Warganet baru saja diramaikan dengan WO yang menyerukan menikah di usia anak. Banyak organisasi yang menyatakan kecamannya dan Popmama.com merangkumkannya.
WO bernama Aisha Weddings dengan gamblang menyerukan untuk menikah di usia yang terbilang sangat belia. Dalam laman situsnya yang kini tak bisa diakses lagi, disebutkan bahwa perempuan baiknya menikah dari umur 12-21 tahun saja, tidak boleh lebih.
Selain itu, WO tersebut juga menyarankan untuk perempuan agar mau dipoligami.
Hal ini menjadi perhatian banyak pihak, termasuk beberapa organisasi seperti Yayasan Plan International Indonesia, Asosiasi LBH APIK, dan Jaringan AKSI.
Seperti apa tanggapan dari mereka? Mari cari tahu bersama.
1. Iklan dari Aisha Wedding dianggap sebagai bentuk kekerasan pada perempuan
Popbela.com
Iklannya yang menyuarakan untuk menikah muda agar tidak jadi beban keluarga, dan lainnya dianggap sebagai bentuk kekerasan pada perempuan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti dalam acara konferensi pers virtual Respons Terhadap Kasus Promosi Perkawinan Anak pada Kamis (11/2/2021).
Di mana, menurutnya, pernikahan di usia anak membekas bagi mereka yang menjadi korban, dan berefek juga pada anak-anak yang akan dilahirkannya nanti.
"Dari penelitian yang dilakukan Plan Indonesia dan KPI, membuktikan bahwa mengawinkan anak secara agama dan adat itu jadi modus untuk melegalkan perkawinan anak," ujar Dini.
2. Secara tidak langsung, WO tersebut memudahkan predator seksual beraksi
Pixabay/ElenaSa
Menganjurkan pernikahan dini bagi perempuan menjadi pintu masuk bagi para predator seksual yang memang mencari mangsa dengan cara yang terselubung.
Apalagi jika menikah dengan cara siri atau adat, tidak ada kekuatan yang dimiliki oleh pihak perempuan.
Dian Kartikasari dari International NGO Forum on Indonesian Development mengatakan, perempuan sama sekali tidak terlindungi.
"Perkawinan siri sama sekali tidak melindungi perempuan karena mereka tidak punya bukti sah bahwa ia adalah istri dari seseorang," ujarnya.
Sehingga, praktek perkawinan siri khususnya pada anak di bawah umur diambil langkah tegas karena jadi celah untuk menguntungkan para predator seksual, termasuk para pedopil.
Editors' Pick
3. Bisa juga menjadi perdagangan orang yang terselubung
Pexels/Danu Hidayatur Rahman
Dalam iklan mereka juga disebutkan bahwa para orangtua yang ingin mencarikan jodoh untuk anaknya bisa dilakukan di sana. Cukup sebutkan kriteria calon yang diinginkan dan bisa langsung dicarikan.
"Jasa layanan yang disediakan WO ini bisa dikatakan sebagai perdagangan anak yang terselubung," lanjut Dian.
Saat sebuah keluarga berada dalam posisi yang terdesak seperti situasi yang miskin, terlilit utang, atau tidak bisa makan, maka menikahkan anak dengan pria mapan bisa jadi solusinya. Hal ini menurut Dian, termasuk perdagangan orang.
"Dalam kasus seperti ini, anak akan dieksploitasi baik fisik, mental, dan seksual. Lagi-lagi, anak jadi korbannya dalam kerangka perkawinan seperti ini," lanjutnya.
4. Tidak semua anak bisa menyuarakan pendapatnya
Freepik/bilahata
Dini dari Plan Indonesia menyebutkan, dari bulan Januari sampai Juni 2020 terdapat setidaknya 33.694 kasus dispensasi perkawinan yang dikabulkan Pengadilan Agama.
"Hal ini diperburuk dengan adanya nikah siri dan nikah adat," lanjutnya.
Sayangnya, tidak semua anak perempuan bisa menyuarakan pendapatnya. Menurut Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK, Nursyahbani Katjasungkana, ada hal yang membuat mereka tidak bisa bersuara.
"Seperti contoh, masalah pendidikan perempuan yang lebih rendah dari laki-laki, kemampuan ekonomi yang berbeda," ujarnya.
Dengan begini, anak perempuan tidak bisa begitu saja menolak jika berada di posisi tersebut. Dian menambahkan, banyak juga anak perempuan yang merasa sungkan untuk menolak.
