Dokter Sulianti Saroso merupakan salah satu dokter perempuan pertama di Indonesia. Semasa hidupnya, ia mendedikasikan diri untuk membantu masyarakat yang sulit mendapat akses layanan kesehatan berkualitas.
Julie Sulianti Saroso lahir pada 10 Mei 1917 dan tepat pada (10/5/2023) ilustrasinya hadir di Google Doodle untuk merayakan kelahirannya yang ke-106. Ilustrasi tersebut menggambarkan sosok dokter perempuan sedang memeriksa anak menggunakan stetoskop.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang dokter Sulianti Saroso, berikut ini Popmama.com telah menyajikan biodata dan profil Profesor Dokter Sulianti Saroso.
Disimak yuk, Ma!
Biodata Singkat Prof. Dr. Sulianti Saroso
Dok. Internet
Nama lengkap: Profesor Dokter Julie Sulianti Saroso, MPH, PhD
Tempat tanggal lahir: Bali, 10 Mei 1917
Wafat: 29 April 1991 (73 tahun)
Nama orangtua: Dokter Muhammad Sulaiman (papa)
Nama suami: Saroso
Setelah melihat biodata singkat Dokter Sulianti, simak beberapa profilnya berikut ini, yuk!
1. Dikenal sebagai dokter dengan aksinya mencegah penyakit menular dan pembatasan kelahiran atau keluarga berencana
Dok. Internet
Dalam catatan sejarah kebijakan bidang kesehatan di Indonesia, Profesor Dokter Sulianti Saroso, MPH, PhD adalah tokoh penting dalam dua urusan, yakni pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan keluarga berencana (KB).
Ia peneliti dan perancang kebijakan kesehatan dan tidak tertarik menjadi dokter praktek. Seperti dikutip dari Portal Informasi Indonesia, Dokter Sulianti hampir tak pernah menyuntik orang dan menulis resep obat.
Editors' Pick
2. Menempuh jenjang pendidikan terbaik sampai berhasil menjadi dokter
Dok. Internet
Dokter Sulianti merupakan anak kedua dari keluarga Dokter Muhammad Sulaiman. Sebagai dokter, tempat tugas sang papa berpindah-pindah. Meskipun demikian, Sulianti tetap mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Ia menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School), pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung, dan melanjutkan perguruan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS).
Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Eropa dan Amerika Serikat, di mana saat itu ia memperoleh beberapa gelar lanjutan dalam kesehatan masyarakat.
Dokter Sulianti sempat menerima beasiswa dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mempelajari sistem kesehatan ibu dan anak di seluruh Eropa.
3. Mencetuskan program pembatasan kelahiran atau Keluarga Berencana
Dok. Internet
Saat kembali ke Indonesia pada tahun 1952, Dokter Sulianti Saroso mulai bersuara tentang pembatasan jumlah kelahiran. Saat itu pembatasan kelahiran masih menjadi konsep yang tabu di tengah masyarakat Indonesia.
Sejumlah masyarakat masih mempercayai bahwa 'banyak anak, banyak rezeki'.
Dokter Sulianti menyampaikan gagakan tentang pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan dan kelahiran.
Baginya, korelasi kemiskinan, malnutrisi, buruknya kesehatan ibu dan anak, dengan kelahiran yang tak terkontrol, adalah fakta terbuka yang tak perlu didiskusikan. Yang mendesak adalah aksi untuk memperbaikinya.
Pembatasan kelahiran yang akhirnya menjadi program Keluarga Berencana tersebut baru bisa berjalan di masa Orde Baru. Sebelumnya, idenya itu ditolak Presiden Soekarno dan Hatta.
Menurut pemerintah sendiri, Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah dianggap sebagai program yang berhasil menurunkan angka kelahiran yang bermakna.
4. Karier yang gemilang, bekerja sama di bawah naungan WHO hingga berhasil mendeklarasikan Indonesia bebas cacar
Dok. Internet
Berhasil mendapat gelar PhD, Sulianti diterima menjadi profesional di Kantor Pusat WHO di Genewa, Swiss. Namun saat ia mempersiapkan kepindahannya, Menteri Kesehatan Profesor GA Siwabessy menahannya.
Tak lama kemudian, dokter Sulianti diangkat menjadi Dirjen P4M dan Direktur LRKN. Meskipun demikian, Sulianti tetap diizinkan aktif di WHO.
Saat menjabat sebagai Dirjen P4M, ia mendeklarasikan Indonesia bebas cacar. Tepat di tahun 1975 ia mundur dari jabatannya itu dan memilih fokus di Balitbang Kesehatan hingga pensiun pada 1978.
Saat itu WHO masih memanfaatkannya dan menjadikan Sulianti pengawas pada Pusat Penelitian Diare di Dakka, Bangladesh 1979.
Pada era 1970 hingga 1980-an, gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu dan anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah.
5. Meninggal pada usia 73 tahun, namanya diabadikan menjadi Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso
databank-kpap.jakarta.go.id/
Perjalanan dan perjuangan Dokter Sulianti untuk mengangkat kesehatan di Indonesia ke tingkat dunia patut menjadi inspirasi. Sulianti meninggal dunia pada 29 April 1991 ketika ia berusia 73 tahun.
Setelah itu, namanya diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso. Bukan tanpa sebab, rumah sakit tersebut adalah ide Sulianti ketika ingin mengembangkan RS Karantina Tanjung Priok menjadi RS Pusat Infeksi dengan teknologi terbaru.
Tujuannya, agar rumah sakit tersebut bisa menjadi rumah sakit rujukan sekaligus lembaga pendidikan serta pelatihan. Namun menjelang RSPI itu dibangun, Dokter Sulianti wafat.
Itulah beberapa informasi terkait biodata dan profil Prof. Dr. Sulianti Saroso, salah satu dokter perempuan penggagas Keluarga berencana dan pencegahan penyakit menular.
Semoga perjalanan hidupnya bisa menjadi inspirasi untuk generasi saat ini, ya.