Kekerasan pada Anak dan Perempuan Meningkat, RUU TPKS Gagal Disahkan
Masyarakat diminta untuk tidak panik demi kelancaran proses pengesahan ke depannya
19 Desember 2021
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Laporan kekerasan pada anak dan perempuan semakin meningkat, namun Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) nyatanya gagal untuk disahkan di rapat paripurna, padahal jika dilihat pengajuan RUU TPKS sudah lama sekali diajukan.
Menurut catatan dari Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan dua kali lipat, yaitu mencapai 4.500 kasus hingga September 2021. Sedangkan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkapkan kekerasan terhadap anak terdapat 9,428 kasus hingga September 2021.
Dari kasus yang diterima mayoritas korban tidak mendapatkan keadilan, padahal yang kita tahu bahwa para korban bisa saja mengalami trauma atas kejadian yang dialami, dan pelaku seharusnya mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Diah Pitaloka selaku Anggota DPR RI/PDI Perjuangan meminta masyarakat jangan terlalu panik untuk menanggapi gagalnya RUU TPKS disahkan. Dirinya mengakaui bahwa DPR kecolongan terkait hal ini.
Dalam 14 Tahun Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) yang diadakan secara virtual dengan tema "Kisah-Kisah Miris Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak" membahasa mengenai para korban pelecehan dan apa saja yang membuat kasus tidak diselesaikan.
Informasi selengkapnya akan Popmama.com rangkum di bawah ini.
Editors' Pick
1. Banyak kasus kekerasan yang mengambang tidak menemui akhirnya
Masyarakat mendorong RUU TPKS agar segera disahkan karena banyak sekali kasus kekerasan yang juga tidak menemui akhirnya. Salah satu jurnalis INews Jayapura serta FJPI Papua Cornelia Mudumi membagikan pengalamannya meliput kekerasan.
Di Papua, kasus tidak diselesaikan dengan proses hukum, melainkan secara kekeluargaan. Hal ini karena adanya adat istiadat di Papua khususnya Jayapura. Sehingga korban-korban yang melakukan pelaporan di Dinas Perlindungan Anak serta wilayah Polres Jayapura diselesaikan secara kekeluargaan saja.
"Kendala-kendala yang saya lihat ini bahwa kasus ini tidak diselesaikan karena adat istiadat di Papua khususnya Jayapura," ucapnya.
Eka Rimawati sebagai jurnalin CNN Indonesia dan FJPI Jatim mengatakan saat salah satu korban pelecehan seksual melaporkan, laporannya tidak diterima karena dianggap kurang bukti.
"Pada tahun 2017, sempat di SP3 ketika satu korban melakukan pelaporan dan dinyatakan saat itu kasusnya dianggap kurang bukti," ucapnya
Ia menambahkan pentingnya peran jurnalis khususnya jurnalis perempuan yang memiliki empati untuk bisa melakukan peliputan-peliputan yang sebagian besar mayoritas dari korban pelecehan seksual adalah perempuan.
Korban dianggap kurang bukti karena memang pelecehan terjadi di ruang privat. Sehingga tidak ada saksi untuk mengutarakan atau menyampaikan terkait kekerasan yang dialami.
2. RUU TPKS gagal disahkan karena kecolongan?
Diah Pitaloka selaku Anggota DPR RI/PDI Perjuangan mengakui bahwa RUU TPKS gagal disahkan karena kecolongan. Seharusnya pihaknya setelah keputusan di baleg langsung masuk ke rapat musyawarah agar bisa dijadwalkan ke paripurna.
Namun sayangnya menurut Diah, pihaknya kurang mencari waktu untuk mengurus terkait RUU TPKS sebelum bamus terakhir.
"Sebetulnya ini kecolongan prosedur ya, artinya harusnya kita DPR ini kan satu institusi gitu ya, dan harusnya kita mencari waktu sebelum bamus terakhir itu diadakan. Penjadwalan di DPR sangat ketat. Ada tahapan-tahapan setelah keputusan di baleg, lalu masuk ke rapat badan musyawarah untuk dijadwalkan ke paripurna," tutur Diah
Menurutnya, meskipun kali kali ini RUU TPKS terlewat, namun ini akan disidangkan di awal masa sidang berikutnya. Ia menambahkan pihaknya tidak kehilangan waktu secara prinsip, karena masa sidang penutupan ini akan langsung reses, dan nanti ada masa sidang baru.
Ketika RUU TPKS masuk ke masa sidang baru, maka akan bisa dibahas bersama lagi. Dari 'kecolongan' tersebut, Diah menjelaskan pihaknya tidak kehilangan waktu pembahasan dan bisa dijadikan pelajaran.
"Kalaupun ini (RUU TPKS) masuk agenda paripurna di penutupan masa sidang sekarang, atau masuk agenda paripurna di masa sidang baru, maka pembahasannya akan sama di masa sidang baru," tambahnya.
Sekali lagi Diah menegaskan bahwa RUU TPKS tetap akan masuk menjadi agenda kerja DPR karena memang sudah disepakati apapun yang terjadi.