Sterilisasi: Vasektomi atau Tubektomi, Mana yang Lebih Efektif?
Pertimbangkan dulu plus minusnya sebelum sterilisasi
9 Agustus 2019
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mama pernah dengar metode kontrasepsi sterilisasi?
Jika membandingkan berbagai kontrasepsi, sterilisasi merupakan metode kontrasepsi permanen. Tujuannya jelas, menekan kemungkinan seseorang punya anak.
Pria dan wanita sama-sama bisa melakukan prosedur ini, hanya beda istilah saja, sesuai dengan bagian sistem reproduksi yang diberi tindakan. Tindakan sterilisasi pada pria disebut vasektomi. Sementara pada wanita tindakan ini dilakukan melalui oklusi atau ligasi tuba, yang dikenal dengan istilah tubektomi.
Karena keduanya bersifat permanen, maka seseorang harus mempertimbangkan secara matang sebelum menempuh prosedur ini. Ada berbagai faktor yang bisa jadi perhatian Mama dan Papa saat ingin melakukan sterilisasi.
Berikut Popmama.com merangkumnya dari berbagai sumber.
1. Vasektomi pada pria lebih sederhana
Secara prosedur, vasektomi pada pria relatif lebih “sederhana” daripada tubektomi. Beberapa fakta seputar vasektomi berikut bisa memberikan gambaran tindakan sterilisasi pria ini.
- Prinsip vasektomi “memutuskan” saluran sperma, bisa dengan dipotong atau diikat.
- Pasien dibius lokal dengan lama tindakan sekitar 20 menit dan tidak perlu dirawat inap.
- Setelah tindakan operasi vasektomi, selama beberapa bulan ke depan pasien perlu melakukan pengujian guna memastikan air mani yang dikeluarkan tidak mengandung sperma lagi.
- Butuh waktu sekitar 3 bulan atau 20 kali ejakulasi hingga tidak ada sperma tersisa dalam saluran.
- Pria yang telah melakukan vasektomi tidak lagi mengeluarkan cairan sperma ketika ejakulasi, sehingga sangat kecil kemungkinan sel telur terbuahi.
- Metode ini relatif lebih efektif dengan tingkat keberhasilan 100%.
- Tindakan vasektomi relatif lebih murah (sekitar Rp500.000-Rp600.000).
- Pria lebih cepat melalui masa pemulihan.
Editors' Pick
2. Tubektomi sedikit rumit dan kompleks
Ditinjau dari prosedurnya, tindakan tubektomi sedikit rumit dan kompleks. Coba Mama simak beberapa fakta tentang tubektomi berikut.
- Ada dua tindakan tubektomi yang lazim dilakukan, yaitu:
- Sterilisasi melalui rongga perut
- Sterilisasi dengan laparoscopic surgery
- “Memutuskan” tuba fallopi bisa dilakukan dengan memakai klip kecil sebagai pengikat atau dipotong
- Prosedur sterilisasi bisa dilakukan setelah melahirkan
- Pasien dibius total, lama tindakan 20 menit, dengan waktu pemulihan sekitar 1 minggu
- Usai mendapat tindakan sterilisasi, pasien harus tetap berbaring minimal 6 jam. Maka, rawat inap diperlukan untuk memastikan pasien benar-benar pulih.
- Meski cukup efektif, tetap ada peluang wanita yang telah steril untuk hamil sekitar 0,5%
- Dari segi biaya, tindakan tubektomi lebih mahal (sekitar Rp4.000.000-Rp6.000.000)
3. Sterilisasi tidak berpengaruh pada hasrat seksual
Banyak orang ragu ketikan hendak melakukan sterilisasi. Keraguan itu rata-rata berkisar pada pengaruh “pemutusan” saluran sperma dan ovum pada hasrat seksual.
Padahal, secara ilmiah, tidak ada pengaruh berarti antara tindakan sterilisasi dan gairah seksual. Fungsi seksual pria dan wanita sama sekali tidak berkurang meski telah melalui sterilisasi. Sterilisasi hanya menutup peluang untuk terjadi pembuahan yang bisa mengarah pada kehamilan.
Pada pria, misalnya. Testis memang bertugas memproduksi sperma dan hormon yang berperan menaikkan gairah seksual. Namun, kedua hasil sekresi testis itu diangkut lewat dua saluran yang sama sekali berbeda.
Vas deferens atau saluran sperma bertugas membawa sperma agar bisa keluar ketika ejakulasi. Sementara, hormon testosteron dibawa oleh saluran darah. Vasektomi hanya memutuskan saluran sperma, sehingga fungsi seksual pria tetap berjalan normal.
4. Perhatikan lagi 4 hal ini
Lebih lanjut, bagi Mama dan Papa yang ingin menjalani sterilisasi perlu memperhatikan 4 hal berikut ini.
- Usia, biasanya dokter menyarankan sterilisasi jika wanita berusia di atas 30 tahun. Di bawah usia itu, tindakan ini tidak direkomendasikan.
- Jumlah anak yang sudah dimiliki. Jika pasangan suami istri sudah mempunyai anak dan tidak ingin menambah lagi, kontrasepsi ini bisa dipertimbangkan.
- Sterilisasi tetap tidak bisa mencegah penyakit menular seksual, seperti HIV/AIDS atau chlamydia
- Pemakaian kontrasepsi pendukung pasca operasi selama 3-6 minggu akan meningkatkan keberhasilan tindakan sterilisasi.
5. Kesepakatan dengan pasangan jauh lebih penting
Setelah melihat fakta seputar sterilisasi, mana yang lebih efektif menurut Mama dan Papa?
Jawabannya tergantung pada bagaimana kesepakatan Mama dan Papa dalam menentukan kontrasepsi yang diinginkan.
Jika sudah 100% yakin tidak ingin menambah anak lagi, misalnya karena faktor usia atau demi bisa memenuhi kebutuhan anak secara penuh, sterilisasi bisa jadi pertimbangan. Asal tetap memperhatikan risiko dan kemungkinan yang akan terjadi pasca tindakan.
Begitu pula dengan siapa yang akan melalui tindakan ini, apakah Papa atau Mama. Jelas perlu pertimbangan masak sebelum memutuskan sterilisasi. Siapapun yang hendak mengambil prosedur ini, pastikan sudah siap mental dan benar-benar melakukannya demi meningkatkan kualitas hidup pribadi dan keluarga.
Demikian 5 faktor yang perlu Mama pertimbangkan sebelum melakukan tindakan sterilisasi. Selalu berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui apakah Mama atau Papa bisa menempuh metode kontrasepsi permanen ini. Plus, jangan terburu-buru ambil keputusan. Diskusikan bersama Papa dengan membuat daftar kelebihan dan kekurangannya.
Semoga bermanfaat, Ma!