5 Fakta Self-Diagnosis yang Berisiko Salah Paham
Jangan langsung mengambil kesimpulan tentang kondisi yang kamu derita, ya?
2 November 2022
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Apabila kamu sedang sakit atau cedera, maka perlu melakukan proses mengidentifikasi penyakit atau kondisinya dari tanda dan gejala terkait dengan dokter. Biasanya dokter akan memeriksa riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan tes untuk membantu membuat diagnosis.
Namun sayangnya, kini banyak orang hanya mengandalkan internet atau media sosial sebagai alat dalam menilai suatu penyakit yang dialaminya. Paling sering jika menyangkut kesehatan fisik dan mentalnya. Sedangkan mencari jawaban sendiri ini dikenal self-diagnosis.
Agar tidak memperburuk gejala dan kualitas hidup kamu secara keseluruhan, sebaiknya baca terus 5 fakta mengenai self-diagnosis yang sudah Popmama.com rangkum dari berbagai sumber:
1. Apa itu self-diagnosis?
Seseorang kadang-kadang memahami kondisi kesehatan fisik dan mentalnya dengan bantuan internet. Senagian dari mereka pun mempelajari dan mendiagnosis kesehatan fisik atau mentalnya dengan menemukan jawaban di internet. Itu artinya dia melakukan self-diagnosis.
Sementara self-diagnosis adalah proses mendiagnosis atau mengidentifikasi suatu kondisi medis dalam diri sendiri. Sebagian besar waktu, orang mencari gejala atau tanda medis di Google dan mencoba mencari tahu apakah mereka memiliki suatu kondisi. Dimana sering kali diagnosis diri berujung salah dan dapat menyesatkan.
Oleh karenanya, diagnosis mandiri sangat tidak dianjurkan. Jadi jika kamu merasa mulai dan tidak dapat mengendalikan emosi, mungkin inilah saatnya untuk mencari perawatan profesional. Tim kesehatan medis akan mengenali tanda-tanda kondisi lebih serius yang kamu alami. Bahkan dapat membantu kamu memutuskan apakah sudah waktunya untuk mencari bantuan.
Editors' Pick
2. Mengapa tidak boleh melakukan self-diagnosis?
Sebaiknya segera hentikan untuk menjadi ahli dari internet dalam mendiagnosis kondisi kesehatan. Beralihlah ke penyedia layanan kesehatan jika tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang tubuh sendiri. Artinya, self-diagnosis atau mengambil kesimpulan tentang kondisi kesehatan mungkin bisa memulai kamu melakukan pengobatan yang salah.
Ketika seseorang mendiagnosis sendiri tanpa berkonsultasi pada dokter, mereka dapat melewatkan penyakit medis yang berkontribusi pada gejala. Dengan self-diagnosis diri, maka juga berisiko salah paham tentang penyakit yang kamu diderita. Terutama jika gejala yang kamu alami secara umum.
Sedangkan daam beberapa kasus, diagnosis diri dapat mengancam jiwa. Misalnya, tumor otak dapat menyebabkan perubahan kepribadian serta depresi atau psikosis. Apabila kamu mendiagnosis sendiri, bisa jadi mungkin melewatkan diagnosis masalah jantung atau tiroid.
3. Bisakah penyakit mental didiagnosis sendiri?
Kini banyak orang ingin tahu apa yang terjadi dan apa yang dialami, sehingga mereka mendiagnosis diri sendiri dan mengidentifikasi dengan ciri tertentu dari suatu kelainan di internet. Meski sangat baik untuk menyadari kesehatan mental dan secara aktif mencari jawaban, namun kamu tidak boleh mencoba mendiagnosis sendiri penyakit mental. Hal itu dapat memperburuk keadaan dengan mengkhawatirkan lebih dari yang kamu perlukan.
Bahkan mencoba mengobati kondisi yang mungkin tidak kamu miliki. Ketika kamu salah mendiagnosis sendiri gejala, mungkin mencoba menyembuhkan kondisi melalui obat bebas atau metode lain. Jadi mencapai diagnosis tanpa dokter, maka bisa menjadi proses yang kompleks. Terutama ketika menunjukkan gejala yang terkait dengan berbagai penyakit mental. Ini sangat berbahaya ketika kamu menyangkal gejala tertentu.
Dilansir dari News-medical, penyakit mental adalah kondisi medis yang ditandai perubahan emosi, perilaku atau pemikiran (atau kombinasi dari semuanya). Banyak orang yang menderita penyakit mental tidak mau mendiskusikan kondisi mereka atau mencari bantuan medis karena stigma yang terkait dengan penyakit mental dan pengobatannya.
4. Efek dari self-diagnosis?
Pernahkah kamu mengalami gejala kesehatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mulai bertanya-tanya sendiri?
Biasanya jika sudah begitu banyak orang tidak langsung menghubungi penyedia layanan kesehatan untuk meminta pengobatan. Mereka lebih memilih self-diagnosis dengan mengandalkan internet. Inilah mengapa banyak orang memiliki masalah kesehatan mental dari waktu ke waktu. Bahkan masalah kesehatan mentalnya menjadi penyakit mental yang disertai tanda dan gejala berkelanjutan.
Padahal penyakit mental dapat membuat seseorang sengsara dan malah menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kebanyakan kasus, gejala bisa dikelola dengan kombinasi obat-obatan dan terapi bicara (psikoterapi). Sementara kesalahan diagnosis dari self-diagnosis akan mengakibatkan kamu menjadi bingung dan berpotensi putus asa ketika pengobatan tidak berhasil.
5. Mengapa harus menemui profesional?
Stres, kecemasan dan perasaan sedih adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Tetapi jika emosi itu bertahan lama, mungkin terjadi pertanda sesuatu yang lebih. Sementara beberapa perasaan negatif, maka diharapkan penting untuk melakukan perawatan profesional. Hal ini guna menyembuhkan secara benar dari kondisi medis apapun. Apakah itu mental, fisik atau keduanya.
Mendapat diagnosis dari tim profesional, maka akan memberi kamu pengobatan dan perawatan yang benar-benar memenuhi kebutuhan kamu. Jadi pada akhirnya, self-diagnosis tidak bisa menjadi salah satu aspek terpenting dari rencana pemulihan. Dimana dokter harus memahami penyebab penyakit kamu.
Artinya, mencapai diagnosis yang benar termasuk sebuah proses dan langkah penting. Terutama ketika kamu hidup lebih dari satu kondisi. Saat bekerja dengan profesional kesehatan mental, kamu akan diberi pengetahuan dan pelatihan yang diperlukan untuk mencapai diagnosis secara lebih pasti. Berperan aktif dan berkomunikasi dengan jelas dan bertukar informasi sebaik mungkin. Tetap perhatikan apa yang menjadi kekhawatiran kamu dan bagaimana gejala memengaruhi kehidupan sehari-hari kamu.
Nah, itulah kelima fakta mengenai self-diagnosis. Apakah kamu sering melakukannya?
Baca juga:
- Distrofi Fuchs: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatannya
- Mengenal Gejala dan Diagnosis dari Alergi Ikan, Jangan Diremehkan!
- 5 Jenis Pemeriksaan untuk Menentukan Diagnosis Diabetes Insipidus