasi serius, seperti kerusakan organ tubuh lain dan mudah tertular HIV. Disamping itu, sifilis juga dapat berpengaruh pada kehamilan.
Orang yang berisiko tinggi terkena sifilis yaitu, wanita pekerja seks (WPS), pria pekerja seks (PPS), lelaki seks dengan lelaki (LSL), injection drug user (IDU), waria, pasangan risiko tinggi (risti), dan pelanggan pekerja seks.
Editors' Pick
2. Gejala dan penyebaran sifilis
Tidak ada perbedaan gejala yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Namun, penderita laki-laki cenderung lebih banyak dibandingkan perempuan.
Gejala sifilis ini diawali dengan munculnya luka yang tidak terasa sakit di area kelamin, mulut, dan dubur. Luka pada area kelamin yang menjadi gejala sifilis sering kali tidak terlihat atau terasa sakit sehingga cenderung tidak disadari penderita.
Hal ini karena luka bisa saja terdapat pada bagian dalam alat kelamin. Meski demikian, pada tahap ini infeksi sudah bisa ditularkan ke orang lain.
Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, sifilis akan berkembang hingga dapat merusak organ otak, jantung, hingga kematian.
Sedangkan pada ibu hamil, infeksi ini berbahaya karena dapat menyebabkan kondisi janin tidak normal bahkan kematian bayi.
Penyebaran atau penularan sifilis ini beragam, tetapi berisiko tinggi melalui kontak seksual. Berikut beberapa cara penyebaran sifilis:
- kontak seksual vaginal, anal, atau oral,
- jarum suntik dengan pengidap sifilis karena darah mampu menghantarkan bakter penyebab sifilis,
- donor darah atau donor organ yang tak terkontrol,
- luka terbuka pada kulit,
- ibu hamil ke janin yang dikandung,
- cara memberi makan anak dengan sebelumnya sudah dikunyah oleh orang dewasa penderita sifilis.
3. Tahap perkembangan sifilis
Masa inkubasi sifilis berkisar antara 10-90 hari, tetapi umumnya 21 hari. Gejala sifilis digolongkan sesuai dengan tahap perkembangan penyakitnya. Tiap tahap sifilis memiliki gejala yang berbeda. Berikut macam-macam tahap perkembangan sifilis terbagi menjadi:
Sifilis primer
Gejala sifilis pada tahap ini umumnya muncul berupa luka di tempat bakteri masuk, sekitar 10 hingga 90 hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh. Pada tahap ini, biasanya tidak disertai dengan nyeri. Sifilis primer ini bisa juga hilang secara spontan dalam 3-6 minggu. Tahap primer ini juga akan menghasilkan tes non-reaktif jika dilakukan tes serologi.
Sifilis sekunder
Sifilis sekunder terjadi beberapa minggu setelah luka menghilang dengan adanya ruam yang terdapat di bagian tubuh, khususnya telapak tangan atau telapak kaki. Luka atau ruam bisa menetap hingga beberapa bulan.
Di tambah dengan penyakit flu, rasa lelah, sakit kepala, nyeri pada persendian, dan demam. Pada tahap ini, luka (lesi) paling sering terjadi adalah lesi mukokutan di bagian mulut. Terkadang, juga terjadi splenomegaly atau pembesaran limpa.
Sifilis laten
Sifilis laten biasanya terjadi tanpa gejala karena tidak terdapat lesi, tetapi dalam 12 bulan pertama infeksi tetap bisa menular. Jika tidak ditangani, sifilis laten ini akan berubah menjadi sifilis tersier.
Untuk mengetahuinya, perlu dilakukan tes serologi reaktif. Dikarenakan tidak disadari, sebanyak 60-85% kasus tetap merasa normal selama bertahun-tahun tanpa pengobatan sehingga sudah mengenai banyak organ tubuh.
Sifilis tersier
Sifilis tersier merupakan sifilis yang paling berbahaya. Jika infeksi ini tidak diobati akan merusak organ tubuh lain. Hal ini karena sudah terjadi infeksi atau inflamasi pembuluh darah dalam susunan saraf pusat dan sistem kardiovaskular sehingga membentuk lesi gumma.
Pada tahap ini, pasien dapat mengalami kebutaan, jantung, kelumpuhan, kerusakan otak maupun saraf, tuli, impotensi, hati, hingga kematian.
4. Tes mengetahui sifilis
dr. Anthony Handoko, SpKK, FINDSV, selaku CEO Klinik Pramudia mengatakan, “Sebenarnya ada 4 tahapan dalam pemeriksaan sifilis. Pertama, pemeriksaan fisik pada selaput lendir dan kulit pada stadium primer dan sekunder.
Kedua, pemeriksaan lab serologi darah (VDRL, TPHA) untuk skrining awal dan lanjut. Ketiga, pemeriksaan dark-field microscopy. Keempat, pemeriksaan CSF/Carian Serebrospinal pada Neurosifilis.”
Berikut jenis tes darah yang dilakukan dalam mendiagnosa sifilis, yaitu:
Nontreponemal test
Tes ini sederhana dan cukup terjangkau dari segi biaya. Biasanya digunakan untuk screening awal. Namun, tes ini bukan tes sifilis secara spesifik dan tidak bisa dijadikan acuan diagnosa sifilis. Orang yang hasil tes nontreponemalnya bersifat reaktif kemudian harus dilanjutkan dengan tes treponemal untuk konfirmasi diagnosa sifilis. Nontreponemal test dibagi menjadi 2, yaitu VDRL dan RPR.
Treponemal test
Tes ini mampu mendeteksi antibodi yang spesifik pada sifilis. Antibodi treponemal muncul lebih awal dari antibody nontreponemal dan biasanya tetap dapat dideteksi seumur hidup. Meskipun pasien telah berhasil menjalani perawatan.
Jika tes treponemal digunakan untuk skrining dan hasilnya positif, perlu dilakukan dengan tes nontreponemal menggunakan titer harus dilakukan untuk mengonfimasi diagnosis dan memandu keputusan manajemen pasien. Contoh treponemal test, yaitu FTA-ABS, TP-HA, Elisa, chemiluminescence immunoassays, immunoblots, dan rapid treponemal assays.
5. Pengobatan sifilis
Pilihan pengobatan utama sifilis adalah antibiotik penicillin. Pengobatan pun diberikan tergantung pada stadium dan jenis sifilisnya.
Bagi sifilis primer dan sekunder, pengobatan dapat dilkakukan dengan pemberian suntik antibiotik selama 14 hari. Pasien kemudian dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seks hingga dokter memastikan infeksi sembuh.
Untuk sifilis tersier dan sifilis kongenital yang terjadi pada ibu hamil, waktu pengobatan akan lebih lama dan menggunakan antibiotik yang diberikan melalui infuse. Setelah melakukan pengobatan dengan antibiotik, pengidap sifilis akan menjalani tes darah ulang untuk memastikan bahwa infeksi telah sembut total.
Demikian penjalesan mengenai penyakit sifilis yang perlu kamu ketahui. Sadari kemungkinan terjadinya gejala ringan yang mengarah pada terjadinya penyakit ini lebih awal agar bisa diperiksakan ke dokter dan teratasi lebih cepat.
Baca juga: Inilah Penyebab Sifilis Bisa Menular Melalui Seks