Apa Itu Doom Spending, Penyebab Gen Z dan Millennial Cepat Miskin!
Tren ini muncul sebagai respons terhadap stres yang disebabkan oleh situasi ekonomi
3 Oktober 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Saat ini, fenomena doom spending semakin populer di kalangan milenial dan Generasi Z. Tren ini muncul sebagai respons terhadap stres yang disebabkan oleh situasi ekonomi yang tidak menentu.
Akibat perilaku belanja yang tidak terkendali ini, diperkirakan kedua generasi tersebut akan menghadapi tantangan finansial yang lebih besar, bahkan lebih miskin dibandingkan generasi sebelumnya.
Melansir dari Psychology Today, doom spending dapat dijelaskan sebagai tindakan berbelanja impulsif yang dilakukan individu tanpa pertimbangan matang, seringkali sebagai cara untuk mengatasi rasa pesimisme yang menyelimuti pandangan mereka terhadap kondisi ekonomi dan masa depan yang suram.
Hal ini menciptakan siklus yang berbahaya, di mana pelampiasan emosi melalui belanja justru menambah beban finansial, membuat mereka semakin terjebak dalam ketidakpastian ekonomi.
Ingin tahu lebih dalam mengenai apa itu Doom Spending, penyebab gen Z dan millennial cepat miskin!berikut ini Popmama.com telah berhasil membahasnya simak dengan baik ya!
Apa Itu Doom Spending?
Melansir Psychology Today, fenomena doom spending merupakan perilaku di mana seseorang melakukan belanja impulsif tanpa berpikir panjang, sering kali sebagai cara untuk menenangkan diri dari perasaan stres atau cemas.
Hal ini terjadi ketika individu merasa pesimis mengenai kondisi ekonomi dan masa depan mereka, sehingga berbelanja menjadi jalan keluar yang dirasakan dapat memberikan kebahagiaan atau pelampiasan sementara dari ketidakpastian yang melanda.
Dalam situasi yang sulit, seperti ketidakpastian ekonomi, banyak orang berusaha mencari pelipur lara dalam bentuk barang-barang yang mereka beli, meskipun mereka tahu bahwa belanja tersebut mungkin tidaklah diperlukan atau bahkan di luar kemampuan finansial mereka.
Perilaku ini dapat menjadi masalah yang lebih besar, karena dampaknya tidak hanya terbatas pada pengeluaran yang berlebihan, tetapi juga dapat mengarah pada stres finansial yang lebih dalam.
Banyak individu terjebak dalam siklus di mana mereka terus menerus berbelanja untuk mengatasi perasaan negatif, namun pada gilirannya, hal ini justru menambah kecemasan mereka ketika menghadapi tagihan dan utang yang menumpuk.
Dalam jangka panjang, doom spending dapat menyebabkan konsekuensi serius, seperti ketidakstabilan keuangan, kehilangan tabungan, dan masalah emosional yang lebih parah. Dengan demikian, penting untuk memahami dan mengatasi perilaku ini agar dapat menciptakan keseimbangan yang sehat antara pengeluaran dan keuangan pribadi, serta mengelola stres dengan cara yang lebih konstruktif.
Editors' Pick
Fenomena Doom Spending Sudah Terjadi secara Global
Fenomena Doom Spending kini menjadi isu yang berlangsung secara global, memengaruhi banyak individu di berbagai belahan dunia. Salah satunya adalah Stefania Troncoso Fernández, seorang wanita berusia 28 tahun yang tinggal di Kolombia bersama orang tuanya.
Ia mengungkapkan kepada publik bahwa meskipun telah berusaha pulih dari kebiasaan borosnya dalam berbelanja, situasi terkini yang ditandai dengan inflasi yang tinggi dan ketidakpastian politik di negaranya membuatnya sulit untuk menyusun strategi penghematan uang dengan efektif.
Stefania mencatat bahwa kondisi ekonomi yang tidak stabil ini membuat banyak orang, termasuk dirinya, merasa tertekan dan mendorong mereka untuk berbelanja sebagai bentuk pelarian dari realitas yang membebani. Ia merasakan dampak langsung dari situasi ini, di mana sulitnya merencanakan masa depan keuangan menjadi tantangan tersendiri.
Dalam menghadapi ketidakpastian, kebiasaan belanja impulsif muncul sebagai respons yang biasa terjadi, bahkan ketika ia menyadari bahwa tindakan tersebut tidak selalu bijaksana.
Fenomena ini, yang tidak hanya dialami oleh Stefania, mencerminkan bagaimana masyarakat global kini harus berjuang untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan emosional dan tanggung jawab finansial di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan.