Penyebab Pusing setelah Gempa Bumi, Bisa Pengaruhi Mental, Lho!
Biasanya, pusing akan hilang setelah beberapa jam atau beberapa hari
18 September 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Baru-baru ini, terjadi gempa bumi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/202) pukul 13.21 WIB. Gempa ini terasa hingga Jakarta dan Bekasi. Banyak potret di media sosial yang menunjukan puluhan hingga ratusan karyawan keluar gedung akibat getaran ini.
Bagi Mama yang sempat merasakan getarannya mungkin akan merasa sedikit pusing. Tapi, itu ada penjelasan ilmiahmya, lho!
Untuk itu, simak artikel Popmama.com berikut ini tentang penyebab pusing setelah gempa bumi.
Editors' Pick
Penyebab Pusing Setelah Gempa Terjadi
Gejala yang terjadi setelah gempa bumi, seperti pusing, mual, muntah, dan panik, disebut sebagai "earthquake sickness". Biasanya gejala ini muncul pada orang yang baru saja mengalami gempa bumi besar atau berulang kali.
Karena semakin besar guncangannya, semakin besar pula potensi gempa susulan setelah terjadi gempa. Salah satu penjelasan yang mungkin, apabila kamu pusing setelah gempa bumi adalah adanya stres psikologis yang menyebabkan gangguan keseimbangan.
Namun, masih ada hipotesis yang masuk akal bahwa gangguan keseimbangan disebabkan oleh paparan gempa susulan yang berulang; guncangan fisik yang sering dapat secara langsung mengganggu fungsi sistem saluran setengah lingkaran di telinga.
Pusing yang Disebabkan oleh Gempa akan Cepat Mereda
Bagi kebanyakan orang, rasa tidak seimbang bersifat sementara dan akan menghilang dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Kondisi ini terjadi ketika ada "ketidaksesuaian" neurologis antara mekanisme keseimbangan pada sistem vestibular telinga bagian dalam dan sinyal sensorik dari saraf di mata dan kaki.
"Masalahnya sering kali dapat diredakan, seperti mabuk perjalanan, dengan melatih mata seseorang pada objek yang jauh, berbaring atau menghirup cairan dingin atau panas," kata Dr. Munetaka Ushio dari departemen otolaringologi Rumah Sakit Universitas Tokyo (spesialisasi telinga, hidung dan tenggorokan).
Dalam kasus yang lebih parah, pasien mungkin disarankan untuk menggunakan antihistamin yang dijual bebas, alias pil mabuk perjalanan, katanya.