Cara Mendidik Anak Tanpa Kekerasan menurut Ahli, Mama Wajib Tahu!
Yuk, intip cara melatih anak menjadi disiplin tanpa bentakan dan pukulan
14 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Mendidik anak untuk menjadi disiplin merupakan tantangan tersendiri yang tidak mudah bagi para orangtua.
Tak bisa dipungkiri, dalam mendidik dan mengajarkan anak untuk menjadi disiplin memang diperlukan kesabaran penuh dalam mengontrol emosi. Terlebih, jika orangtua memiliki watak yang tidak sabaran dan mudah emosi.
Tanpa disadari, beberapa orang tua sering kali memberikan bentakan, pukulan, atau cubitan pada anak agar anak mau mendengarkan dan menurut. Padahal, pola asuh seperti itulah yang justru sebaiknya ditinggalkan dan diubah.
Popmama.com dalam acara webinar "Tips & Trik Mendidik Anak Tanpa Kekerasan bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia, yang dihadiri oleh Emmy Lucy Smith, Child Protection Team Leader Wahana Visi Indonesia dan Pritta Tyas, M. Psi., Psikolog klinis sekaligus founder dari Sekolah Bumi Nusantara Montessori hadir untuk memberikan edukasi kepada Mama bagaimana cara mendidik anak tanpa kekerasan.
Lebih lengkapnya, berikut Popmama.com rangkumkan informasinya terkait cara mendidik anak tanpa kekerasan di bawah ini. Yuk, disimak sampai habis Ma!
1. Data dari Wahana Visi Indonesia tentang perkembangan kasus kekerasan pada anak
Wahana Visi Indonesia memiliki fokus untuk melindungi hak anak, terutama dalam menurunkan tingkat kekerasan pada anak, baik secara fisik maupun seksual yang masih begitu banyak terjadi di Indonesia.
Menurut Emmy Lucy Smith, Child Protection Team Leader Wahana Visi Indonesia mengungkapkan faktor kerentanan anak mengalami tindak kekerasan paling tinggi adalah dari kualitas hidup dan tingkat kesejahteraannya yang berada di tingkat paling bawah. Yaitu karena faktor kemiskinan.
Selain itu, diskriminasi (disalibitas pada anak), eksploitasi, anak yang memiliki perilaku yang berbeda dari teman sebayanya, hingga anak korban bencana juga menjadi faktor-faktor lainnya yang menjadi penyebab terjadinya kasus kekerasan pada anak.
2. Apa saja kekerasan yang biasa terjadi pada anak?
Dalam kekerasan terhadap anak terdapat empat kategori utama, yaitu pengabaian, kekerasan fisik, pelecehan emosional atau psikologis, dan pelecehan seksual.
Melihat dari empat kategori kekerasan pada anak, Emmy menyebutkan Mama bisa menghindari tindakan tersebut dengan memberikan teladan dalam sehari-hari, sehingga anak tidak menormalisasi kekerasan baik dari perkataan dan perbuatan. Tindakan tersebut harus dibiasakan dalam sehari-hari agar anak tidak mencontoh dan melakukan tindakan kekerasan kepada orang lain.
Selain itu, Mama juga harus membekali anak dengan memberikan edukasi terkait bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain untuk menghindari kasus pelecehan seksual yang masih sering terjadi di luar sana.
Lalu untuk anak yang mengalami tindakan kekerasan, Mama disarankan tidak menjadikan anak korban kembali dengan mengulangi tindakan tersebut, menyudutkan anak, dan tidak memberikan dukungan kepada mereka. Karena hal tersebut dapat memberikan trauma pada anak dan berakhir mereka takut untuk bercerita dengan orang lain.
Editors' Pick
3. Beri contoh dan konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya
Membentuk perilaku disiplin pada diri anak membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu, Mama perlu membantu anak-anak dengan memberikan contoh dan penjelasan yang mudah dipahami oleh mereka.
Karena pada dasarnya, anak usia dini belum mampu untuk merencanakan dan mengingat aturan yang diberikan oleh orang tuanya. Sehingga, Mama perlu menerapkan rutinitas tersebut setiap hari agar anak terbiasa dan paham dengan tindakan yang akan dilakukannya.
Misalnya, dengan memberikan pengetahuan kepada anak jika sudah selesai mandi badannya harus dilap terlebih dahulu sampai kering agar tidak terpeleset. Nah, anak pastinya tidak akan langsung mendengarkan dan mengingat apa yang orang tuanya katakan.
Seperti yang disebutkan oleh Pritta, kondisi tersebut terjadi karena pada anak usia dini yang baru berkembang merupakan otak bagian bawah saja. Jadi dalam kemampuan merencanakan dan mengingat aturan dari Mama, anak belum mampu meskipun diberi tahu berulang kali.
