Jangan Keliru, Ini Perbedaan antara Epilepsi dan Kejang

Penting untuk Mama ketahui agar dapat lebih memahami kondisi kesehatan yang berkaitan dengan otak

23 September 2024

Jangan Keliru, Ini Perbedaan antara Epilepsi Kejang
freepik/freepik

Mama, kita sering mendengar istilah epilepsi dan kejang dalam percakapan sehari-hari, tapi tahukah Mama bahwa keduanya sebenarnya memiliki makna yang berbeda?

Memahami perbedaan ini sangat penting, terutama jika Mama atau orang terdekat mengalami kondisi yang berkaitan dengan kesehatan otak. Epilepsi, yang merupakan gangguan neurologis kronis, dan kejang, yang bisa terjadi sebagai gejala dari berbagai kondisi.

Berikut, Popmama.com telah merangkum perbedaan antara epilepsi dan kejang dengan cara yang mudah dipahami. Ini penting untuk Mama ketahui agar dapat lebih memahami kondisi kesehatan yang berkaitan dengan otak. Mari kita lihat lebih dekat!

Dengan pengetahuan ini, Mama bisa lebih siap dan memahami situasi yang mungkin dihadapi. Yuk, kita selami lebih dalam!

Apa Itu Epilepsi?

Apa Itu Epilepsi
freepik/Stocking

Epilepsi merupakan suatu kondisi penyakit kronis yang ditandai dengan gejala utama berupa kejang. Penderita epilepsi sering mengalami kejang berulang yang dapat muncul tanpa adanya pemicu yang jelas.

Gangguan ini terjadi akibat masalah pada sistem saraf pusat, yang menyebabkan terjadinya kejang serta, dalam beberapa kasus, kehilangan kesadaran.

Epilepsi dapat bervariasi dalam jenis dan intensitasnya, dan setiap orang mungkin mengalami gejala yang berbeda. Penting bagi Mama untuk mengenali tanda-tanda ini agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat.

Dengan pemahaman yang baik tentang epilepsi, Mama dapat lebih siap dan membantu orang terdekat yang mungkin mengalaminya.

Melansir dari Mayo Clinic, Epilepsi sering terjadi, dengan perkiraan sekitar 1,2% orang di Amerika Serikat menderita epilepsi aktif, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).

Kondisi ini dapat mempengaruhi siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin, ras, latar belakang etnis, maupun usia. Epilepsi adalah gangguan yang tidak mengenal batasan, dan dapat muncul pada anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa epilepsi bukan hanya sekadar kejang, tetapi juga memerlukan pemahaman dan dukungan dari lingkungan sekitar untuk membantu penderita menjalani kehidupan yang lebih baik.

Editors' Pick

Penyebab Epilepsi

Penyebab Epilepsi
freepik/Lifestylememory

Melansir dari Mayo Clinic, Epilepsi bisa mulai dialami pada usia berapa pun, tetapi umumnya kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi terbagi menjadi dua kategori utama:

Epilepsi Idiopatik

atau sering disebut epilepsi primer, adalah jenis epilepsi yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Sejumlah ahli berpendapat bahwa faktor genetik (keturunan) bisa menjadi penyebab utama kondisi ini.

Epilepsi Simptomatik atau Epilepsi Sekunder

merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diidentifikasi. Beberapa faktor seperti cedera kepala serius, tumor otak, dan stroke dapat memicu terjadinya epilepsi sekunder.

Selain penyebab-penyebab tersebut, ada juga beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan epilepsi lho Ma, antara lain:

Gangguan Kekebalan Tubuh

Kondisi ini terjadi ketika sistem imun, yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit, justru menyerang sel-sel otak yang sehat. Gangguan ini dikenal sebagai penyakit autoimun.

Ketika sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan benar dan mulai menyerang jaringan otak, hal ini bisa menyebabkan peradangan dan kerusakan pada area otak tertentu.

Kerusakan ini dapat memicu terjadinya epilepsi, terutama jika serangan tersebut memengaruhi bagian otak yang mengatur aktivitas listrik dan sinyal saraf. Akibatnya, seseorang bisa mengalami kejang yang berulang tanpa penyebab lain yang jelas.

Gangguan Perkembangan

Kelainan bawaan yang mempengaruhi perkembangan otak sejak lahir sering kali menjadi salah satu penyebab utama epilepsi. Mama, kondisi ini biasanya terjadi ketika ada masalah pada pembentukan atau fungsi otak sejak awal kehamilan.

Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan pada jaringan otak yang penting dalam mengatur aktivitas listrik dan komunikasi antara sel-sel saraf. Akibatnya, sinyal yang seharusnya dikendalikan dengan baik menjadi kacau, memicu terjadinya kejang.

Gangguan perkembangan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti malformasi otak, cerebral palsy, atau kondisi genetik tertentu yang mempengaruhi struktur dan fungsi otak.

Diangnosis Epilepsi

Diangnosis Epilepsi
freepik/Lifestylememory

Dalam proses diagnosis epilepsi, dokter akan terlebih dahulu menanyakan gejala yang Mama atau pasien alami serta meninjau riwayat kesehatan secara menyeluruh.

Tahapan ini sangat penting untuk memastikan gambaran lengkap tentang kondisi pasien. Setelah itu, beberapa pemeriksaan tambahan akan dilakukan untuk memastikan diagnosis yang lebih akurat terkait epilepsi.

Berikut beberapa tes penunjang yang sering dilakukan dalam proses diagnosis epilepsi

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi fungsi otak secara keseluruhan, termasuk kemampuan motorik, refleks, serta perilaku pasien. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan apakah ada kelainan fungsi otak yang berhubungan dengan epilepsi.

Tes Darah

Tes ini berguna untuk memeriksa apakah ada masalah kesehatan lain, seperti infeksi atau ketidakseimbangan elektrolit, yang bisa memicu kejang. Melalui tes darah, dokter dapat mengidentifikasi kondisi yang mendasari munculnya kejang dan memastikan bahwa kejang tersebut bukan disebabkan oleh masalah kesehatan lain.

EEG (Electroencephalogram)

EEG adalah tes yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas listrik yang abnormal di otak. Dengan memasang elektroda di kulit kepala, alat ini dapat merekam gelombang otak dan menunjukkan pola yang mengindikasikan adanya epilepsi. Tes ini sangat penting dalam menentukan jenis dan lokasi kejang.

Tes Pencitraan Otak

Beberapa metode pencitraan, seperti CT Scan, MRI, fMRI, PET Scan, dan SPECT, digunakan untuk melihat struktur dan fungsi otak secara lebih rinci. Tes-tes ini dapat membantu mendeteksi adanya tumor, kelainan struktural, atau cedera di otak yang dapat menjadi pemicu epilepsi.

Masing-masing metode memiliki keunggulan tersendiri dalam menampilkan gambaran otak dan membantu dokter menentukan penyebab pasti kejang.

Dengan kombinasi tes-tes ini, dokter dapat mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan akurat untuk menegakkan diagnosis epilepsi dan menentukan penanga

Pengobatan Epilepsi

Pengobatan Epilepsi
freepik/freepik

Meskipun epilepsi belum dapat disembuhkan sepenuhnya, ada banyak pilihan pengobatan yang bisa membantu mengelola kondisi ini, Mama. Pengobatan yang tepat dapat membantu sebagian besar pengidap epilepsi menjalani kehidupan yang lebih normal dan mengurangi frekuensi kejang secara signifikan.

Menurut data, sekitar 70 persen penderita epilepsi dapat mengendalikan kondisi mereka hanya dengan menggunakan obat-obatan antikejang. Obat-obatan ini bekerja dengan menstabilkan aktivitas listrik di otak, sehingga kejang bisa dicegah atau diminimalisir.

Namun, penting untuk diingat bahwa pemilihan obat yang tepat bergantung pada jenis epilepsi dan respons tubuh setiap individu terhadap obat tersebut. Oleh karena itu, konsultasi rutin dengan dokter sangat diperlukan untuk menyesuaikan dosis atau jenis obat yang dikonsumsi.

Selain obat, ada juga beberapa metode lain untuk mengendalikan epilepsi:

  • Diet khusus
  • Stimulasi saraf
  • Berkendara dengan aman
  • Merawat cedera lebih awal 
  • Perhatikan langkah ketika berjalan
  • Gaya hidup sehat
  • Vaksin
  • Menjaga ksehatan selama kehamilan
  • Menjaga kebersihan

Nah, itu dia perbedaan antara epilepsi dan kejang. Meskipun Mama mungkin tidak yakin apakah pernah mengalami kejang, lebih baik segera mengunjungi dokter jika ada hal yang mencurigakan atau jika seseorang memberi tahu Mama tentang perilaku yang tidak disadari.

Pilihlah dokter di rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan Mama. 

Baca juga;

The Latest