"Anak perempuan sungkan untuk menolak karena tidak mau dianggap jadi anak yang tidak menurut atau malah membuat beban bagi orangtuanya," katanya.
Padahal, ini adalah pengertian yang salah. Semakin dibiarkan, menikahkan anak di usia dini akan dianggap menjadi penyelesaian dari segala masalah dan tentu hal itu membahayakan nasib anak-anak di Indonesia.
5. Diperlukan tindakan tegas dari masing-masing pihak terkait
Freeimages/clyde steven
Banyaknya dispensasi pernikahan yang dikeluarkan Pengadilan Agama menjadi tanda tanya besar kenapa hal itu bisa terjadi.
Meski sebenarnya kedua calon mempelai tetap ditanyakan pendapat mereka, namun tidak semuanya benar-benar menjawab jujur.
Jika masalahnya di ketidaktahuan, kemiskinan, dan isu lainnya, maka diperlukan pendekatan yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang telah berlarut-larut ini.
6. Pernyataan sikap dari organisasi perlindungan anak dan perempuan
Pexels/Jonathan Borba
Menanggapi hal ini, Gerakan Masyarakat Sipil untuk Penghapusan Perkawinan Anak memiliki 6 pernyataan sikap, yaitu:
Mendesak Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penegakkan hukum terhadap pemilik, pembuat, dan pengelola www.aishaweddings.com
Mendesak Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk melakukan pemblokiran terhadap konten-konten online dan melakukan evaluasi terhadap dunia usaha pengelola situs maupun aplikasi berbasis online yang mempromosi perkawinan anak dan menyediakan jasa perjodohan yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
Mendesak dewan pengarah dan perusahaan pengelola situs maupun aplikasi berbasis online turut bertanggung jawab secara proaktif, termasuk menghentikan promosi perkawinan anak dan penyediaan jasa perjodohan yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
Mendesak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memperkuat sosialisasi UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, guna memperkuat upaya pencegahan perkawinan anak sampai ke tingkat desa. Termasuk mendorong kementerian dalam negeri untuk menerbitkan kebijakan yang mendorong pemerintan daerah menerbitkan peraturan guna mencegah perkawinan anak.
Mendesak kementerian sosial untuk memasukkan upaya pencegahan perkawinan anak ke dalam komponen perlindungan sosial, khususnya jenis bantuan sosial.
Mendesak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk bergerak bersama dengan organisasi masyarakat sipil dalam upaya menghentikan pihak-pihak yang melakukan promosi perkawinan anak.
Sedangkan pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menyatakan sikapnya. Menurut Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan dan Kesejahteraan, Rohika Kurniadi, mengatakan bahwa hal ini menjadi trigger pertama untuk merapatkan barisan dengan semua pihak untuk menyelesaikan masalah yang sudah menjadi gunung es ini.
7. Yang bisa dilakukan untuk menghentikan hal ini
Pixabay/VideoLabOnline
Masalah yang kebanyakan terjadi dalam pernikahan anak adalah ekonomi, ketidaktahuan, dan sosialisasi yang masih minim mengenai pemberdayaan anak perempuan.
Plan Indonesia seperti contoh, sudah berkontribusi dalam banyak hal. Salah satunya menginisiasi optimalisasi kapasitas anak melalui program "Yes I Do" untuk perbaikan akses pendidikan dan informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja di Rembang, Sukabumi, dan Lombok Barat.
Ada juga proyek "Adolescent Health and Agency" (AHA) yang memberikan kesadaran anak untuk membuat keputusan aman tentang kesehatan seksual dan reproduksi. Ada juga program untuk memperkuat lingkungan yang mendukung bagi perempuan mendapatkan haknya, dan juga program pemberian pendidikan keterampilan hidup untuk menghadapi dunia kerja.
Sedangkan Jaringan AKSI yang mewakili kelompok muda telah menggandeng influencer dan anak-anak muda untuk melakukan beragam kegiatan.
"Kami membuka diskusi publik, kampanye aksi bersama, mengadakan lomba video pendek, TikTok challenge untuk menggaet anak muda sekaligus memperkenalkan untuk melawan perkawinan anak," ungkap Ferni dari Jaringan AKSI.
Kamu juga bisa melakukan hal yang serupa. Mari lindungi anak bersama, karena mereka adalah masa depan bangsa.