4. Jika anak membuat kekacauan, tenangkan diri dan kontrol kata yang akan diucapkan
Anak-anak memang pada dasarnya sangat senang untuk bermain dan mencoba hal-hal baru. Untuk itu, sering kali Mama pastinya dibuat kerepotan akibat kekacauan yang diciptakan oleh anak di dalam rumah. Seperti, rumah berantakan, mainan berserakan, dan lainnya.
Pastinya timbul rasa ingin memarahi anak. Menurut Prita, hal itu merupakan hal yang wajar.
"Ngga usah diburu-buru positif perasaannya, karena memang sekarang masih marah," kata Pritta dalam webinar Tips dan Trik Mendidik Anak Tanpa Kekerasan yang digelar oleh Popmama.com pada Kamis (14/10).
Meskipun begitu, Prita menjelaskan Mama tetap harus menenangkan diri dan mengontrol apa yang akan diucapkan kepada anak agar tidak menyakiti hatinya.
"Oke kalau aku nggak kuat, aku pengen marah dan sebenarnya mereka tidak dalam kondisi bahaya, cuma lompat-lompat di kasur mending aku keluar dulu. Minum, tarik napas, sambil mikir sebaiknya apa ya yang bisa aku katakan kepada mereka," ujarnya.
5. Mendisplinkan anak dengan positif
Cara selanjutnya dalam mendidik anak tanpa kekerasan adalah mendisplinkan anak dengan positif. Salah satu cara yang dibagikan oleh Pritta adalah dengan cara bertanya dan bukan memerintah.
Misalnya, jika anak-anak sedang bermain kejar-kejaran dan lompat-lompatan di atas kasur maka tanyakan pendapatnya, sebaiknya jika bermain seperti itu seharusnya berada di mana dan berikan pilihan untuk mereka bisa melakukan hal tersebut di tempat lainnya. Seperti di ruang tamu atau di halaman rumah.
Hal tersebut dilakukan agar anak-anak paham dan menyadari bahwa terdapat beberapa tindakan yang boleh dan tidak boleh ia lakukan dalam kesehariannya. Strategi disiplin yang sesuai dapat membuat anak bisa membuat keputusannya sendiri selangkah demi selangkah.
6. Mengelola ekspetasi kepada anak
Selanjutnya adalah mengelola ekspetasi kepada anak, karena ini adalah merupakan hal yang penting sekali. Biasanya, saat bangun di pagi hari pastinya Mama sudah memiliki rencana dan ekspetasi bahwa hari ini akan berjalan dengan baik dan lancar.
Padahal, ekspetasi seperti inilah yang harus dihindari dan dikontrol. Seperti yang dijelaskan oleh Pritta bahwa "Jangan terlalu berekspetasi tinggi, kita perlu mengelola ekspetasi kita. Merencanakan serapi mungkin tidak masalah, tapi tidak semua bisa kita kontrol," ujarnya.
Pritta menjelaskan, karena semua yang dilakukan oleh anak adalah di luar kontrol Mama. Untuk itu, Mama tidak dapat mengontrol apa yang akan dilakukan dan dipilih oleh anak, karena anak bukanlah diri kita yang sudah mampu membuat rencananya sendiri.
Yang bisa Mama kontrol adalah menanggapi perilaku anak dengan marah dan emosi atau dengan membicarakannya secara baik-baik. Yap, pilihannya ada di tangan Mama sendiri.
7. Anak menangis itu bukan cengeng, melainkan sedang meluapkan emosinya
Terakhir, selalu tanamkan dalam diri Mama bahwa anak yang menangis itu bukan karena dirinya cengeng. Melainkan karena anak sedang meluapkan emosinya.
Seperti yang disebutkan oleh Pritta bahwa "Anak nangis itu bukan cengeng. Anak nangis itu berarti dia bisa meluapkan dan dia percaya sama kita, bahwa kita ini tempat yang aman untuk dia meluapkan emosinya apa adanya," katanya.
Karena jika dipaksa untuk selalu menjadi kuat, ia akan beranggapan bahwa dirinya tidak boleh sedih dan harus selalu kuat.
Demikianlah rangkuman terkait cara mendidik anak tanpa kekerasan. Semoga penjelasan informasi di atas dapat menjadi tambahan informasi baru untuk Mama dalam mendidik buat hati ya.
Baca juga:
- 5 Ciri Orangtua yang Salah dalam Mendidik Anak, Penting Diketahui!
- 5 Perbedaan dalam Mendidik Anak Laki-laki dan Perempuan
- Bagaimana Cara Mendidik Anak Remaja di Era Digital?