Cara Mengatasi Trauma Setelah Mengalami Kekerasan Seksual
Guna lebih melindungi korban kekerasan seksual dengan lingkup yang lebih luas
14 November 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kekerasan seksual terjadi begitu banyak di Indonesia, sekalipun itu di tempat umum. Ada saja yang mengambil kesempatan dan kesempitan untuk melakukan tindakan keji tersebut.
Biasanya, kekerasan seksual dilakukan di transportasi umum, pusat perbelanjaan, hingga instansi pendidikan.
Hal itu membuat kita harus peka dan membuka mata bahwa kekerasan seksual sangat sering terjadi di tempat umum. Sehingga kita semua membutuhkan peraturan yang mengatur tentang kekerasan seksual guna mendapatkan perlindungan.
Meskipun peraturan tersebut sangat dibutuhkan, Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual yang telah diajukan ke DPR belum juga disahkan.
Namun, kini Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sudah mulai mengambil tindakan untuk melindungi kekerasan seksual dengan menerbitkan Permendikbud 30.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini Popmama. com telah merangkum informasinya untuk Mama. Simak yuk!
Editors' Pick
1. Permendikbud 30 diterbitkan untuk kampus di Indonesia
Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan (Permen PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi atau biasa disebut Permendikbud 30.
Alasan Nadiem menerbitkan peraturan tersebut karena Indonesia belum memiliki peraturan yang dapat mengatasi permasalahan kekerasan seksual di kampus.
Nadiem menyatakan, saat ini peraturan yang ada hanya mencakup perlindungan kekerasan seksual dari kondisi-kondisi tertentu.
Contohnya, UU Perlindungan Anak hanya melindungi bagi anak di bawah 18 tahun. Lalu UU PKDRT yang menyasar lingkup rumah tangga.
Di sisi lain, jika kita berpegang pada KUHP itu masih sangat kurang membantu pihak korban.
Nadiem menjelaskan, ada beberapa kendala penanganan kasus kekerasan seksual dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Seperti tidak memfasilitasi identitas korban, tidak menemukan kekerasan berbasis online atau verbal, dan mengenali bentuk kekerasan seksual berupa perhatian dan pencabulan.
Padahal, kini dunia semakin meningkat, kekerasan seksual bisa terjadi di manapun, kapanpun, dan dalam bentuk apapun termasuk verbal melalui media sosial.
"Jadi, ini harus kita masukkan dan konsiderasi bahwa sekarang dengan dunia teknologi, bentuk-bentuk kekerasan seksual yang verbal, non-fisik, dan digital juga harus ditangani segera,” ujar Nadiem Makarim.
Semoga setelah ini, akan terbit undang-undang yang mengatur tentang kekerasan seksual semua kalangan usia agar semuanya merasa lebih aman dan terlindungi.
2. Apa yang perlu dilakukan terkait adanya kekerasan seksual?
Sebelum adanya peraturan yang jelas tentang perlindungan kekerasan, kita dapat melakukan hal-hal berikut ini:
- Berhentilah menyalahkan korban. Tidak ada seorang pun yang ingin dilecehkan. Maka jangan hakimi korban.
- Tambah wawasan serta edukasi tentang kekerasan seksual agar semua orang dapat melindungi diri dari perbuatan jahat tersebut.
- Cari tahu cara terbaik dan aman untuk merespon kekerasan seksual.
- Hentikan orang yang melempar candaan yang mengarah ke kekerasan. Jelaskan topik tersebut tidak pantas untuk candaan.
- Jangan takut untuk melapor dengan menghubungi focal point perlindungan seperti Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, atau petugas pemerintah terdekat.