Saat ini, tes yang paling sering digunakan untuk mendeteksi virus corona adalah rapid test. Setelah dinyatakan positif, barulah dilanjut menjalani swab test. Mana yang lebih efektif? Popmama.com punya jawabannya.
Beberapa daerah di Indonesia memutuskan untuk melakukan tes massal guna mengetahui data persebaran virus corona pada warganya. Pilihan tesnya jatuh pada rapid test.
Selain rapid test, ada juga swab test yang biasanya dilakukan pada mereka yang sudah positif corona. Ternyata, ada juga yang mirip dengan swab test, yaitu PCR.
PCR tengah dikembangkan oleh Bio Farma untuk bisa diproduksi secara massal dalam waktu dekat ini.
Di antara ketiga jenis tes tersebut yaitu rapid test, swab test, dan PCR, mana yang lebih efektif? Mari bahas satu-persatu.
1. Mengenal metode rapid test
wikimedia.org
Rapid test adalah metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi yaitu lgM dan lgG, yang diproduksi tubuh untuk melawan virus corona.
Seseorang yang pernah terpapar virus corona otomatis mendapatkan antibodi ini. Sedangkan proses pembentukan dari antibodi ini membutuhkan waktu hingga beberapa minggu.
Jika positif, maka orang tersebut pernah terinfeksi virus corona. Namun bukan berarti yang orang yang terinfeksi dan memiliki virus corona di tubuhnya mendapat hasil yang negatif. Ini disebabkan karena tubuhnya belum membentuk antibodi terhadap virus corona.
Editors' Pick
2. Tata cara penggunaan rapid test
Dok. Popmama.com/Ides Tyani
Saat melakukan rapid test, maka kamu akan diambil sampel darah dari ujung jari atau di nadi lengan. Selanjutnya, cairan untuk menandai antibodi akan diteteskan di tempat yang sama.
Hasilnya akan berupa garis yang muncul 10-15 menit setelahnya.
Setelah dinyatakan positif berdasarkan hasil dari rapid test, orang tersebut diarahkan untuk melakukan swab test.
3. Mengenal teknik swab test
Pixabay/kropekk_pl
Swab test dilakukan untuk mengambil sampel. Dengan teknik ini, petugas akan mengambil sampel air liur, menyeka bagian belakang tenggorokan, sampel cairan dari saluran pernapasan bawah, atau sampel tinja.
Pada pemeriksaan ini, tenaga medis akan memasukkan sebuah alat menyerupai cotton bud yang agak panjang. Alat ini dimasukkan hingga ujung hidung atau area mulut dan menyapu area tersebut agar lendir terserap.
Kemudian alat tersebut disimpan dalam tabung tertutup dan dibawa ke laboratorium untuk menjalani PCR.
4. Seperti apa teknik PCR?
Freepik
PCR atau Polymerace Swab Reaction adalah sebuah teknik untuk mendiagnosis pasien. PCR bekerja dengan mendeteksi bahan genetik spesifik di dalam virus. Bahan genetik ini tergantung dari jenis PCR yang ada.
Di labolatorium, peneliti akan mengekstrak asam nukleat (DNA dan RNA) yang menyimpan genom virus. Peneliti bisa memperkuat daerah genom dengan menggunakan teknik reaksi berantai transkripsi polimerase terbalik.
PCR membutuhkan waktu lebih lama dibanding rapid test. Biasanya bisa berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari. Belum lagi jika labolatoriumnya dipenuhi dengan antrean tes. Maka bisa lebih lama lagi menunggunya.
Swab test dan PCR adalah sebuah kesatuan karena ini merupakan langkah berkelanjutan.
Jika dari pemeriksaan swab dan PCR hasilnya positif, maka orang tersebut harus segera diisolasi dan diberikan pengobatan.
5. Perhimpunan dokter paru Indonesia lebih setuju menggunakan swab test
Vietnamtimes.org
Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) pernah mengutarakan usulan agar pemerintah menggunakan metode PCR. Di sisi lain, ada juga Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI) yang mengutarakan hal yang sama.
Tes berbasis PCR dinilai lebih akurat dibandingkan cara lainnya. Ini karena bisa mendeteksi virus bahan pada orang dengan gejala ringan atau orang tanpa gejala (OTG).
Pada akhirnya, kepastian dan akuratnya tes ini bisa menentukan penanganan terhadap pasien dengan lebih tepat.
Jika dilakukan tes ini secara masif dan luas, orang yang berisiko segera bisa diisolasi untuk mendapatkan perawatan. Di saat yang sama, hal ini bisa memutus rantai penyebaran agar tidak makin meluas.